Beranda / Berita / Nasional / Aset First Travel Harus Dikembalikan ke Korban, Bukan untuk Negara

Aset First Travel Harus Dikembalikan ke Korban, Bukan untuk Negara

Minggu, 17 November 2019 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Jamaah yang akan mengikuti sidang gugatan perdata aset First Travel memasuki gedung pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Rabu (20/3/19). [Foto: Kahfie Kamaru/Antara]

DIALEKSIS.COM | Bandung - Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin tetap ingin aset First Travel dikembalikan kepada korban, bukan menjadi rampasan negara apalagi dilelang.

Menurut Burhanuddin, seluruh tuntutan jaksa dalam kasus First Travel menginginkan sepenuhnya barang bukti dan uang bisa dikembalikan kepada korban. Ia pun sempat bingung ketika pengadilan memutuskan barang bukti tersebut menjadi rampasan negara.

"Asetnya First Travel ini kita nuntut agar barang bukti dan uang uang disita dikembalikan kepada korban, namun pengadilan, itu disita untuk negara, ini kan jadi masalah," ujar Burhanuddin, Minggu (17/11/2019), dikutip dari Republika.

Oleh karena itu, menurut Burhanuddun, masalah tersebut, akan segera dibahas kembali dengan jajarannya. Karena, seluruh upaya hukum telah dilakukan. 

Namun ia akan tetap melakukan upaya-upaya hukum lain agar aset First Travel dikembalikan kepada jamaah. 

"Justru itu lagi kita bahas. Kita akan bahas apa upaya hukumnya ya," katanya  saat ditemui usai mengunjungi Paguyuban Pasundan di Jalan Aceh, Bandung.

Selama perjalanan kasus tersebut, kata dia, Jaksa dalam tuntutannya sudah jelas, meminta agar barang bukti bisa dikembalikan kepada para korban First Travel, bukan menjadi sitaan negara.

"Pengadilan memutuskan barang bukti uang dan barang-barang lainnya disita untuk negara, padahal kita tuntutannya dikembalikan kepada korban," katanya.

Jaksa Agung RI ST Burhanuddin memberikan sambutan pada acara Kunjungan Jaksa Agung RI di Paguyuban Pasundan, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Ahad (17/11). [Foto: Abdan Syakura/Republika]

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heri Jerman mengatakan vonis yang dijatuhkan hakim memang berbeda dengan tuntutan JPU, seperti Nuraidah Hasibuan alias Kiki yang dalam tuntutan 18 tahun, menjadi vonis 15 tahun penjara.

Selain itu, yang berubah dari tuntutan JPU juga mengenai aset First Travel yang telah lama dinanti-nantikan korban First Travel, yang ternyata dirampas negara.

Desakan LPSK

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai perampasan aset First Travel oleh negara tak tepat. 

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, negara bukan pihak yang dirugikan dalam kasus tindak pidana pencucian uang dan penggelapan tersebut.

Menurut dia, seharusnya negara lebih mementingkan kerugian para jamaah calon haji, yang menjadi korban dari biro perjalanan ibadah tersebut. 

"Negara tak boleh mengambil keuntungan dari kasus First Travel ini," kata Edwin kepada Republika, Minggu (17/11/2019).

Kata dia, korban First Travel bukan cuma mengalami kerugian materiil. Melainkan, imateril dari kasus tersebut.

"Korban juga mengalami penderitaan psikis akibat terpaan perundungan sosial di lingkungan. Karena gagal umroh atau haji," sambung Edwin.

LPSK, memberikan sejumlah solusi atau jalan tengah agar keadilan bagi para korban First Travel, terpenuhi. 

LPSK, kata Edwin menyarankan agar seluruh aset First Travel yang sudah dirampas untuk negara, dikembalikan ke para nasabah yang menjadi korban.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi. [Foto: Moh Nadlir/Kompas.com]

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wakil Ketua LPSK Nilai "Safe House" Sebaiknya Ditangani Lembaga Khusus", https://nasional.kompas.com/read/2017/08/15/21323811/wakil-ketua-lpsk-nilai-safe-house-sebaiknya-ditangani-lembaga-khusus.

Penulis : Moh. Nadlir

Caranya, kata dia, para nasabah yang menjadi korban tersebut, melayangkan permintaan kepada Kejaksaan Agung (Kejakgung), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), agar seluruh aset First Travel yang disita tersebut, dilelang dan hasilnya dikembalikan kepada para nasabah korban. 

Kedua, opsi konstitusional dengan pengajuan permohonan pengembalian pembayaran atau restitusi kepada pelaku, lewat pengadilan.

Cara kedua memang bakal memakan waktu lama. Karena memerlukan identifikasi, dan verifikasi para korban yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian. 

Namun, kata Edwin, sebagai lembaga perlindungan saksi, LPSK, kata dia, bersedia menjadi fasilitator dalam usaha mendataan para korban yang berhak mendapatkan ganti kerugian lantaran First Travel.

Opsi ketiga, LPSK menyarankan kepada negara, agar mengembalikan aset First Travel itu ke tujuan semula. Yakni, peribadatan.

Menurut LPSK, para korban First Travel menanamkan uangnya ke biro perjalanan umrah dan haji itu untuk tujuan ibadah ke Tanah Suci. 

Namun, kasus pencucian uang dan penggelapan yang dilakukan pemiliknya, membuat tujuan ibadah tersebut, menjadi tak terpenuhi.

Perampasan aset oleh negara, membuat ganti kerugian kepada para korban menjadi sulit. 

Namun, LPSK menilai para korban dapat meminta kepada negara lewat pengadilan, agar aset yang disita tersebut, digunakan untuk tujuan beribadatan lainnya, seperti membangun rumah-rumah peribadatan, masjid atau mushala ataupun untuk pembangunan sarana pendidikan Islam.

Kronologis

First Travel di bawah bendera PT First Anugerah Karya Wisata mulai merambah bisnis perjalanan ibadah umrah pada awal 2011.

Terdakwa Direktur Utama First Travel Andika Surachman (kedua kanan), Direktur Anniesa Hasibuan (kanan), dan Direktur Keuangan Siti Nuraida Hasibuan (kedua kiri) menjalani sidang kasus dugaan penipuan dan pencucian uang biro perjalanan umrah First Travel dengan agenda pembacaan amar putusan di Pengadilan Negeri Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (30/5/2018). [Foto: Indrianto Eko Suwarso/Kompas.com]

Pada 28 Maret 2017 , Kementerian Agama yang pertama kali memantau bahwa ada yang aneh dari model bisnis First Travel. Tak lama, Kemenag pun melakukan klarifikasi, investigasi, advokasi, hingga mediasi dengan jemaah.

Sejak 18 April 2017, mulai terungkap ada jemaah yang merasa dirugikan karena di antara mereka ada yang sampai gagal tiga kali berangkat umrah. Saat dimintai kejelasan, manajemen First Travel selalu berkelit.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 21 Juli 2017 memerintahkan PT First Anugerah Karya Wisata menghentikan penjualan paket promonya karena ada indikasi investasi ilegal dan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin. 

Bareskrim Polri menetapkan direktur utama dan direktur First Travel Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan sebagai tersangka pada 9 Agustus 2017 . 

Indonesia dibuat geger! Melansir dari Kompas.com (30/05/2018), total ada 63.000 orang jamaah yang gagal diberangkatkan ke Tanah Suci dengan kerugian mencapai Rp 905,33 miliar. 

Majelis hakim memvonis terdakwa Andika Surachman 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider 8 bulan, Anniesa Hasibuan 18 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider 8 bulan, sementara Siti Nuraida alias Kiki Hasibuan 15 tahun dan denda Rp5 miliar subsider 8 bulan kurungan.

Vonis itu dijatuhkan dalam sidang kasus dugaan penipuan dan pencucian uang biro perjalanan umrah First Travel dengan agenda pembacaan amar putusan di Pengadilan Negeri Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (30/5/2018). (me/dbs)

Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda