Beranda / Berita / KPK Blokir Rekening Nindya Karya Senilai Rp 44 Miliar

KPK Blokir Rekening Nindya Karya Senilai Rp 44 Miliar

Senin, 16 April 2018 11:53 WIB

Font: Ukuran: - +


Pegawai PT Nindya Karya Heru Sulaksono. KPK resmi menahan Heru Sulaksono terkait dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (Foto: TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)


DIALEKSIS.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memblokir rekening PT Nindya Karya senilai Rp 44 miliar. Pemblokiran ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh yang menjerat PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka.

Jubir KPK, Febri Diansyah mengatakan, usai diblokir, uang dalam rekening PT Nindya Karya dipindahkan ke rekening penampungan KPK. Febri menyatakan, upaya ini dilakukan sebagai bagian untuk memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari korupsi pembangunan dermaga Bongkar Sabang.

"Sebagai bagian dari upaya memaksimalkan asset recovery, penyidik telah melakukan pemblokiran terharap rekening PT. NK (Nindya Karya) dengan nilai sekitar Rp 44 miliar dan kemudian memindahkannya ke rekening penampungan KPK untuk kepentingan penanganan perkara," kata Febri saat dikonfirmasi, Senin (16/4).

Diketahui, KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga Bongkar Sabang, Aceh. Kedua korporasi tersebut diduga terlibat merugikan negara sekitar Rp 313 miliar dari nilai proyek Rp793 miliar. PT Nindya Karya mendapat keuntungan sebesar Rp 44,68 miliar.

Sementara PT Tuah Sejati mendapat keuntungan sebesar Rp 49,9 miliar. Untuk kepentingan penyidikan kasus ini, KPK juga telah menyita sejumlah aset milik PT Tuah Sejati senilai sekitar Rp 20miliar. Sejumlah aset itu, yakni satu unit SPBU, satu unit SPBN di Banda Aceh, dan satu unit SPBE di Meulaboh.

Dalam mengusut kasus ini, KPK setidaknya telah memeriksa 128 orang. Ratusan saksi itu, terdiri dari unsur PNS, pensiunan dan pejabat di lingkungan Pemda Sabang, staf pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Aceh, Slstaf, mantan staff dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), staf dan pejabat atau pengurus PT. Tuah Sejati, staf, Kepala Departeman Keuangan dan pejabat atau pengurus PT Nindya Karya (Persero), serta Direktur Utama PT. Kemenangan.

"Terdapat juga saksi dari unsur Direktur Perencanaan PT. Trapenca Pugaraya, Direktur Utama PT. Cipta Puga, Direktur PT. Reka Multi Dimensi, Karyawan PT BCP, dan sejumlah swasta lainnya," katanya.

Diberitakan, KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh, tahun anggaran 2006-2011. Penyidikan terhadap PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dengan tersangka sebelumnya.

Syarif menyebut PT NK dan PT TS melalui Heru Sulaksono selaku Kepala Cabang PT NK Cabang Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation diduga melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dalam pengerjaan proyek senilai Rp793 miliar dari APBN tahun 2006-2011.

Nilai proyek pembangunan dermaga Sabang dari tahun 2006 sampai 2011 terus meningkat. Pada 2006 anggaran turun sebesar Rp 8 miliar, 2007 sebesar Rp 24 miliar, 2008 sebesar Rp 124 miliar, 2009 sebesar Rp 164 miliar, 2010 sebesar Rp 180 miliar, dan pada 2011 sebesar Rp 285 miliar. Nilai tersebut belum termasuk tahun 2004 yang sudah dianggarkan senilai Rp 7 miliar, namun tidak dikerjakan pada kurun 2004-2005 karena bencana Tsunami Aceh. Meski demikian, uang muka telah diterima sebesar Rp 1,4 miliar.

Dugaan penyimpangan yang terjadi dalam proyek dermaga Sabang ini antaranya terjadi penunjukan langsung, Nindya Sejati Join Operation sejak awal telah diarahkan sebagai pemenang pelaksana pembangunan. Kemudian rekayasa dalam penyusunan HPS dan penggelembungan harga, perkejaan utama diserahkan kepada PT Budi Perkasa Alam, dan terjadi kesalahan dalam prosedur di mana izin-izin terkait seperti AMDAL dan lainnya belum ada namun pembangunan sudah dilaksanakan. Akibatnya keuangan negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp 313 miliar.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Suara Pembaruan)

Keyword:


Editor :
HARIS M

riset-JSI
Komentar Anda