Beranda / Berita / Aceh / Aceh Institute Siap Kawal Penegakan Qanun KTR di Kota Banda Aceh

Aceh Institute Siap Kawal Penegakan Qanun KTR di Kota Banda Aceh

Rabu, 27 April 2022 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Pertemuan “Penggalangan Komitmen KTR Kota Banda Aceh” yang dihadiri oleh Pemerintah Kota Banda Aceh beserta jajarannya, The Union, Walikota Bogor, Perwakilan Kemendagri Pusat, dan Aceh Institute, Selasa (26/4/2022) yang digelar secara hybrid. [Foto; dok. Aceh Institute]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Lukman SKM MKes menyebutkan, Banda Aceh merupakan leader kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun masih diperlukan komitmen bersama untuk mewujudkannya, termasuk sinergi dengan seluruh sektor pemerintah kota. 

Hal itu disampaikan Lukman dalam pertemuan “Penggalangan Komitmen KTR Kota Banda Aceh” yang dihadiri oleh Pemerintah Kota Banda Aceh beserta jajarannya, The Union, Walikota Bogor, Perwakilan Kemendagri Pusat, dan Aceh Institute, Selasa (26/4/2022) yang digelar secara hybrid.

"Permasalahan utama yang saat ini menjadi sorotan adalah tingginya jumlah perokok aktif dari kalangan pelajar dan remaja, di mana 41% siswa SMA merupakan perokok," ungkap Lukman.

Wali kota Banda Aceh H. Aminullah Usman, SE.Ak, MM mengapresiasi kegiatan tersebut dan siap mendukung Qanun KTR. 

"Rokok, dengan efek negatif bagi kesehatan dan ekonomi, harus diatur agar masyarakat dapat merasakan hidup yang sehat dan keadaan ekonomi yang membaik," tutur orang nomor satu di Banda Aceh itu.

Kebijakan ini telah memiliki payung hukum berupa Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok, sehingga Aminullah berharap kegiatan ini dapat membawa dampak solutif terhadap kepatuhan masyarakat kota terhadap Qanun.

Sementara itu, Koordinator Substansi Kesehatan Kementerian Dalam Negeri, Arifin Effendy Hutagalung, SE., MM memaparkan tentang kebijakan penggunaan pajak rokok daerah dan dana bagi hasil cukai tembakau. 

"Pemanfaatan dana tersebut harus dituangkan dalam rencana kerja pemerintah daerah untuk menurunkan persentase perokok di daerah karena data menyebutkan bahwa perokok usia muda terus meningkat, terutama di Aceh, dalam 3 tahun terakhir masih berada dalam kisaran 28% untuk kategori perokok usia 15 tahun ke atas," urainya.

The Union sebagai lembaga yang mendukung penerapan KTR, dalam hal ini diwakili oleh Lily S. Sulistyowati menyebutkan bahwa Qanun KTR Kota Banda Aceh telah cukup luas menyebutkan area KTR. 

Meskipun demikian, regulasi ini membutuhkan komitmen seluruh pemangku kebijakan untuk menindaklanjuti pelanggaran di area KTR.

"Perlu adanya reward and punishment yang konkrit agar masyarakat berkomitmen menjaga aturan merokok ini," ucapnya.

Salah satu poin penting, tambah Liliy, yang perlu dipertimbangkan adalah tentang paparan iklan rokok yang pada akhirnya menarik perokok baru, sehingga pembatasan iklan dinilai menjadi salah satu solusi yang dapat dilaksanakan. 

"Selain itu, mengingat efek kemiskinan yang juga ditimbulkan oleh rokok, pemerintah kota perlu memperluas jejaring kerjasama dengan seluruh tokoh masyarakat, agama, adat, LSM, media dan organisasi remaja untuk berkomitmen dalam menerapkan qanun KTR termasuk memberikan sosialisasi dan edukasi tentang KTR," katanya

Lili juga menyebutkan bahwa salah satu best practice yang dapat dicontoh adalah penerapan KTR di Kota Bogor.

Pada kesempatan yang sama, The Aceh Institute sebagai penggerak sekaligus delegasi The Union di Aceh sudah melakukan beberapa sosialisasi, workshop, media briefing, FGD, dan survey terkait Qanun KTR ini. 

Direktur Aceh Institute, Muazzinah Yacob menyebutkan bahwa Qanun KTR ini pada dasarnya tidak melarang orang merokok, tetapi mengatur tempat merokok sehingga perokok dan bukan perokok sama-sama memperoleh hak asasinya. 

"Survei Aceh Institute 2019 menunjukkan tingkat kepatuhan Qanun KTR paling tinggi berada di rumah sakit, sedangkan paling rendah di pasar tradisional. Ini merupakan tugas bersama untuk meningkatkan kepatuhan terhadap Qanun tersebut," tukasnya.

Dalam tahun 2022, Muazzinah menyebutkan bahwa Aceh Institute bersama The Union berencana membangun komitmen penguatan KTR di kabupaten/kota di Aceh, kerjasama dengan dunia usaha, komunitas, dan ulama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, melibatkan media, serta mengukur dan mengevaluasi implementasi Qanun KTR. 

“Iklan rokok juga perlu dievaluasi” sebutnya.

Mengingat kondisi dan kebiasaan masyarakat Aceh, diperlukan regulasi yang lebih berani dan inovatif dalam menegakkan Qanun KTR, Aceh Institute juga menawarkan bentuk pelaporan pelanggaran KTR dengan menggunakan website. 

“Aceh Institute siap mendampingi penerapan Qanun KTR ini” tegas Muazzinah.

Pertemuan hybrid itu juga dihadiri Wali Kota Bogor, Bima Arya, sebagai narasumber best practice KTR. 

Kebijakan di Bogor, sebutnya, diawali dengan mengadakan survei yang menghasilkan data perokok di tempat umum. Tingginya perokok usia muda juga disebabkan oleh harga rokok yang terjangkau, mudah didapati di warung kecil, serta paparan iklan rokok. 

"Pemerintah Kota Bogor rutin melakukan inspeksi mendadak di berbagai tempat umum, memberlakukan sistem reward and punishment, dan juga memasang rambu KTR di angkutan umum dan tempat umum lainnya," ungkap Bima.


Dalam diskusi dengan Wali Kota Banda Aceh, Bima Arya menyarankan 3 langkah utama untuk meningkatkan kepatuhan KTR: 1) Perlu komitmen yang konsisten dari Pemerintah kota beserta jajarannya. Langkah awalnya dimulai dengan data dan riset, di samping payung hukum, untuk melawan praktik bisnis rokok yang ‘tidak sehat’, 2) Rutin melakukan sidak dan memberikan reward bagi pelaku usaha yang patuh dan punishment untuk yang melanggar, termasuk tipiring kepada pelanggar di lokasi kejadian, dan 3) Harus adanya pengukuran kemajuan program KTR yang didukung dengan data yang valid.

Acara tersebut ditutup dengan penandatangan komitmen penegakan KTR di Kota Banda Aceh oleh Wali Kota beserta Forkompinda Kota Banda Aceh. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda