Beranda / Opini / Pemimpin Informal dan Perubahan

Pemimpin Informal dan Perubahan

Selasa, 30 Juli 2019 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Jabal Ali Husin Sab.

Oleh Jabal Ali Husin Sab 

Fondasi nilai dalam masyarakat adalah faktor tak terlihat yang mempengaruhi keberlangsungan tatanan sosial yang harmoni.

Nilai-nilai kemanusiaan yang diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial berperan penting dalam menanggulangi masalah sosial seperti kemiskinan di saat negara abai dalam menjalankan fungsi mensejahterakan kehidupan masyarakat.

Di Bangladesh misalnya, Muhammad Yunus menerima nobel perdamaian dalam bidang ekonomi karena kesuksesannya dalam program social entrepreneurship.

Ia mendirikan Grameen Bank, yang menginisiasi program pinjaman mikro untuk menumbuhkan usaha mikro bagi masyarakat yang tidak cukup layak untuk mendapatkan pinjaman bank konvensional. Ia juga turut membimbing nasabah dengan mengajarkan prinsip finansial dasar yang dapat membantu usaha mereka.

Konsep ini kemudian dipinjam dan telah diterapkan di hampir 100 negara di seluruh dunia. Ide Muhammad Yunus telah menghasilkan perubahan yang signifikan bagi negaranya. Ia kemudian bukan hanya dilibatkan oleh pemerintah negaranya untuk menanggulangi kemiskinan. Ia juga turut dilibatkan dalam lembaga-lembaga di bawah PBB untuk bekerja mengatasi masalah kemiskinan dunia.

Provinsi Aceh masih dihantui dengan masalah kemiskinan yang penanganannya belum dapat ditanggulangi dengan baik. Besarnya anggaran dan pendapatan belanja provinsi Aceh belum mampu berjalan optimal. Namun dibalik minimnya peran pemerintah, muncul upaya-upaya pribadi maupun kelompok untuk membantu kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Dewasa ini, kerja-kerja sosial yang muncul dari akar rumput telah tersiar melalui sosial media. Diantaranya adalah pembangunan rumah bagi warga miskin yang diinisiasi oleh Edi Fadhil. Melalui inisiatifnya, tak kurang dari 60 rumah warga miskin telah dibangun melalui penggalangan dana yang dilakukan lewat media sosial.

Ketersediaan rumah yang layak huni adalah diantara faktor yang dapat memecahkan masalah kemiskinan. Keberhasilan inisiatif ini tak lepas dari respon positif publik yang menunjukkan adanya kepedulian terhadap sesamanya.

Selain Edi Fadhil, juga muncul sejumlah kerja-kerja sosial yang bergerak dalam berbagai bentuk. Tujuannya sama, yaitu mencoba meringankan beban masyarakat miskin. Upaya-upaya penanganan masalah sosial adalah bentuk nyata dari berlangsungnya kepemimpinan yang bersifat informal di tengah minimnya peran kepemimpinan formal atau kepemimpinan resmi yang dipegang pemerintah.

Kepemimpinan formal hanya terkesan simbolik dan berlaku secara administratif dan regulatif. Sementara fungsi kepemimpinan yang diantaranya adalah penanggulangan masalah, dalam hal ini masalah kemiskinan, tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Fondasi dari kepemimpinan informal ini adalah kepedulian sosial mereka sebagai bagian dari masyarakat yang coba melakukan perubahan untuk memecahkan persoalan dalam masyarakat.

Dalam praktiknya, mereka menunjukkan berbagai soft skill yang mereka miliki seperti kemampuan untuk meyakinkan publik betapa pentingnya gagasan mereka untuk didengar dan dilakukan. Kemampuan ini membuat mereka mendapatkan kepercayaan publik untuk turut memberikan donasi bagi terlaksananya gagasan tersebut.

Soft skill lain adalah kemampuan mereka untuk berjejaring dengan berbagai pihak. Bicara, mendengarkan dan bekerjasama dengan warga masyarakat dari beragam latar belakang.

Mereka juga mampu melakukan proyek sosial mereka dengan baik, akuntabel dan bertanggung jawab. Sehingga kepercayaan publik terhadap mereka makin kuat.

Dengan begitu, fungsi kepemimpinan informal mereka di tengah masyarakat semakin kuat. Kemampuan mereka untuk melakukan perubahan menjadi semakin besar.

Lebih jauh lagi, para pemimpin informal dapat menjadi jembatan antara masyarakat dengan para pemimpin formal. Pemimpin informal yang lahir dari rahim masyarakat mengetahui keadaan masyarakat yang sebenarnya dan merasakan langsung permasalahan di tengah masyarakat.

Para pemimpin informal dapat menjadi wakil masyarakat untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Maka, pemerintah dalam menjalankan fungsi kepemimpinan formal, perlu untuk melibatkan para pemimpin informal.

Kepemimpinan Masa Depan

Jika kita menganalisis sebab-sebab kegagalan kepemimpinan formal atau kepemimpinan politik, maka dapat disimpulkan bahwa kegagalan kepemimpinan politik disebabkan oleh hubungan antara tokoh politik dengan masyarakat yang tidak dibangun berdasarkan atas hubungan yang kuat.

Para tokoh politik tidak memainkan fungsi kepemimpinan dalam masyarakat terlebih dahulu. Relasi antara tokoh politik dan masyarakat cenderung dibangun atas relasi transaksional menjelang pemilu. Kepemimpinan politik yang semacam ini yang lebih banyak muncul hari ini. Bangunan relasi yang seperti ini hanya bersifat sementara dan cenderung rapuh.

Kemajuan kita ke depan sangat bergantung dari kelahiran pemimpin-pemimpin yang punya ikatan kuat dengan masyarakat. Ikatan ini terbangun dari sejauh mana fungsi kepemimpinan tersebut dijalankan.

Fungsi ini berjalan ketika para pemimpin mampu mempengaruhi orang banyak untuk menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat dan menjadi inisiator perubahan.

Kelahiran para pemimpin informal yang punya kepekaan dan kepedulian sosial tinggi menjadi prasyarat perubahan di tengah lemahnya kepemimpinan formal. Bahkan bukan tidak mungkin, ke depannya para pemimpin informal yang punya modal sosial yang kuat, dapat mengambil alih kepemimpinan politik formal.()

Penulis adalah pemerhati kajian sosial politik, islam dan peradaban. Pegiat di Komunitas Menara Putih.

Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda