DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Pengurus Wilayah Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) Aceh, Teungku Zulfikar Syahabuddin Isa Bugak, mengecam keras tindakan seorang warganet asal Aceh yang diduga menghina Nabi Muhammad SAW dan melecehkan Ka’bah melalui akun TikTok bernama @tersadarkan5758, milik Putra Muslem Mahmud.
“Kami mengutuk dan melaknat orang tersebut. Kami meminta kepada pihak kepolisian segera menangkapnya. Perbuatannya sangat biadab dan tidak dapat ditoleransi,” tegas Teungku Zulfikar kepada media dialeksis.com, Rabu (8/10/2025).
Akun @tersadarkan5758, yang kini ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial, menampilkan sejumlah video pendek yang berisi ujaran menghina ajaran Islam dengan bahasa kasar dan sarkastik.
Dalam salah satu video yang viral, pelaku secara terang-terangan melontarkan kata-kata yang dianggap menghina Nabi Muhammad SAW serta menyebut Ka’bah, kiblat umat Islam, dengan sebutan yang merendahkan.
Menurut Teungku Zulfikar, tindakan seperti ini bukan hanya menyinggung perasaan umat Islam, tetapi juga merupakan tindak pidana serius sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP tentang penistaan agama.
“Kami meminta Polda Aceh melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus untuk segera menindaklanjuti kasus ini. Penegakan hukum yang cepat dan tegas penting dilakukan agar keresahan masyarakat tidak semakin meluas,” ujarnya.
Ia menambahkan, penegakan hukum yang tegas akan menjadi pelajaran dan efek jera bagi siapa pun yang mencoba menistakan agama atau mempermainkan simbol-simbol keislaman.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga cermin dari krisis moral. Aceh dikenal sebagai Serambi Mekkah, tapi justru dari sini muncul konten yang mempermainkan agama. Fenomena ini sangat memprihatinkan,” katanya.
Teungku Zulfikar menilai, kebebasan berekspresi di ruang digital tidak boleh dijadikan alasan untuk melecehkan keyakinan orang lain. Ia mengingatkan bahwa media sosial harus digunakan untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan, bukan kebencian atau provokasi.
“Kebebasan berekspresi itu ada batasnya. Ketika menyentuh hal-hal yang sakral seperti agama, maka itu bukan lagi ekspresi, tapi penodaan. Kami menyeru kepada seluruh umat Islam di Aceh agar menahan diri, tidak terprovokasi, dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwenang,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ketua IPIM Aceh juga mengimbau agar pemerintah, tokoh agama, dan lembaga pendidikan memperkuat kembali edukasi moral dan keagamaan, terutama di kalangan generasi muda.
Ia menilai lemahnya pemahaman agama dan mudahnya akses terhadap konten negatif menjadi faktor yang memicu munculnya perilaku menyimpang di dunia maya.
“Kita harus kembali menanamkan akhlakul karimah di masyarakat. Jangan biarkan generasi muda kita tersesat dalam arus kebebasan digital yang tanpa batas. Ini tugas bersama, bukan hanya aparat atau ulama,” pungkasnya.[nh]