Rabu, 13 Agustus 2025
Beranda / Berita / Nasional / Mahasiswa UIN Ar-Raniry Kritik Tajam Pernyataan Menkue Soal Gaji Guru dan Dosen

Mahasiswa UIN Ar-Raniry Kritik Tajam Pernyataan Menkue Soal Gaji Guru dan Dosen

Minggu, 10 Agustus 2025 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Sekretaris Kabinet Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FSH, M. Ikram Al Ghifari. Foto: dok pribadi


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mempertanyakan apakah seluruh gaji guru dan dosen harus ditanggung negara, menuai kritik keras dari mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Ar-Raniry. 

Mereka menilai ucapan itu mengindikasikan upaya negara mengalihkan tanggung jawab konstitusional kepada masyarakat.

Sekretaris Kabinet Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FSH, M. Ikram Al Ghifari, menegaskan Pasal 31 UUD 1945 telah jelas mengatur kewajiban pemerintah membiayai pendidikan, termasuk memastikan kesejahteraan guru dan dosen.

“Mempertanyakan hal tersebut sama saja meremehkan amanat konstitusi. Guru dan dosen adalah ujung tombak pendidikan nasional,” kata Ikram, Sabtu, 10 Agustus 2025.

Ikram menyebut pernyataan Sri Mulyani sebagai retorika yang bisa mengikis peran negara. “Pendidikan bukan proyek CSR, dan guru-dosen bukan relawan yang nasibnya bergantung pada belas kasih donatur. Kalau APBN bisa jor-joran untuk proyek mercusuar dan penyelamatan BUMN, kenapa kesejahteraan pendidik selalu jadi bahan diskusi, bukan keputusan?” ujarnya.

Ia menilai gaji pendidik bukan sekadar angka di laporan keuangan, melainkan bentuk penghormatan negara terhadap profesi yang membentuk masa depan bangsa. Mengandalkan sumbangan masyarakat sebagai sumber utama pendanaan, kata Ikram, justru menjerumuskan pendidikan ke dalam ketidakpastian.

“Partisipasi publik itu penting, tapi sifatnya pelengkap, bukan pengganti. Mengaburkan kewajiban negara membayar pendidiknya adalah pengkhianatan terhadap UUD 1945,” tegasnya.

Ikram juga menyoroti ketimpangan prioritas anggaran di Indonesia. Menurut dia, proyek infrastruktur raksasa sering mendapat dana besar, sementara kesejahteraan guru dan dosen tertinggal di daftar prioritas.

“Ini soal keberpihakan, bukan kemampuan fiskal. Kalau negara serius membangun peradaban, investasi pertama harus pada guru dan dosen, bukan sekadar beton dan baja,” ujarnya.

Ia mendesak pemerintah mereformasi kebijakan anggaran pendidikan, memastikan gaji pendidik layak, dan menghentikan retorika yang melemahkan komitmen negara.

“Negara harus membayar penuh harga masa depan bangsanya. Pendidikan adalah hak, bukan beban; kewajiban, bukan pilihan; guru dan dosen adalah prioritas, bukan pelengkap,” kata Ikram.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI