Beranda / Berita / Aceh / Bantah Nodai Santrinya, Kemampuan Polisi Diuji

Bantah Nodai Santrinya, Kemampuan Polisi Diuji

Selasa, 05 Maret 2019 09:32 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSISI.COM |Redelong - Berita tentang penahanan pimpinan salah satu pimpinan Pasantren Di Kabupaten Aceh Tengah sudah viral. Namun A,43, sang pimpinan pasantren ini membantah sudah menodai santrinya yang masih dibawah umur.

Seperti menguji kemampuan polisi yang sudah menahanya, A justru menuding robeknya selaput dara santrinya dilakukan dengan orang lain. Dia mengakui dirinya sudah difitnah, bahkan dia menyebutkan siap disumpah dengan kitab keramat manapun.

Apakah Satuan Reserse Polres Bener Meriah salah dalam menetapkan tersangka dan menahan pimpinan pasantren ini? Pertanyaan itu menjadi menarik ketika tersangka membantah jeratan yang dibebankan kepadanya. (baca berita sebelumnya: Pimpinan Pasantren ditahan Polisi)

Dalam keterangnya kepada media RRI, tersangka awalnya tidak berencana mengantarkan santrinya ke Banda Aceh untuk mengikuti pelatihan. Santri itu, sebut saja namanya Bunga (15) akan menggunakan bus umum. Tersangka hanya mengantarnya sampai ke Takengon.

Namun sampainya di Takengon, surat pelatihan santri itu dari seseorang yang mengakui panitia belum juga diterima. Nomor seluler panitia ini tidak aktif. Sambil menunggu surat panitia, tersangka membawa santrinya ke Tunyang, Bener Meriah, menerima jemaah umrah.

Kemudian memenuhi undangan sahabatnya di Juli, Bireun. Kepada sahabatnya di Biruen ini, tersangka meminta untuk sama sama mengantarnya ke Banda, kalau surat dari panitia sudah diterimanya. Namun sampai jam 15.30 WIB, surat yang dinanti tak kunjung tiba, ahirnya diputuskan untuk kembali ke Ponpes. Mereka sampai di pasantren menjelang magrib.

Tersangka juga mengakui, santri yang ingin diantarnya itu menggunakan mobil pribadi miliknya tanpa ada pendampingan dari wali murid atau dewan guru. "Saya ini difitnah. Soal kenapa tidak didampingi, karena niat awal cuma antar sampai di Takengon saja," sebut A, dalam keteranganya kepada media yang difasilitasi pihak Polres, di Rutan Mapolres Bener Meriah.

Benarkah polisi salah dalam menahan tersangka? "Biarkan saja tersangka membantah, berkata sesuai keinginan dia. Itu alibinya," sebut kapolres Bener Meriah AKBP. Fahmil Irwan Ramli, ketika dikonfirmasi Dialeksis, melalui Kasat Reskrim, Iptu Wijaya Yudi, Selasa (5/3/2019) via selular.

"Kami bekerja tidak mau mengambil resiko, menahan seseorang yang tidak bersalah tanpa didasari bukti yang kuat. Ketika adanya laporan, kami harus memiliki bukti untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. Ada tiga alat bukti untuk kasus ini. Pertama keterangan korban, keduanya adanya visum yang menguatkan dan ketiga ada bukti petunjuk lainya," sebut Wijaya Yudi.

Hingga saat ini setelah tersangka lebih dari sepakan ditahan, pihaknya sudah meminta keterangan 14 saksi. Tersangka juga tidak kooperatif dalam memberikan keterangan, senantiasa berbelit belit. Keterangan tersangka banyak yang janggal, sebutnya.

Kejanggalan itu membuat pihak penyidik Mapolres Bener Meriah menguji kemampuanya sebagai penyidik untuk membuktikan mereka tidak salah dalam menatapkan tersangka. Keterangan saksi lainya ditambah visum, semakin menguatkan bahwa polisi tidak salah menetapkan tersangka.

Kalau memang benar santri ini akan mengikuti pelatihan di Banda Aceh, mengapa surat dari panitia tidak terlebih dahulu sampai kepada pimpinan pasantren. Kalau memang santrinya akan menggunakan bus umum, mengapa santrinya dibawa ke Tunyang, bahkan sampai bertemu dengan sahabat tersangka di Juli Biruen?

Apakah layak seorang santri wanita yang dititipkan di pasantren mengikuti pelatihan seorang diri tanpa ada wali atau guru pendamping (wanita). Begitu pentingkah pelatihan ini, sehingga pimpinan pasantren mengantar santri dengan mobil pribadinya, walau awalnya menurut tersangka hanya sampai di Takengon, itu juga tanpa didampingi wali atau guru pendamping?

Mungkinkah santrinya berani memberi keterangan ke penyidik, bila dia tidak mengalaminya? Apalagi orang yang disebutkan itu merupakan pimpinan sebuah pasantren tempat dia menuntut ilmu. Apakah anak dibawah umur ini berani menipu orang tuanya, walinya, sehingga sang wali melaporkan kasus itu ke Polres Bener Meriah?

Semua pertanyaan itu yang didalami pihak Polres Bener Meriah dalam menetapkan tersangka. Selain mendapatkan keterangan tersangka yang berbelit belit, tidak kooperatif, satuan serse Polres Bener Meriah sudah ada tiga alat bukti untuk kasus ini.

"Kita akan uji kemampuan kita dalam mengungkapkan sebuah kasus. Penetepan tersangka itu tidak sembarangan tanpa ada alat bukti. Biarlah nanti pihak pengadilan yang akan mengadili kasus ini untuk memutuskanya. Kalau tersangka membantah biarkan saja dia dengan alibinya," sebut Iptu Wijaya Yudi.

Pihak penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 81 Ayat (1), (2), dan (3) Jo Pasal 76D UU RI No 35/2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

 Selain mendalami kasus ini, pihak penyidik juga sedang menyiapkan berkas agar kasus itu dapat secepatnya dilimpahkan ke pihak kejaksaan.

Kasus yang menjerat pimpinan pasantren di Aceh Tengah ini, sampai kini masih menjadi perbincangan yang hangat, apalagi tersangka membantah dan menyebutkan dia difitnah. Bagaimana kisah selanjutnya dari kasus yang sudah viral ini? (Baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda