DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ulama Aceh meminta Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menetapkan bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh--serta sejumlah wilayah lain seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat--sebagai Bencana Nasional.
Permintaan tersebut dinilai penting untuk mempercepat penanganan korban, pemulihan infrastruktur, serta membuka ruang bantuan kemanusiaan yang lebih luas dan terkoordinasi, termasuk dari masyarakat internasional, secara akuntabel dan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Seruan itu disampaikan dalam Muzakarah Ulama Aceh yang digelar di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Minggu, 14 Desember 2025.
Dalam forum tersebut, para ulama juga meminta Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, bersama para bupati/wali kota se-Aceh menyusun Blueprint Pembangunan Aceh Berkelanjutan Pasca Bencana Hidrometeorologi.
Blueprint tersebut diharapkan terintegrasi dan berorientasi pada mitigasi bencana, pemulihan lingkungan, penguatan ekonomi masyarakat, serta perlindungan lembaga pendidikan dan rumah ibadah.
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk. H. Faisal Ali atau yang dikenal sebagai Abu Sibreh, mendorong Pemerintah Aceh serta pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan revisi anggaran agar selaras dengan kebutuhan penanganan bencana banjir dan longsor di berbagai daerah di Aceh.
Menurut Abu Sibreh, para ulama memahami keterbatasan pemerintah daerah dalam menghadapi bencana dengan skala besar. Karena itu, muzakarah tersebut mendesak pemerintah pusat memberikan perhatian serius, dukungan anggaran, serta langkah-langkah strategis jangka pendek dan jangka panjang yang objektif dan proporsional sesuai tingkat kedaruratan.
“Pemerintah Aceh diharapkan dapat menyatukan sikap, memperkuat koordinasi lintas sektor, serta menyampaikan kondisi dan dampak bencana secara jujur, terbuka, dan terukur kepada Pemerintah Pusat sebagai dasar pengambilan kebijakan dan percepatan penanganan,” ujar Abu Sibreh.
Dalam kesempatan yang sama, para ulama juga merekomendasikan agar pemerintah bersama aparat penegak hukum mengusut secara serius para pelaku perusakan lingkungan yang berkontribusi terhadap terjadinya bencana. Mereka diminta ditindak secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku.
Muzakarah Ulama Aceh turut mengimbau seluruh elemen masyarakat, baik di Aceh maupun di luar Aceh, untuk tidak menyebarkan fitnah, ujaran kebencian, caci maki, maupun provokasi yang dapat memperkeruh suasana di tengah musibah dan penderitaan para korban.
Selain itu, masyarakat diajak menghidupkan masjid-masjid, baik di daerah terdampak bencana maupun tidak, melalui berbagai kegiatan ibadah, doa bersama, penguatan spiritual, serta aktivitas sosial-keagamaan yang dapat menenangkan dan menguatkan kondisi psikologis masyarakat.
Muzakarah tersebut juga mengajak seluruh umat Islam untuk terus memanjatkan doa kepada Allah Swt. demi keselamatan, pemulihan, dan kemakmuran Aceh serta daerah-daerah lain yang terdampak bencana. Masyarakat Aceh diimbau memperbanyak ibadah dan amal saleh sebagai ikhtiar batin untuk keselamatan dan kebangkitan pascabencana.