Jum`at, 14 November 2025
Beranda / Ekonomi / HILPI Aceh Dorong Kemandirian Industri Telur, Kritisi Rencana Kerja Sama Asing

HILPI Aceh Dorong Kemandirian Industri Telur, Kritisi Rencana Kerja Sama Asing

Jum`at, 14 November 2025 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

HILPI Aceh Dorong Kemandirian Industri Telur, Kritisi Rencana Kerja Sama Asing. [Foto: dok. HILPI Aceh]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Himpunan Ilmuwan dan Peneliti Indonesia (HILPI) Aceh membuka diskusi publik untuk merumuskan strategi pengembangan industri ayam petelur di provinsi itu. Lebih dari seratus peserta hadir, mulai dari akademisi, pemerintah, hingga pelaku usaha. 

Acara ini menjadi bagian dari penyusunan naskah akademik yang kelak diserahkan kepada Pemerintah Aceh.

Ketua panitia, Agam Rizki, mengatakan forum ini dirancang untuk menghasilkan masukan berbasis kajian ilmiah. “Ini kontribusi konkret HILPI bagi upaya mewujudkan kemandirian pangan Aceh,” kata Agam dalam pembukaan.

Ketua HILPI Aceh, Eka Meutia Sari, menambahkan bahwa sektor peternakan membutuhkan kerja sama lintas pihak. Ia berharap rekomendasi yang dihasilkan dapat menjadi rujukan kebijakan pemerintah daerah.

Kebutuhan Telur Tinggi, Produksi Lokal Menyusut

Dalam sesi pemaparan, Hj. drh. Yessy Fandiba membeberkan kebutuhan telur di Aceh yang mencapai dua juta butir per hari. Jumlah itu diperkirakan melonjak menjadi tiga juta butir jika program Makan Bergizi Gratis bergulir sepenuhnya. 

“Produksi lokal belum mampu menutup kebutuhan itu,” ujar Yessy.

Kondisi ini membuat Aceh masih bergantung pada pasokan dari luar daerah. Yessy menilai situasi tersebut berpotensi menekan stabilitas harga dan pasokan pangan pokok.

“Just Do It”, Dorongan agar Pemerintah Bergerak Lebih Cepat

Narasumber lain, akademisi peternakan Aman Yaman, menilai Aceh memiliki sumber daya manusia serta bahan baku pakan yang cukup untuk mengembangkan industri ayam petelur secara mandiri. Ia mengkritik lambannya pengambilan keputusan pemerintah.

“Peternakan berurusan dengan makhluk hidup. Tidak bisa menunggu DIPA cair baru bergerak. Harus ada komitmen kuat,” kata Aman.

Ia meminta pemerintah belajar dari kegagalan proyek sebelumnya, termasuk pemilihan lokasi dan pola perencanaan. Menurutnya, perguruan tinggi harus dilibatkan penuh dalam perumusan dan eksekusi program.

Kritik Kerja Sama dengan China

Nada lebih keras datang dari Hadi Surya. Ia mempertanyakan rencana pemerintah menggandeng pihak dari Tiongkok untuk pengembangan industri tersebut. Hadi menilai Aceh sudah memiliki kapasitas teknologi dan SDM yang cukup.

“Teknologi closed house sudah banyak di Aceh. Banyak pengusaha lokal siap masuk. Tidak perlu bergantung ke asing,” ujarnya.

Hadi mengingatkan agar pemerintah tidak mengulangi pola kemitraan seperti pada industri ayam pedaging yang dinilainya merugikan peternak. Ia menyebut pola kemitraan yang berjalan saat ini sebagai “sistem perbudakan modern” yang memperlihatkan ketimpangan antara perusahaan dan peternak.

Ia mendorong pembentukan koperasi atau serikat peternak untuk memperkuat posisi tawar dan menekan biaya produksi melalui pembelian pakan serta obat secara kolektif.

Menuju Kebijakan Baru Industri Petelur Aceh

Diskusi publik ini akan menjadi landasan penyusunan naskah akademik pengembangan industri ayam petelur Aceh. Dokumen tersebut direncanakan menjadi rekomendasi resmi yang akan ditujukan kepada Pemerintah Aceh.

HILPI berharap proses ini menjadi momentum untuk membangun industri petelur yang berkelanjutan dan tidak bergantung pada pasokan luar daerah maupun pihak asing. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI