DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya (TRH), menegaskan komitmennya dalam membangun pondasi kelembagaan ekonomi kreatif nasional dari nol.
Dalam diskusi eksklusif bersama Dialeksis di kantor Kemenekraf di Autograph Tower Lt. 33, Jakarta, TRH menjelaskan bahwa kementerian yang ia pimpin memiliki karakter unik berbeda dengan kementerian lain yang telah mapan dan stabil selama puluhan tahun.
“Sebagai pionir, saya dan tim memulai dari dasar. Kami menyiapkan pondasi organisasi, sistem kerja, hingga arah kebijakan yang kuat agar ekonomi kreatif bisa menjadi mesin baru pertumbuhan nasional,” ujar TRH kepada Dialeksis.
Langkah tersebut bukan sekadar penyusunan struktur birokrasi, tetapi merupakan upaya membangun ekosistem kreatif yang berkelanjutan, di mana ide dan inovasi menjadi aset bangsa.
Kemenekraf di bawah kepemimpinannya kini memiliki struktur yang lengkap dengan empat deputi utama yang membawahi bidang; Strategis Ekraf, Kreativitas Budaya dan Desain, Kreativitas Digital dan Teknologi, dan Kreativitas Media
Langkah ini menurut TRH menjadi tonggak penting dalam memperkuat ekosistem kreatif berbasis hexahelix sinergi antara pemerintah, akademisi, bisnis, komunitas, media, dan lembaga keuangan.
“Ekonomi kreatif tidak bisa berdiri sendiri. Ia lahir dari kolaborasi lintas sektor. Pemerintah hanya menjadi fasilitator, tapi motor penggeraknya adalah para pelaku kreatif itu sendiri,” ungkap TRH.
“Kita ingin menciptakan ekosistem yang memungkinkan ide lahir, tumbuh, dan punya nilai ekonomi. Mulai dari ruang kreatif di daerah, inkubasi bisnis, hingga akses ke pasar global semua harus terhubung dalam satu sistem,” tambahnya.
Menurut TRH, kunci keberhasilan ekonomi kreatif adalah keberanian berinovasi dan adaptif terhadap perubahan teknologi.
“Anak muda kita luar biasa. Mereka punya daya cipta yang tinggi, tapi sering terkendala akses dan keberlanjutan. Di sinilah peran negara membuka jalan, bukan mengatur terlalu banyak,” jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya pemberdayaan daerah sebagai motor inovasi lokal.
“Jangan semua hal selalu berpusat di Jakarta. Potensi kreatif di daerah itu luar biasa dari musik tradisi, kuliner, fesyen, hingga gim dan animasi. Kita bantu mereka agar bisa naik kelas, menjadi bagian dari ekonomi nasional yang berdaya saing global,” tutur TRH dengan optimis.
Dirinya menegaskan bahwa pendekatan menjalankan visi dan misi maupun program sesuai ‘Asta Cita’ Presiden Prabowo Subianto, kunci mewujudkan hal tersebut disampaikan TRH harus realistis sekaligus visioner. Ia tidak hanya berbicara tentang ide besar, tetapi juga menata ulang infrastruktur kelembagaan dan sistem pendukung yang selama ini menjadi hambatan utama bagi pelaku ekonomi kreatif.
“Saya percaya, kalau kita bangun pondasi yang kuat hari ini, lima sampai sepuluh tahun ke depan, Indonesia akan dikenal bukan hanya karena sumber daya alamnya, tapi karena kreativitas manusianya,” pungkas TRH.
Dengan fondasi yang kuat dan arah kebijakan yang jelas, TRH optimistis bahwa ekonomi kreatif akan menjadi lokomotif baru pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong kemandirian, membuka lapangan kerja, dan memperkuat identitas bangsa di kancah global.