Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Menyoal Kemiskinan di Aceh

Menyoal Kemiskinan di Aceh

Selasa, 21 Januari 2020 08:22 WIB

Font: Ukuran: - +

 Potret miskin di Aceh (foto/ Aceh Pressfoto)

DIALESKSI.COM - Mengubah sebuah negeri kearah yang lebih baik tidaklah semudah membalik telapak tangan. Semuanya membutuhkan proses, ada tahapan yang harus dilalui.

Demikian dengan persoalan kemiskinan di Aceh. Menguranginya tidaklah seperti tertuangnya air dari langit yang langsung membasahi bumi.

Namun persoalan kemiskinan di Aceh dapat dilihat melalui data. Apakah angka kemiskinan itu naik, stagnan atau turun. Data yang akan menjadi fakta.

Aceh sudah membuktikan ada perubahan angka dalam persoalan kemiskinan. Dari Maret 2018 hingga hitungan Maret 2019, tercatat 21.000 masyarakat di negeri Serambi Mekkah ini terbebaskan dari prediket miskin.

Namun walau angka kemiskinan itu dapat diperkecil, tidak naik, tudingan negatif terhadap kinerja pemerintahan Aceh masih bermunculan.

Bagi Plt Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah, menilai kritikan yang ditujukan kepada pemerintah Aceh, justru ditanggapinya sebagai penyemangat penguat langkah ke depanya.

"Angka kemiskinan yang sudah turun, kita masih dikritik, bagaimana kalau angka itu naik," sebut Nova, Senin (20/1/2020) dalam kunkernya ke Kuta Cane.

Dari catatan data statistik pada Maret 2018, angka kemiskinan di Aceh tercatat mencapai 15,68 persen. Kemudian pada Maret 2019 mengalami penurunan sebesar 0,31 persen (15, 32 persen) dan pada September 2019 kembali turun berkisar di angka 15,01 persen.

Artinya sejak September 2018 sampai dengan September 2019, angka kemiskinan di Aceh mengalami penurunan 0,67 persen. Bukan menunjukan angka kemiskinan yang bertambah, namun perlahan lahan mampu diperkecil.

Namun walau menunjukan penurunan, kritikan masih ditujukan kepada pemimpin di negeri ini. Muatan politisnya tinggi. Namun Nova menanggapinya justru sebagai pemicu semangat tim worknya untuk lebih giat dalam membangun Aceh di tahun 2020.

Angka kemiskinan itu menurut kepala BPS Aceh, Wahyudin, telah menunjukan Provinsi Aceh kembali mencatatkan prestasinya, terkait penurunan angka kemiskinan yang secara nasional berada pada peringkat ke tujuh.

Mengapa angka kemiskinan itu dapat diperkecil? Menurut Kepala Bappeda Aceh, Helvizar Ibrahim, faktor penurunan angka kemiskinan Aceh sebesar 0,31 persen itu, disebabkan realisasi dana APBA yang mencapai di atas 90 persen dari pagunya Rp17 triliun.

Dilain sisi, angka kemiskinan itu turun juga disebabkan realisasi dana desa yang mencapai 99,9 persen dari pagunya Rp4,9 triliun, serta berbagai sumber pembiayaan pembangunan lainnya.

Menurut Helvizar yang didampingi Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani, hingga akhir tahun lalu, perputaran uang di desa lewat pembangunan melalui anggaran dana desa tahap III masih berlangsung.

"Sampai akhir tahun kegiatan pembangunan di desa berjalan. Pada tahun ini berbagai program dan kegiatan penanganan kemiskinan dan pengangguran yang akan dilaksanakan. Pemerintah Aceh sangat optimis angka kemiskinan Maret 2020 nanti, akan turun lagi, melebihi 0,2 persen," sebutnya.

Untuk dana desa, sebut Hervizar, pihaknya mengupayakan penarikan dana desa tahap I sebesar 20 persen, dari pagunya Rp5,04 triliun, bisa dilaksanakan pada minggu ketiga atau keempat bulan Januari ini. Sehingga kegiatan pembangunan di desa terus bergulir tanpa ada jeda.

Keliru Faham Kemiskinan

Pemerhati kebijakan pemerintahan Aceh, Bulman Satar, mengurai tentang bagaimana memahami kemiskinan, sehingga tidak salah faham dan keliru.

Menurutnya, Pembangunan adalah upaya sistematis dan terencana untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup manusia. Tujuan adalah arah yang kita inginkan itu apa?

Segala sesuatu yang tidak kita inginka, tidak akan pernah menjadi tujuan. Kalau sudah menjadi tujuan, maka harus fokus dan berkhidmat kepada apa yang kita inginkan.

Kalau dihadapkan pada pertanyaan apa tujuan pembangunan? Kalau harus memilih "kesejahteraan" dan "kemiskinan"', mana yang akan kita pilih sebagai jawabannya?

Tentunya adalah mencapai kesejahteraan, tidak akan pernah kemiskinan. Meski sering kita negasikan dengan kata-kata aktif seperti ; mengentaskan, mengurangi, memerangi dan sebagainya. Menegasikan hal-hal yang tidak kita inginkan tidak serta merta membuat kita memiliki tujuan.

Menurutnya, kemiskinan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kekurangan/ketidakmampuan orang untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Ada dua kata kunci di sini : kurang/tidak mampu dan kebutuhan hidup. Lalu mana yang jadi sumber masalahnya? Ketidakmampuan atau kebutuhan (hidup)?

Tidak mungkin jawabanya kedua duanya. Kehadiran dan keberadaan manusia ke dunia adalah untuk menjadi makhluk yang berkebutuhan. Itulah keniscayaan terbesar dari makna eksistensial manusia di muka bumi.

Lalu kenapa pula BPS berteori ikan, beras, dan lainya? Kebutuhan hidup manusia sebagai faktor penyebab kemiskinan? Semua pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup lalu dianggap sebagai penyebab kemiskinan? Tanya Bulman Satar.

Bahkan rokok pun ikut-ikutan dituding menjadi penyebab kemiskinan. Kalau dikatakan bahwa rokok itu menambah berat beban hidup orang miskin, itu iya. Karena uang yang seharusnya mereka pergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok, justru dialokasikan ke kebutuhan yang tidak pokok.

Tapi kalau dikatakan rokok penyebab kemiskinan itu yang tidak benar. Langsung terbantahkan, karena banyak orang miskin yang tidak merokok dan banyak orang yang merokok itu tidak miskin.

Disinilah lucunya, sebut Bulman. Apa implikasi serius dari teori kemiskinan versi BPS ini? Kita tidak perlu makan ikan, beras (nasi) dan makanan lain yang menjadi sumber nutrisi yang menopang eksistensi kita sebagai makhluk fisik.

"Karena itu membuat kita menjadi miskin. Jadi theun deuk saja (tahan lapar saja), kalau perlu mati sekalian. Nah kalau sudah mati kan nggak perlu lagi menyandang predikat sebagai orang miskin," sebutnya.

Jadi problem sejatinya adalah , kekurang/ketidakmampuan. Itu yang harus diubah, didekontruksi dan ditransformasi menjadi mampu dengan aksi-aksi aktif-positif.

Mengembangkan, menumbuhkan, memberdayakan, meningkatkan. Ketika berhasil, maka kemiskinan yang tertanggulangi dan terentaskan dengan sendirinya.

"Sekadar mengentaskan kemiskinan bukan dan tidak akan pernah menjadi tujuan pembangunan. Tujuan pembangunan adalah mewujudkan kesehateraan. Tujuan positif mewujudkan kesejahteraaan tidak akan pernah berhasil dilakukan dengan pendekatan negatif pengentasan kemiskinan," sebutnya.

Aceh Hebat

Mengubah tarap hidup masyarakat Aceh ke arah yang lebih sejahtera, program pembangunan itu haruslah kontinu dan terukur. Pemerintahan Irwandi Nova mengaungkan Aceh teuga dan Aceh hebat. Ada 15 program unggulan di dalamnya.

Program itu akan mengubah keadaan penghidupan rakyat Aceh. Ada program Aceh Seujahtera (JKA plus). Aceh carong, Aceh energy, Aceh meugoe dan meulaot. Aceh troe , Aceh kreatif, Aceh kaya, Aceh peumulia, Aceh dame, Aceh mueadab, Aceh Sueniya, Aceh Seumeugot dan sejumlah program lainya.

Program itu akan terasa manfaatnya bila sudah diselesaikan dengan baik, artinya tidak terputus di tengah jalan dan hanya berlangsung beberapa tahun anggaran. Namun harus fokus pada ahir dari tujuan, untuk apa program itu dilaksanakan.

Dalam kunjungan kerjanya di Kuta Cane, Nova Iriansyah, Plt Gubernur menjelaskan, pada tahun 2019 sudah dibangun 4.006 unit rumah untuk masyarakat dari 5.000 unit yang direncanakan. Pada tahun 2020 ini akan kembali dibangun 5.700 unit rumah dan pembangunanya akan dimulai Februari ini.

Pembangunan rumah itu adalah salah satu upaya dari berbagai program yang disiapkan pemerintah Aceh untuk memperbaiki tarap hidup masyarakat, agar lebih sejahtera. Program program itu merupakan jalan untuk memperkecil angka kemiskinan.

Aceh sudah menunjukan sebuah prestasi dalam memperkecil angka kemiskinan. Dari tahun 2018 (September) hingga September 2019, sudah 21.000 penduduk Aceh terbebaskan dari prediket miskin.

Pada Maret 2019 jumlah penduduk miskin Aceh sebesar 819 ribu orang (15,32 persen), pada September 2019 mengalami penurunan menjadi 810 ribu orang (15,01 persen). Turun mencapai 9.000. bila ditotal dari September tahun sebelumnya, sudah 21.000 warga Aceh terbebaskan dari prediket miskin.

Maret 2020 ini ditargetkan angka kemiskinan itu kembali akan turun melebihi 0.2 persen. Seiring dengan berjalanya program, perputaran waktu semakin menunjukan angka kemiskinan di Aceh itu mengalami penurunan.

Turunya tidak drastis seperti membalik telapak tangan, namun angka penurunanya pasti, dari hari ke hari mengalami perubahan. Aceh sudah masuk dalam 7 skala nasional dalam menurunkan angka kemiskinan.

Harapan

Banyak pihak yang menaruh harapan agar upaya penekanan angka kemiskinan di Aceh terus mengalami perubahan. Dari sejumlah harapan itu, Nasrul Rizal, Peneliti Jaringan Survei Inisiatif, kepada menulis menyampai pesan.

Nasrul Rizal berharap, di tahun 2020, untuk menekan angka kemiskinan yang perlu diprioritaskan adalah optimalisasi pelaksanaan anggaran yang sudah direncanakan. Ada beberapa pos anggaran yang mesti dikawal.

Terutama ketepatan sasaran terhadap masyarakat miskin seperti beras sejahtera (Rastra) atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), PKH dan KUBE. Pemerintah Aceh perlu membentuk tim yang solid untuk mengawal agar program sosial ini dilaksanakan tepat waktu, tepat sasaran dan tepat jumlah.

Nasrul Rizal juga menyarankan untuk dilakukan evaluasi ulang. Untuk jangka menengah dan panjang, sasaran atau penerima manfaat di program peningkatan kesejahteraan seperti di Dinas Pertanian dan Perkebunan dan DInas Kelautan dan Perikanan serta DInas Koperasi dan UKM perlu dievaluasi ulang.

" Data penduduk miskin (BDT) yang sudah dimiliki oleh Bappeda Aceh untuk jangka panjang dan menengah perlu dilakukan evaluasi ulang," sebutnya.

Semoga ditahun ini dan tahun mendatang angka kemiskinan di Aceh itu semakin menurun. Bila saat ini tercatat 810 orang Aceh tergolong miskin, Maret dan September tahun ini angka itu semakin berkurang dan tahun depanya semakin mampu diperkecil. (Bahtiar Gayo)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda