Beranda / Berita / Aceh / Benang Kusut APBA 2024, Dr. Rustam Effendi: Malu Kita !

Benang Kusut APBA 2024, Dr. Rustam Effendi: Malu Kita !

Minggu, 25 Februari 2024 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Biyu

Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, pengamat ekonomi dan dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Hingga akhir Februari 2024, kebuntuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2024 masih juga terjadi. Suatu situasi yang tak hanya menghambat tata kelola pemerintahan tetapi juga menggagalkan upaya memutar roda ekonomi daerah ini. Dampaknya mulai dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Ini menggarisbawahi bahwa urgensi APBA dalam dinamika perekonomian Aceh masih sangat bergantung pada alokasi dana publik ini.

Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, pengamat ekonomi dan dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, menyumbangkan pandangannya terkait upaya mencari solusi atas permasalahan yang masih berlarut-larut ini. Baginya, diperlukan percepatan implementasi program dan kegiatan-sub kegiatan APBA tahun 2024. Hal ini untuk mencegah lebih banyak kerugian ekonomi dan sosial yang diderita provinsi hingga kabupaten-kota berikut masyarakatnya.

Polemik seputar APBA yang melibatkan pihak eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), menurut Dr. Rustam, sesuatu yang tidak sepatutnya terjadi. Amat tidak baik dan kurang pantas dipertontonkan. Hal ini mencerminkan 

kurang sinerginya hubungan dan tidak efektifnya komunikasi yang terbangun antara keduanya. Ada adu kepentingan politik yang terkesan mengesampingkan kepentingan masyarakat/publik. 

Solusi yang disarankan oleh Dr. Rustam amat sederhana namun krusial sekali. Kedua belah pihak harus bersedia untuk duduk bersama dan meninggalkan ego masing-masing. Keduanya mengutamakan kepentingan rakyat Aceh.

Dr. Rustam menekankan pentingnya dialog yang terbuka dan jujur antara kedua pihak. Para pihak dapat mengemukakan pandangannya, tetapi tidak merasa pihaknya yang lebih unggul dan paling benar.

"Permasalahan ini bukan tentang memilih antara kepentingan eksekutif atau legislatif, melainkan bagaimana keduanya bersama-sama mencari solusi terbaik untuk Aceh kita," katanya kepada Dialeksis.com (25/05/2024).

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ekonomi Aceh amat ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Kontribusinya mencapai lebih dari 50%. Kondisi ini sangat rentan terhadap ketidakstabilan. Apalagi Ketergantungan terhadap anggaran pemerintah sangat dominan. Makin lambatnya pengesahan APBA akan berimbas pada tertundanya pengeluaran untuk operasional pemerintahan daerah, honorarium, ragam pengadaan barang dan jasa, termasuk tertundanya eksekusi anggaran belanja pembangunan seperti input pertanian: bibit, benih, pupuk, alsintan, dan lainnya, serta terganggunya layanan publik. Jika ini terus berlanjut akan rentan menimbulkan krisis ekonomi dan timbulnya gejolak sosial dalam masyarakat. 

“Oleh karena itu, penyelesaian masalah APBA bukan hanya masalah administratif, tapi juga urusan ekonomi yang mendesak,” tandasnya.

Dr. Rustam juga menyarankan agar pertemuan-pertemuan yang diprakarsai oleh pemerintah pusat dapat segera menelurkan hasil. Para pihak pembuat kebijakan hendaknya menyadari bahwa masyarakat termasuk sektor swasta/dunia usaha dan masyarakat sangat menantikan percepatan pengesahan RAPBA 2024 ini. 

"Kita juga perlu memperhatikan dan mendengar suara dunia usaha dan masyarakat. Bukan hanya berkutat pada kepentingan eksekutif dan legislatif saja," tambahnya.

Selain itu ia menambahkan pentingnya transparansi dan rasionalisasi dalam pembahasan APBA. Semua pihak harus dapat memahami bahwa tidak semua keinginan dapat terpenuhi. Harus ada prioritas yang jelas dalam alokasi anggaran dalam APBA.

Sebagai tindakan konkret, Dr. Rustam menyarankan agar pemimpin Aceh, termasuk Gubernur yang bukan berasal dari Aceh, dapat bertindak sebagai mediator yang netral dan efektif. Kepemimpinan yang kuat dan objektif diharapkan dapat membawa sudut pandang baru dan mendorong semua pihak untuk mencapai kesepakatan.

Pada akhirnya, Dr. Rustam Effendi, pemegang Sertifikat Risk Management ini menegaskan, "Kita perlu membangun Aceh dengan penuh dedikasi dan sepenuh hati, bukan dengan ambisi politik semata. Hanya dengan cara ini kita bisa melihat Aceh maju dan sejahtera di masa depan."

Dialog, sinergi, dan kepentingan publik menjadi kunci utama yang disarankan oleh Dr. Rustam Effendi dalam mengurai benang kusut APBA ini yang saban tahun selalu terjadi. Ini juga yang menjadi penghambat kemajuan Aceh. Saatnya semua pihak bersatu pikiran dan sikap serta tindakan. Kesampingkan seluruh perbedaan yang ada. Mari memusatkan perhatian pada pemulihan ekonomi Aceh yang kini masih tetap yang terendah pertumbuhannya di Sumatera. Jangan biarkan kondisi ini terus memburuk. Malu kita pada daerah lain!

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda