Beranda / Opini / Memahami Pidato Politik Abu Razak

Memahami Pidato Politik Abu Razak

Senin, 06 Mei 2024 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Muhammad Ridwansyah

Muhammad Ridwansyah, M.H., Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Muda Seudang Aceh. [Foto: for Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Opini - Artikel ini sudah melalui perenungan yang mendalam dan dipahami selama empat hari ketika penulis hadir dalam acara halal bi halal dan silaturahmi Aceh Meupakat-Meuseuraya di Jl. Teungku Meulagu SMEA Premium Rumoh Aceh, Tibang, Banda Aceh pada tanggal 01 Mei 2024. 

Tulisan ini akan mengulas uraian pidato politik H. Kamaruddin Abubakar (Abu Razak) selaku Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh dan sekaligus Ketua Aceh Meupakat-Meuseuraya, ada sembilan pokok strategis yang disampaikan oleh Abu Razak sebagai berikut:

Pertama, dalam situasi Aceh pasca pemilihan umum baik pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan legislatif (DPR, DPD, DPRA dan DPRK) sudah saatnya Aceh kembali bersatu dalam satu langkah. 

Frasa bersatu dalam satu langkah jika diuraikan maka akan banyak makna yang dipahami antara lain bersatu untuk menghadapi Pilkada Aceh November 2024 mendatang, bagaimanapun tidak, kepentingan Aceh di atas segalanya. Perjuangan Abu Razak melalui kanal Partai Aceh tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mendudukan Aceh pada posisi semula. Aceh harus pada posisi bermartabat dan mampu mengatasi persoalan pelik yang terjadi di Aceh dan menjadikan Aceh di mata nasional dan internasional sebagai sebuah wilayah yang menerapkan daerah desentralisasi asimetris secara penuh.

Kedua, Aceh harus mensukseskan pekan olahraga nasional (PON) Aceh 2024 dengan ajang prestasi dan kebersamaan, bagaimanapun bahwa perjuangan menghadirkan PON ke Aceh bukan perkara mudah. Ada mekanisme yang dilalui ‘berdarah-darah’ sehingga Aceh menjadi salah satu tuan PON 2024. Dalam catatan sejarah, bahwa pertama kalinya di Aceh diadakan PON. 

Penyelenggaraan PON ini adalah salah satu prestasi bersama, prestasi yang sudah diperjuangkan dan dihadiahkan untuk rakyat Aceh. Dampak dari PON yang akan berlangsung selama tanggal 8 September 2024 sampai dengan tanggal 20 September 2024 akan meningkatkan daya beli pengunjung di Aceh, rakyat Aceh harus siap mendukung penyelenggaraan PON dengan gembira dan senang.

Ketiga, Aceh kembali mendapatkan pembangunan kado istimewa dipenghujung akhir tahun 2024, yakni penuntasan jalan tol Sigli-Banda Aceh yang pengerjaan saat ini sudah hampir 90 persen. Proyek ini adalah bagian dari mega proyek Pemerintah Pusat yang akan menghubungkan nanti dari Lampung hingga Aceh melalui Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). 

Secara detail, progress konstruksi jalan tol Sigli-Banda Aceh seksi 1 Padang Tiji-Seulimeum telah mencapai akhir pembangunan sepanjang 25 km. Diharapkan ke depan pembangunan jalan tol- Sigli-Lhokseumawe dan Lhokseumawe-Langsa, dan Langsa-Medan dapat membuka akses pembangunan ekonomi Aceh dalam meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi rakyat Aceh. Bahkan diharapkan dapat menghidupkan industrialisasi di Aceh.

Keempat, memaksimalkan pembangunan pendidikan di Aceh. 19 tahun perdamaian di Aceh, masih banyak menyisakan persoalan pendidikan antara lain bahwa pendidikan Aceh sekarang berada pada peringkat 27 secara nasional dan hanya berada satu tingkat di atas Papua yang berada pada posisi 28 dari 34 provinsi (sebelum pemekaran Papua). 

Upaya pembangunan pendidikan di Aceh haruslah dilihat secara komprehensif baik hulu dan hilirnya harus menjadi perhatian Pemerintah Aceh saat ini dan ke depan. Salah satu solusinya adalah menaikkan anggaran pendidikan Aceh sebanyak 20 persen dari total jumlah penerimaan DOKA Aceh dengan syarat pengawasan ketat dan peningkatan program pendidikan Aceh yang bermutu.

Kelima, pengelolaan aset Aceh, frasa pengelolaan aset ini muncul dari pernyataan Abu Razak adalah ketika pengelolaan aset yang sukses dinikmati oleh rakyat Aceh ketika melaksanakan haji di Mekkah. Wakaf Baitul Asyi salah satu aset kekayaan rakyat Aceh yang fenomenal, karena setiap musim haji atas nama rakyat Aceh akan dibagikan uang tunai sebanyak 1500-riyal atau setara dengan 6 juta rupiah. 

Konsep pengelolaan aset ini harus diperbanyak di luar Aceh atau di dalam Aceh sehingga pertumbuhan perekonomian tetap meningkat dan mengurangi angka kemiskinan. Konsep wakaf produktif adalah sebuah skema pengelolaan donasi wakaf dari umat yaitu dengan memproduktifkan donasi tersebut hingga mampu. Surplus yang berkelanjutan. Artinya harus ada ahli wakaf produktif untuk menjamin surplus berkelanjutan sehingga rakyat dengan cepat terbantu perekonomiannya.

Keenam, pengelolaan minyak dan gas di Aceh harus menjadi perhatian utama rakyat Aceh, karena industri minyak dan gas di Aceh adalah objek vital rakyat Aceh untuk pemenuhan kebutuhan domestik, antara lain bahan bakar transportasi, bahan baku dan bahan bakar industri. Dalam MoU Helsinki sudah dijelaskan bahwa Aceh akan berhak menguasai 70 persen hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya yang ada saat ini dan di masa mendatang di wilayah Aceh maupun laut territorial sekitar Aceh. 

Skema pengelolaan migas ini ternyata berbalik sekali dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi. Kewenangan Aceh hanya diberikan 0 mil sampai dengan 20 mil, semestinya sampai 200 mil batas ZEE sehingga Aceh memang dianggap sebagai bagian dari Pemerintah Indonesia.

Ketujuh, penuntasan klausul MoU Helsinki adalah sebuah keniscayaan dalam konteks damai Aceh. 6 poin besar yang ada dalam tubuh teks MoU Helsinki belum semua dilaksanakan dan teraktualisasi dalam UUPA. Sebagai contoh, belum dibentuknya Pengadilan HAM di Aceh, belum diserahkannya secara penuh badan pengelolaan tanah Aceh, belum selesainya persoalan bendera dan lambang Aceh, Aceh tidak jadi diberikan akses bebas menikmati perdagangan bebas dengan semua bagian tanpa hambatan pajak, dan kebijakan nasional seringkali melangkahi UUPA tetapi dalam fakta yuridisnnya setiap kebijakan DPR RI terkait ihwal kepentingan khusus Aceh berlaku konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.

Kedelapan, penuntasan masalah perang Aceh adalah salah satu masalah yang sangat pelik, bayangkan saja sejak Perang Aceh dengan Belanda, belum diselesaikan dengan baik, bahkan tidak dapat kompensasi perang kala itu. Penerapan DOM di Aceh juga masih banyak menyisakan permasalahan, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat harus bersama merehabilitasi korban-korban perang dengan pendekatan non yudisial. 

Antara lain pemberian beasiswa bagi rakyat Aceh, membangun rumah para korban, memberikan pelayanan psikologi terhadap korban perang, dan memaksimalkan kehidupan-kehidupan rakyat Aceh yang terkena dampak perang. Bertujuan. Memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM dan memberikan atensi kepada para korban dan keluarga korban.

Kesembilan, problem agraria di Aceh sudah banyak terjadi di wilayah-wilayah Aceh karena berdasarkan UUPA, Aceh diberikan pengelolaan sumber daya alam di bidang tanah. Namun hingga saat ini resolusi konflik agraria oleh pemerintah Aceh belum berjalan maksimal yang menyebabkan semakin banyaknya konflik agraria bermunculan di daerah Aceh. 

Menurut beberapa penelitian menunjukan bahwa kurang tegasnya pemerintah Aceh dalam melindungi sumber daya alam yang menjadi hak masyarakat ataupun perusahaan, serta minimnya upaya penyelesaian konflik agraria sumber daya alam oleh pemerintah Aceh. Landasan hukum yang tidak tepat juga sering menjadi persoalan terjadinya konflik agraria sumber daya alam dan lamanya penyelesaian konflik

Sembilan pokok permasalahan tersebut menjadi pekerjaan rumah tangga bersama dalam kancah Pilkada 2024. Permasalahan tersebut haruslah menjadi visi misi bersama sehingga problem ke Aceh dalam waktu dekat akan segera diselesaikan dengan baik. Bukankah perjuangan Abu Razak sejak dulu dalam proses niat memperjuangkan keadilan bagi rakyat Aceh. Sembilan problem di atas haruslah diselesaikan dengan baik karena rakyat Aceh menaruh harapan besar kepada Mualem dan Abu Razak, serta Partai Aceh agar ada perubahan yang signifikan bagi rakyat Aceh.

Semoga!!!. [**]

Penulis: Muhammad Ridwansyah, M.H. (Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Muda Seudang Aceh }

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda