DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam upaya menjaga stabilitas likuiditas dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, Bank Aceh terus mengoptimalkan strategi penempatan dan investasi dana sesuai prinsip syariah. Strategi ini juga selaras dengan berbagai ketentuan regulasi yang berlaku, baik dari Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penempatan dana yang dilakukan Bank Aceh merupakan bagian dari manajemen likuiditas jangka pendek, investasi, serta pemanfaatan excess liquidity guna menjaga stabilitas fiskal dan moneter, sekaligus memenuhi kewajiban kepada nasabah.
"Penempatan dana pada surat berharga menjadi salah satu strategi pengelolaan likuiditas yang lazim dilakukan oleh perbankan," ujar Abdul Rafur, Sekretaris Perusahaan Bank Aceh. "Namun, penyaluran pembiayaan tetap menjadi fokus utama kami dalam membangun struktur ekonomi Aceh yang kuat dan menjalankan fungsi intermediasi."
Penempatan Dana Sesuai Regulasi dan Prinsip Syariah
Kegiatan penempatan dana Bank Aceh didasarkan pada regulasi seperti:
- terkait Giro Wajib Minimum: PADG No 24/8/PADG/2022 dan PADG No 8/2025
- terkait Operasi Moneter: PADG No 22/23/PADG/2020 dan PADG No 3/2024
- terkait Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial: PADG No 7/2025
- POJK No. 19 Tahun 2024 tentang Perubahan atas POJK No. 42/POJK.03/2015 mengenai Liquidity Coverage Ratio
Berikut rincian penempatan dan investasinya:
1. Bank Indonesia
Total penempatan sebesar Rp2,65 triliun, terdiri dari:
- Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS) tenor 1 hari
- Sukuk Bank Indonesia dengan tenor 7 hari hingga 1 tahun
Penempatan ini digunakan untuk pemenuhan kebutuhan operasional harian dan sebagai instrumen manajemen likuiditas.
2. Kementerian Keuangan (Surat Berharga Syariah Negara - SBSN)
Bank Aceh menempatkan Rp2,91 triliun dalam SBSN, sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Giro Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 3,5% dari rata-rata Dana Pihak Ketiga.
3. BPD Syariah
Penempatan sebesar Rp1,1 triliun dalam bentuk Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA) dengan tenor 1-14 hari. Ini merupakan kerja sama kemitraan jangka pendek dalam pengelolaan likuiditas antarbank.
4. Diversifikasi Investasi: Sukuk Korporasi & Reksadana
- Sukuk Korporasi: Rp290 miliar
- Reksadana Syariah: Rp100 miliar
Investasi ini juga memberikan insentif dalam Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan diperhitungkan dalam Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).
"Kegiatan pengelolaan likuiditas dan Penempatan tersebut juga dapat dilihat dari Annual Report yang setiap tahun dikeluarkan oleh Bank Aceh sebagai laporan kinerja tahunan setiap tahunnya," tutur Abdul Rafur.
Penyaluran Pembiayaan Capai Rp20,4 Triliun
Meski aktif mengelola dana lewat instrumen investasi, Bank Aceh tetap menjadikan pembiayaan sebagai prioritas utama. Hingga triwulan IV tahun 2024, total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp20,4 triliun, tumbuh 9,19% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp18,7 triliun.
"Komposisi penyaluran pembiayaan kami telah mencapai 63,88% dari total aset Bank Aceh yang sebesar Rp31,9 triliun," jelas Abdul Rafur.
Untuk mendorong ekspansi pembiayaan , Bank Aceh telah melaksanakan berbagai program di antaranya pelatihan dan pembinaan bagi pelaku UMKM dalam bentuk workshop dengan berkolaborasi dengan stakeholder, optimalisasi penyaluran KUR, berkolaborasi dengan mitra Bank seperti koperasi, BPRS dan Lembaga keuangan Syariah lainnya dal hal penyaluran pembiayaan segmen ultra mikro dan mikro.
“Ini merupakan wujud nyata kami untuk terus berkomitmen memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam rangka menggerakkan roda perekonomian Aceh melalui penyaluran pembiayaan produktif”, tutup Abdul Rafur. [*]