Beranda / Berita / Nasional / Bitcoin Terjun Payung Nilai Jualnya, Pertanda Apa?

Bitcoin Terjun Payung Nilai Jualnya, Pertanda Apa?

Sabtu, 20 Maret 2021 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Infografis/ usai Tesla Fintech Milik Bos Twitter ikutan Borong BitcoiN


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Harga mata uang kripto, bitcoin tidak banyak bergerak pada perdagangan Sabtu (20/3/2021). Sementara jika dilihat sepekan terakhir, harganya lengser dari rekor tertinggi sepanjang masa.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 15:25 WIB, bitcoin diperdagangkan di level 58.771,05/BTC menguat 0,66%. Di bandingkan harga penutupan Sabtu pekan lalu, bitcoin turunn sekitar 5%.

Bitcoin menyentuh level tertinggi sepanjang masa US$ 61.780,63/BTC pada Jumat (13/3/2021), setelahnya harganya turun cukup tajam dalam 2 hari beruntun, dan kembali naik meski cenderung tipis-tipis saja. Belum ada lagi lesatan harga yang tajam, padahal sedang ada angin segar yang bisa membuatnya diterima semakin luas.

Salah satu bank raksasa Amerika Serikat (AS), Morgan Stanley, dalam layanan wealth management, menawarkan akses ke bitcoin kepada para nasabah yang kaya raya.

Kabar tersebut dilaporkan CNBC International Rabu (17/3/2021) yang mengutip dari seorang sumber yang menolak untuk dipublikasikan indentitasnya.

Morgan Stanley menjadi bank besar pertama di AS yang memberikan layanan bitcoin ke nasabahnya. Meski tidak semua nasabah, bahkan yang kaya, bisa mendapatkan layanan tersebut. Morgan Stanley baru akan memberikan akses kepada nasabah dengan "toleransi risiko yang agresif" yang memiliki dana yang dikelola perusahaan minimal US$ 2 juta.

Selain itu, Morgan Stanley juga menerapkan aturan yang ketat, investasi di bitcoin dibatasi maksimal 2,5% dari dana yang dimiliki.

Selain menimbulkan euforia di pasar finansial, bitcoin juga masih menuai kontra. Masih banyak tokoh-tokoh finansial global yang menyebut bitcoin sebagai suatu aset yang berbahaya, sebut saja Menteri Keuangan AS, Janet Yellen.

Kemudian pemerintah India juga akan melarang segala macam aktivitas terkait mata uang kripto, pelakunya bisa terancam sanksi denda hingga hukuman penjara.

Bitcoin bahkan diberi cap "mother of all bubbles" oleh Michael Hartnett, kepala strategi investasi Bank of America.

Saat Hertnett mengungkapkan hal tersebut, harga bitcoin berada di kisaran US$ 40.000/btc, jika dibandingkan dengan level saat ini, sudah melesat nyaris 50% lagi.

Hartnett melihat bitcoin melesat jauh lebih besar dari kenaikan aset-aset yang pernah mengalami bubble dalam beberapa dekade terakhir. Harga emas yang melonjak 400% di akhir 1970an misalnya, kemudian bursa saham Jepang di akhir 1980an, hingga dot-com bubble di akhir 1990an.

Aset-aset tersebut melesat 3 digit persentase, sebelum akhirnya crash dan nyungsep senyungsep-nyungsepnya. Meski demikan, Hartnett tidak memberikan prediksi harga bitcoin akan nyungsep, ia hanya menunjukkan jika bitcoin menjadi contoh meningkatnya aksi spekulasi.

Sementara itu. investor veteran, Mark Mobious, dalam acara CNBC Pro Talk Rabu (18/3/2021) kemarin mengatakan ia "berharap dan berdoa" harga bitcoin tidak mengalami crash, sebab hal itu akan memicu anjloknya pasar yang lebih luas.

Menurut Mobius, kenaikan mata uang kripto menjadi salah satu alasan pasar saham menguat, sebab banyak pemain bitcoin, bahkan yang menjadi miliuner semakin berani mengambil risiko di aset lainnya.

"Ini merupakan salah satu alasan kenapa kinerja pasar saham menjadi bagus, orang-orang yang membeli bitcoin, katakanlah di harga US$ 1 atau US$ 10, saat ini menjadi kaya," kata Mobius sebagaimana dilansir CNBC International.

"Orang-orang itu bersedia 'membuang' uangnya di pasar saham bahkan berjudi. Saya berharap dan berdoa harga bitcoin tidak akan crash, sebab jika itu terjadi saya pikir akan ada kemerosotan di pasar saham," tambahnya [cnbcindonesia.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda