Beranda / Berita / Aceh / BKPRMI Aceh Minta Pemerintah Akomodir Pendidikan Basis Masyarakat di Aceh

BKPRMI Aceh Minta Pemerintah Akomodir Pendidikan Basis Masyarakat di Aceh

Sabtu, 11 September 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Fatur

Ketua UMUM DPW BKPRMI Aceh dan Juga Ketua STAI Nusantara Banda Aceh, Dr Mulia Rahman [Foto: Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Program-program pendidikan yang sudah dirumuskan oleh Pemerintah Aceh tidak akan berjalan baik tanpa ada dukungan dari banyak pihak. 

Hal itu disampaikan oleh Gubernur Aceh Nova Iriansyah saat membuka Diskusi "Meneropong Pendidikan Aceh" yang dilakukan secara Daring yang diinisiasi oleh Ikatan Mahasiswa Pasca Sarjana (IM-PAS) Aceh di Jakarta, Rabu (8/9/2021).

Dalam sambutannya itu, Gubernur Aceh meminta dan mengajak semua kalangan untuk turut menyumbangkan pemikiran, ide kreatif, dan gagasan, agar kualitas pendidikan Aceh menjadi lebih baik di masa mendatang.

Statement Gubernur tentu mendapati respon dari banyak kalangan khususnya di Banda Aceh. Salah satunya Ketua Umum DPW BKPRMI Aceh, Dr. Mulia Rahman, S. Pd. I., MA yang juga sebagai Ketua STAI Nusantara Banda Aceh.

"Jadi sebelum statement Gubernur itu disampaikan, sudah banyak kalangan yang merespon dan memberi masukan selama ini, diantaranya BKPRMI Aceh organisasi yang concern dalam pendidikan dan dakwah generasi muda di masjid, BKPRMI tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Aceh, dan salah satu program utama yaitu membina, menjaga dan mengawal pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat yang ada di Masjid yaitu Taman Pendidikan Al Quran (TPA)," ucapnya.

Sebenarnya Ia mengatakan, "Bapak Gubernur, kita sudah berikan masukan dan saran dalam hal penguatan generasi qurani dan untuk majunya pendidikan Islam di Aceh terutama selama Pandemi Covid-19."

Maksudnya, Dr Mulia menjelaskan, saran dan masukan sudah diberikan, namun belum di Akomodir oleh Pemerintah Aceh, terbukti hari ini secara konteks Aceh Pembinaan TPA belum dirasakan, terbukti tidak adanya pelatihan guru TPA oleh Pemerintah Aceh, dan di tingkat provinsi tidak ada dinas yang mengakomodir pelatihan guru TPA dan anak-anak yang mengaji sore hari di masjid.


Kegiatan pendidikan berbasis masyarakat di masjid (TPA). [Foto: Dialeksis]

"Kondisi hari ini ditengah pandemi covid sekolah yang juga dibatasi untuk pertemuan tatap muka. Seperti TK/SD/MI hingga SMA sederajat, yang dialami para peserta didik Baru mulai sekolah sudah diliburkan kembali karena peningkatan covid, kalau memang seperti itu, Mulia menawarkan Aceh sebagai bumi syariat Islam yang punya kekhususan dalam Pendidikan dan Syariat Islam, mari libatkan masyarakat dengan memperkuat pendidikan ditengah masyarakat, salah satunya Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) yang ada di masjid-masjid, yang biasanya setiap sore dilaksanakan bagi anak usia 4-14 tahun," Jelasnya.

Lanjutnya, "Jadi sebelum ada pendemi Covid-19, pendidikan TPA ini selalu ada setiap sore di masjid-masjid dan balai pengajian, karena sangat membantu anak-anak dalam meningkat pemahaman baca tulis quran dan membentuk anak-anak yang peka terhadap lingkungan dan juga masyarakat," jelasnya kembali.

Dr Mulia menambahkan, dampak dari TPA sangat luar biasa, bahkan setelah mengikuti pengajian dengan kurikulum baku dari nasional, sehingga pada mereka juga ata tahapan perlombaan seperti MTQ yang di istilahkan dengan Festival Anak Shaleh Indonesia (FASI) dari tingkat gampong hingga nasional, yang seharusnya program FASI ini bisa dijadikan program rutin yang dianggarakan pemerintah Aceh karena Aceh Negeri Syariat Islam, namun sampai hari ini Pemerintah belum mengakomodir, padahal yang dibina dan dimbing adalah anak-anak Aceh dari 23 kabupaten kota.


Kegiatan pendidikan berbasis masyarakat di masjid (TPA). [Foto: Dialeksis]

Sementara itu, Dr Mulia menjelaskan, "Ini mohon maaf, sebenarnya kalau kita mau evaluasi dengan pola pendidikan Full Day School, anak-anak merasa jenuh bersekolah sehari penuh dari pagi sampai sore dan para guru juga demikian, bahkan orang tua juga merasa terkendala dengan pola tersebut, dampak dari full day school anak-anak sudah tidak lagi mengenal lingkungan masyarakat sekitarnya, sehingga basis sosial anak-anak terhadap masyarakat mulai terkikis berkurang," jelasnya lagi.

"Tapi jika kilas balik lagi, dulu, anak-anak sekolah dari pagi sampai jam 2 siang, kemudian dia pulang kerumah untuk istirahat, ataupun dia pulang kerumah dapat membantu orang tuanya bekerja seperti jualan, sehingga sore hari umumnya, anak akan pergi mengaji di TPA yang ada di masjid-masjid dan malamnya disambung anak bisa shalat magrib dimasjid dalam suasan fresh, artinya bagaimana dari pada kita buat full day school, alangkah bijaksana Pemerintah Aceh dan kab/kota bersinergi saja dengan TPA-TPA yang ada menjadi bagian tidak terlepas dengan sekolah, artinya anak-anak diwajibkan mengaji di masjid," jelasnya kembali.

Ia menegaskan, Bahwa Pola pendidikan masyarakat ini sangat bagus, sehingga pada generasi Aceh akan memperkuat solidaritas bermasyarakat dan secara pengembangan baca tulis al quran juga meningkat apalagi di usia anak 4-14 tahun. Hal ini ditegaskan olehnya kepada Dialeksis.com melalui via Telepon.

Dr Mulia mengatakan, ditengah Pandemi, pendidikan TPA dimasjid itu sangat membantu. "Kita percaya Covid-19 itu ada, Dalam hal ini pendidikan dimasjid tetap menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes), bahkan dalam islam diajarkan ambil Wudhu sebagai bagian untuk menjaga kesehatan, yang kemudian dilanjutkan dengan sholat sehingga semua steril," jelas Dr Mulia.

"Dan hari ini hampir rata-rata orang tua kembali berbondong memasukkan anak ke TPA di masjid, Insyaallah selama terus mengikuti aturan disiplin Prokes, sampai saat ini tidak ada anak-anak yang terkena Covid-19 dan berharap untuk tidak terkena covid dan insyallah TPA berjalan baik dan dapat membantu menjawab keresahan para orang tua terhadap pendidikan," tegasnya.

Dr Mulia Rahman menyampaikan, sebenarnya saat ini memang harus kembali lagi pada Pendidikan dengan pola seperti dulu yang diajarkan Rasulullah, yang menjadikan masjid sebagai central pendidikan umat dan persatuan umat muslim. Bahkan perpecahan yang terjadi saat ini dapat diselesaikan di masjid, dalam hal ini kita menyampaikan kepada Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.

Lanjutnya Ia menyampaikan, "Kepada Gubernur Aceh, ini ada salah satu jalan selama Pandemi. Dengan cara dan pola seperti ini, bisa juga dikatakan memecahkan central kerumunan, dengan adanya pola seperti ini juga basis pendidikan di Aceh yang Syariat Islam juga terus berjalan dan kokoh, bahkan kita sangat berharap adanya sebuah Qanun yang dengan kekhususannya itu memperhatikan para ustadz/ah dan taman pendidikan al quran yang ada di Masjid (TPA)," pungkasnya.

Berdasarkan dari diskusi panjang mengenai hal itu Dr. Mulia Rahman juga menyampaikan bahwa di Bener Meriah, para Sarjana atau Guru ngaji TPA itu digaji oleh Bupati dengan Anggaran yang disediakan sangat besar untuk mengakomodir mereka dalam membimbing anak-anak untuk belajar mengaji ataupun Agama di TPA yang ada disana, dan ini dapat di contohkan oleh pemerintah kabupaten lainnya.

"Dengan begitu ini juga membuka lowongan kerja kepada masyarakat, dan mengurangi angka pengangguran di Aceh, ini yang sangat kita harapkan, agar Gubernur Aceh harus memperhatikan pendidikan Berbasis Masyarakat, Khususnya di Aceh yang Syariat Islam ini," tutupnya kepada Dialeksis.com. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda