Selasa, 02 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Banjir Aceh Melumpuhkan Infrastruktur, Rektor Unimal Minta Tetapkan Jadi Bencana Nasional

Banjir Aceh Melumpuhkan Infrastruktur, Rektor Unimal Minta Tetapkan Jadi Bencana Nasional

Selasa, 02 Desember 2025 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Dr. Herman Fithra, ASEAN Eng. Foto istimewa. 


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Dr. Herman Fithra, ASEAN Eng., sangat prihatin terhadap kerusakan masif akibat banjir besar yang melanda pesisir utara Aceh dan sejumlah wilayah lain di Sumatra. 

Dalam sebuah pernyataan resmi yang diterima media dialeksis.com, Selasa, 2 Desember 2025, Profesor Herman menilai bahwa skala bencana kali ini merupakan salah satu yang terbesar dalam dua dekade terakhir, bahkan mendekati dampak dahsyat gempa dan tsunami 26 Desember 2004.

Ia menyampaikan pandangan tersebut setelah meninjau langsung kondisi lapangan pada Ahad, 30 November 2025, tepat beberapa hari setelah puncak banjir besar yang menerjang Aceh Utara dan daerah sekitarnya.

Menurut Prof. Herman, kondisi infrastruktur di sepanjang pesisir utara Aceh mulai dari Pidie Jaya, Aceh Utara, hingga Aceh Tamiang, mengalami kerusakan yang sangat parah. Bahkan laporan serupa diterima dari wilayah tengah Aceh di Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, dan di pesisir Barat Selatan di Aceh Barat dan Nagan Raya, Tapanuli, hingga Sumatra Barat.

“Saya melihat sendiri jalan yang terangkat, aspal terlepas, badan jalan patah dan putus, hingga jembatan yang rusak berat. Kerusakan ini sangat masif. Dalam bidang keahlian saya sebagai guru besar transportasi, saya memahami bahwa perbaikan ini memerlukan waktu panjang, tenaga besar, dan biaya yang sangat mahal," ujarnya. 

Ia menekankan bahwa infrastruktur Aceh selama ini sudah berada dalam kondisi cukup baik. Kerusakan yang terjadi saat ini menurutnya akan berdampak luas terhadap mobilitas, logistik, dan perputaran ekonomi masyarakat dalam jangka panjang.

Prof. Herman mengingatkan bahwa kerusakan infrastruktur hanyalah salah satu sisi dari bencana besar ini. Dampak sosial“ekonominya, kata dia, jauh lebih mengkhawatirkan.

“Tanaman rusak, panen gagal, hewan ternak banyak mati. Banyak UMKM berhenti beroperasi karena peralatan rusak dan modal habis. Lapangan pekerjaan lenyap begitu saja,” katanya. Jika tidak dilakukan intervensi cepat, ia khawatir Aceh akan menghadapi lonjakan angka kemiskinan.

Selain itu, krisis energi dan kebutuhan harian turut memperburuk situasi. Listrik padam total di banyak titik, distribusi BBM tersendat hingga warga harus mengantre berjam-jam, bahkan hingga berkilo-kilometer. 

"Orang kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok. Ini sangat memprihatinkan,” ungkapnya.

Dalam usia 53 tahun, Prof. Herman mengaku baru kali ini melihat skala kerusakan dan kesulitan masyarakat yang sedemikian besar, selain bencana tsunami 2004.

"Banjir besar ini adalah salah satu bencana terparah yang saya saksikan dalam hidup saya setelah tsunami. Dampaknya sangat luas, menyentuh hampir semua aspek kehidupan masyarakat Aceh,” ujarnya.

Sebagai akademisi, Herman tegas meminta perhatian seluruh pemangku kepentingan, baik di Aceh maupun pemerintah pusat. 

Ia menyarankan agar banjir besar di Aceh segera ditetapkan sebagai bencana nasional guna membuka jalan percepatan pemulihan, termasuk dukungan anggaran, logistik, dan pengerahan sumber daya. Ia mengajak untuk gotong royong seluruh pihak dan terus membantu masyarakat Aceh.

“Dengan status bencana nasional, kita bisa memiliki payung hukum untuk mempercepat recovery, memulihkan ekonomi, dan membantu masyarakat bangkit kembali. Jangan biarkan rakyat kita semakin miskin dan kesulitan,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI