Sabtu, 16 Agustus 2025
Beranda / Berita / Aceh / Aceh Peace Forum II Refleksikan 20 Tahun Damai, Rumuskan Gagasan Masa Depan Aceh

Aceh Peace Forum II Refleksikan 20 Tahun Damai, Rumuskan Gagasan Masa Depan Aceh

Sabtu, 16 Agustus 2025 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Panitia APF-2, Nina Noviana. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Organisasi masyarakat sipil menggelar peringatan dua dekade perdamaian Aceh dengan penyelenggaraan Aceh Peace Forum II (APF-2) di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, pada Rabu (13/8/2025).

Forum yang dihadiri oleh 60 peserta dari unsur masyarakat sipil, akademisi, hingga tokoh masyarakat ini mengusung tema Strategi untuk Perdamaian dan Pembangunan Menuju Kemajuan, Kesejahteraan, dan Keadilan.

Ketua Panitia APF-2, Nina Noviana, menegaskan bahwa forum ini tidak hanya sekadar peringatan seremonial, melainkan ruang refleksi kritis atas perjalanan 20 tahun perdamaian Aceh pasca penandatanganan MoU Helsinki pada 2005.

“Maksud dan tujuan dari Aceh Peace Forum ke-2 ini adalah untuk merefleksikan sekaligus mengkritisi 20 tahun pelaksanaan perdamaian Aceh. Harapannya, dari forum ini lahir gagasan strategis dan kontekstual untuk memperkuat perdamaian Aceh dalam 20 tahun ke depan,” ujar Nina kepada media dialeksis.com.

Nina juga memaparkan bahwa Aceh Civil Society Task Force (ACSTF), sebagai penggerak forum ini, telah menyelenggarakan dua agenda penting sebagai bagian dari rangkaian APF-2.

Pertama, menjadikan APF sebagai wadah konsolidasi gagasan lintas kelompok masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis perdamaian. Kedua, memperluas jejaring solidaritas dengan bergabung sebagai sekretariat Support Committee for Human Rights and Peace in Patani.

“Kita ingin menegaskan bahwa Aceh bukan hanya belajar dari masa lalunya sendiri, tetapi juga berbagi pengalaman dengan kawasan lain yang masih berjuang untuk perdamaian. Dengan menjadi sekretariat bagi komite pendukung hak asasi manusia dan perdamaian di Patani, Aceh meneguhkan perannya dalam diplomasi perdamaian regional,” tambahnya

Dalam forum ini, peserta menyampaikan evaluasi menyeluruh terhadap capaian dan tantangan dua dekade perdamaian Aceh.

 Beberapa catatan kritis yang muncul antara lain terkait implementasi butir-butir MoU Helsinki yang belum tuntas, kesenjangan pembangunan antara wilayah, serta kebutuhan untuk memperkuat keadilan sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Organisasi masyarakat sipil menggelar peringatan dua dekade perdamaian Aceh dengan penyelenggaraan Aceh Peace Forum II (APF-2) di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, pada Rabu (13/8/2025). [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]

Menurut Nina, forum juga berhasil merangkum sejumlah gagasan strategis yang akan dibawa ke depan, antara lain: yaitu mendorong penguatan lembaga lokal agar lebih transparan dan responsif terhadap aspirasi rakyat.

Selain itu, memperkuat peran generasi muda dalam agenda perdamaian dan pembangunan. Mengintegrasikan isu lingkungan hidup sebagai bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan. Membuka ruang diplomasi Aceh dengan wilayah lain di Asia Tenggara yang memiliki pengalaman konflik dan perdamaian.

“Gagasan-gagasan yang terkumpul ini adalah warisan berharga dari APF-2. Kami berharap ia menjadi bahan rujukan strategis untuk pemerintah, masyarakat sipil, maupun komunitas internasional dalam menjaga perdamaian Aceh ke depan,” jelas Nina.

Nina mengatakan bahwa momen ini adalah pengingat bahwa perdamaian bukan sekadar hasil kesepakatan di atas kertas, melainkan komitmen berkelanjutan yang harus dijaga bersama.

“Semoga melalui refleksi 20 tahun ini, kita semua semakin diberi petunjuk untuk menjaga kelancaran proses perdamaian, sehingga Aceh benar-benar bisa menjadi daerah yang maju, sejahtera, dan berkeadilan,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI