Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Carut Marut Pengelolaan Dana Desa

Carut Marut Pengelolaan Dana Desa

Rabu, 08 Januari 2020 07:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi. [Foto: Ist./kanalntb.com]


DIALEKSIS.COM - Di penghujung 2019 lalu, Kapolri menerbitkan Surat Telegram mengenai prosedur penanganan tindak pidana korupsi yang berasal dari laporan atau pengaduan masyarakat. 

Surat Telegram ini bertujuan untuk menjelaskan tindakan yang harus dihindari guna mencegah korupsi dan prosedur penanganan laporan tindak pidana korupsi yang melibatkan pemerintah daerah serta permasalahan dana desa.

Wajar saja. Data ICW (Indonesia Corruption Watch) menyebutkan, korupsi Dana Desa terus meningkat dari tahun ke tahun. Korupsi Dana Desa mencapai 22 kasus pada tahun 2015, kemudian 48 kasus pada 2016, kemudian 98 kasus pada 2017 dan 96 kasus pada tahun 2018.

Sejak 2015 hingga 2018 ditemukan total 252 kasus korupsi Dana Desa. Tak hanya itu, jumlah kepala desa yang terjerat kasus tersebut pun meningkat. Total 214 kepala desa yang terjerat korupsi sepanjang periode tersebut.

Total kerugian negara mencapai 107,7 miliar dari kasus ini. Bentuknya meliputi penyalahgunaan anggaran, laporan fiktif, penggelapan dana, penggelembungan anggaran dan suap.

Kasus Dana Desa di Aceh

Di Aceh, beberapa kasus korupsi Dana Desa yang mengantarkan oknum kepala desa ke penjara di antaranya Kepala Desa Bumi Sari dan mantan pejabat kepala desa setempat, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya. 

Mereka diringkus Polres setempat dan ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Mei 2018 lalu karena diduga merugikan negara sebesar Rp 120 juta untuk proyek jalan terobosan pembangunan desa dan jalan pemukiman tahun 2015.

Selanjutnya, Kepala Desa Geulumpang Tujoh, Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara diringkus dan ditahan Polres setempat sejak 25 Oktober 2018 lalu. Ia terjerat kasus pemalsuan tanda tangan salah satu aparat desa setempat untuk proses pencairan Dana Desa sebesar Rp 863 juta. 

Kasus Dana Desa kembali berlanjut. Kali ini di Kabupaten Aceh Singkil. Inspektur Inspektorat setempat, M Hilal kepada media, Kamis (12/12/2019) lalu, menyampaikan temuan penyelewengan Dana Desa mencapai di bawah Rp 5 miliar. Kasus ini terjadi di 116 desa se-Aceh Singkil.

Respon Berbagai Pihak

Menanggapi kasus ini, Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh mendukung penuh kebijakan yang diambil Kapolri, Jenderal Polisi Idham Aziz melalui Surat Telegram yang dikeluarkan pada 31 Desember 2019 lalu kepada seluruh Kapolda se-Indonesia, menyangkut dengan pemberantasan kasus korupsi.

"Aceh mendapat jatah Dana Desa sebesar Rp 5,05 triliun pada tahun 2020. Kapolda dan jajarannya harus pro aktif memantau pengelolaan semua ini," kata Sekjen Forum LSM Aceh, Sudirman Hasan kepada Dialeksis.com, Selasa (7/1/2020).

"Banyak sekali masalah dalam hal pengelolaan Dana Desa di Aceh, terutama pelanggaran yang melibatkan elit perangkat desa itu sendiri," tambahnya.

Sekjen Forum LSM Aceh itu juga berharap, dengan adanya Surat Telegram Kapolri ini tidak membuat ketakutan para kepala desa dalam menjalankan program pembangunan di tempat masing-masing. 

"Pemerintah daerah setempat harus hadir memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para kepala desa, baik itu melalui pihak ketiga ataupun Dinas PMG (Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong)," kata Sudirman.

"Kemudian jika ada temuan, kita semua berharap dilaksanakan pembinaan terlebih dahulu, supaya dapat dilakukan perbaikan," pungkasnya.

Selanjutnya, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Provinsi Aceh menyampaikan siap bekerjasama dengan pihak kepolisian dalam rangka penegakan hukum dan tertib administrasi pengelolaan keuangan desa sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

"Terkait Surat Telegram Kapolri soal pengentasan korupsi, APDESI Aceh menyambut baik dan siap bekerjasama sesuai arahan Kapolri," kata Ketua DPD APDESI Aceh, Muksalmina kepada Dialeksis.com, Selasa (7/1/2020).

"Dan proses pembinaan terhadap desa harus tetap dikedepankan sebelum melakukan penindakan lebih lanjut," pungkasnya.

Selanjutnya, Peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Nasrul Rizal mengatakan, di satu sisi pihaknya setuju dengan kebijakan Kapolri terkait penindakan Dana Desa. Namun di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa desa-desa masih kebingungan jika berbicara terkait manajemen keuangan.

"Banyak aparatur desa yang belum siap secara kapasitas dengan menerapkan sistem keuangan yang ketat dan sistematis yang dibuat oleh pemerintah," ungkap Nasrul.

"Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) masih sangat lemah di tingkat desa. Tentu diharapkan peran pemerintah membenahi permasalahan ini melalui peningkatan kapasitas SDM tentang pengelolaan keuangan yang benar, agar tidak ada lagi penyimpangan," tambahnya.

Peneliti JSI ini juga menyebutkan, tindakan penyimpangan bisa terjadi akibat besarnya domain kepentingan pribadi kepala desa daripada kepentingan publik yang harusnya lebih diprioritaskan.

"Kemudian ada pula yang melakukan penyimpangan secara berjamaah melalui struktur perangkat desanya," ungkap Nasrul.

"Hal ini disebabkan karena kurangnya komitmen diri dan hukuman yang bersifat mengandung efek jera belum diterapkan. Ruang inilah yang kemudian dimanfaatkan para aparat desa setempat," pungkasnya.

Berbagai permasalahan yang ditemukan terkait pengelolaan dana desa, harusnya menjadi pelajaran. Baik itu terjebak karena sistem, atau malah sengaja berbuat maladministrasi. Dibutuhkan inovasi berupa pembinaan yang lebih terstruktur dan merata serta pengawasan yang lebih tepat dari pemerintah agar menimbulkan efek jerah kepada para elit yang bermain dan tega memakan dana desa.

Pun demikian, perilaku penyimpangan dana desa ini merupakan bagian dari lunturnya nilai-nilai keimanan dan kepedulian terhadap daerahnya sendiri, semoga ke depan tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat guna. (ahn/sm)


Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda