Beranda / Berita / Aceh / Ada Makna Ambigu di Permendikbud, Menko PMK: Akan Segera Direvisi

Ada Makna Ambigu di Permendikbud, Menko PMK: Akan Segera Direvisi

Jum`at, 19 November 2021 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan frasa yang menimbulkan ambiguitas dalam Permendikbudristek Nadiem Makarim nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS) akan segera dikoreksi.

Ambiguitas dalam frasa itu, kata dia, telah memicu perbedaan pendapat di tengah masyarakat dalam menyikapi aturan tersebut.

Muhadjir tak merinci frasa mana dalam aturan tersebut yang perlu diperbaiki. Namun, beberapa elemen masyarakat belum lama ini menolak rumusan norma kekerasan seksual dalam aturan itu. Sebab, ada poin dalam aturan yang dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan.

Salah satunya rumusan norma kekerasan seksual yang menjadi polemik yaitu pada Pasal 5. Aturan pada pasal itu dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Sebab, dalam pasal tersebut dijelaskan kekerasan seksual mencakup hal-hal yang dilakukan 'tanpa persetujuan' yang bisa ditafsirkan melegalkan zina, seks bebas atau tindakan pornografi jika kedua belah pihak saling menyetujui tindakan seksual. 

Berikut petikan bunyi pasal 5:

Pasal 5 ayat 1

Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 5 ayat 2;

b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;

f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;

k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;

l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang,memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;

m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;

Muhadjir menegaskan bahwa aturan Permendikbud ini secara subtantif harus didukung. Ia menilai aturan tersebut sebagai upaya mencegah dan memberikan pembelaan kepada korban kekerasan seksual.

Muhadjir lantas mengingatkan agar polemik yang muncul tak menghilangkan tujuan mulia dibuatnya aturan tersebut. Baginya, kekerasan seksual yang terjadi di kampus dan lembaga pendidikan sudah sepatutnya di tangani secara serius oleh pemerintah.

Namun, Ia juga memastikan bahwa nilai-nilai agama dan sosial di tengah masyarakat tetap harus dijaga dalam peraturan. Agar nantinya tak muncul pemahaman ganda ditengah masyarakat. (CNN Ind)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda