Beranda / Berita / Aceh / Dewan Nasional Diminta Cabut Status KEK Arun Lhokseumawe

Dewan Nasional Diminta Cabut Status KEK Arun Lhokseumawe

Jum`at, 22 November 2019 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua JAMAN Aceh Safaruddin (kiri) dan Ketua Bidang Komunikasi Publik dan Jaringan Muhammad Dahlan saat mengantarkan surat ke Kantor Dewan Nasional Kawasan Khusus di Jakarta, Kamis (21/11/2019). [Foto: HO-Dok. JAMAN Aceh/Antara]

DIALEKSIS.COM | Lhoksukon - Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diminta mencabut status KEK Arun Lhokseumawe. Permintaan ini disampaikan Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Provinsi Aceh.

"Kami minta Dewan Nasional Kawasan KEK untuk mengusulkan pembatalan status KEK Arun Lhokseumawe sesuai dengan kewenangannya dalam PP No 5 tahun 2017," kata Ketua JAMAN Aceh Safaruddin SH dalam keterangan tertulisnya kepada media, Kamis (21/11/2019).

Safaruddin mengatakan, permintaan itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus  (KEK) Arun Lhokseumawe. 

Dalam PP tersebut pada pasal 6 ayat (3), kata dia, berdasarkan evaluasi pada tahun ketiga pelaksanaan pembangunan KEK Arun Lhokseumawe belum siap beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus: melakukan perubahan luas wilayah atau zona; memberikan perpanjangan waktu paling lama 2 (dua) tahun; melakukan penggantian badan usaha; dan/atau pengusulan pembatalan dan pencabutan KEK Arun Lhokseumawe.

Menurut JAMAN, jika mengacu pada PP Nomor 5 tahun 2017 yang diundangkan pada 17 Februari 2017, maka saat ini KEK Arun Lhokseumawe telah memasuki tahun ketiga bulan ke sembilan.

Dari beberapa KEK Arun Lhokseumawe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas: a. Zona Pengolahan Ekspor; b. Zona Logistik; c. Zona Industri; d. Zona Energi; dan e. Zona Pariwisata, sampai saat ini belum siap beroperasi sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 5 tahun 2017. 

"KEK Arun Lhokseumawe jika mengacu pada PP-nya sudah berjalan dua tahun lebih, dan di tahun ketiga belum juga ada tanda akan beroperasi dari beberapa zona yang diberikan oleh PP No 5 tahun 2017," sebut Safaruddin, seperti dikutip dari Antara.

Menurut Safaruddin, JAMAN meminta pencabutan status KEK Arun Lhokseumawe kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus karena beratnya beban pemerintah Aceh dalam melaksanakan tugas pelayanan publik dan pembangunan di Aceh. 

Ia mengatakan, dalam dua tahun ini serapan APBA sangat tidak memuaskan. Bahkan untuk tahun 2019 ini, sesuai dengan informasi dari website http://p2k-apba.acehprov.go.id yang diakses hari ini Kamis (21/11/2019), terlihat realisasi keuangan masih sebesar 59,6 persen dan realisasi fisik sebesar 67,0 persen dari jumlah APBA Rp17,327 triliun.

Rendahnya serapan APBA ini, kata dia, tentu menunjukkan kemampuan dan beratnya beban kerja Pemerintah Aceh. Belum lagi pemenuhan hak dasar masyarakat Aceh seperti pembangunan rumah layak huni bagi ribuan masyarakat Aceh berpenghasilan rendah.

Pembangunan itu menurutnya telah diusulkan Baitul Mal Aceh tahun 2019 namun ditunda pembangunannya oleh Pemerintah Aceh tanpa alasan yang jelas, padahal dana pembangunan rumah tersebut bersumber dari dana non APBA tapi infak dari masyarakat Aceh.

"Alasan kami meminta agar dicabutnya status KEK Arun Lhokseumawe untuk meringankan bebas kerja Pemerintah Aceh, jangan sampai tugas utamanya Pemerintah Aceh sebagai pelayan masyarakat terganggu dalam merealisasikan program dan kegiatan yang telah dianggarkan dalam APBA," kata Safaruddin.

Realisai APBA 2019 yang rendah, kata dia, menjadi tolak ukur bagi kinerja Pemerintah Aceh semakin berat. Jika kemudian dibebani dengan tanggung jawab untuk membangun KEK Arun Lhokseumawe, tentu akan semakin memberatkan tugas Pemerintah Aceh ke depan dalam penyerapan APBA. 

"Dan jika serapannya rendah maka kegiatan dan pembangunan yang telah dianggarkan dalam APBA tentu akan terbengkalai dan akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat Aceh," sebutnya. 

Karena itu, JAMAN Aceh meminta kepada Dewan Nasional Kawasan sesuai dengan kewenangannnya untuk mencabut status KEK Arun Lhokseumawe dari Pengelolaan Pemerintah Provinsi Aceh dan menyerahkan kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Konsorsium BUMN di kawasan tersebut untuk pembangunannya. 

"Menurut kami itu lebih efektif sehingga tidak menganggu kinerja Pemerintah Aceh dalam melaksanakan tugas pelayanan publik yang dibiayai dari APBA, karena jika serapan APBA rendah maka seluruh masyarakat Aceh akan dirugikan," tutup Safaruddin.

Adapun Ketua JAMAN Aceh Safaruddin dampingi Muhammad Dahlan Bidang Komunikasi Publik dan Jaringan., mengantarkan langsung surat pembatalan status KEK Arun ke Kantor Dewan Nasional Kawasan Khusus di Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Surat tersebut juga ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua Forum Bersama DPR/DPD RI Provinsi Aceh, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri, Ketua DPRA dan Ketua Umum DPP JAMAN. (me/antara)

Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda