DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Memperingati Hari Gajah Sedunia yang jatuh pada 12 Agustus, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengungkapkan bahwa populasi gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) di provinsi ujung barat Indonesia itu saat ini diperkirakan berkisar 500 hingga 600 individu.
Kepala BKSDA Aceh, Ujang Wisnu Barata, mengatakan keberadaan gajah sumatra di Aceh masih menunjukkan tanda-tanda regenerasi. Pada beberapa kelompok gajah, petugas masih menjumpai bayi dan anak gajah, yang menandakan struktur umur satwa dilindungi tersebut masih lengkap.
“Saat ini, populasi gajah sumatra di Aceh berkisar 500 hingga 600 individu. Pada sejumlah kelompok, kami masih melihat bayi dan anak gajah, ini menjadi harapan untuk kelestarian spesies ini,” kata Ujang Wisnu Barata kepada media dialeksis.com, di Banda Aceh, Rabu (13/8/2025).
Meski demikian, tantangan besar tetap ada, Data BKSDA Aceh mencatat, sepanjang 2024 hingga 2025, setidaknya 11 ekor gajah sumatra mati di alam. Sementara itu, jumlah kelahiran di alam belum memiliki data pasti, walau petugas lapangan menemukan indikasi adanya anak gajah di beberapa kelompok.
Ujang Wisnu menjelaskan bahwa salah satu upaya penting dalam menjaga populasi gajah adalah mencegah interaksi negatif antara gajah dan manusia.
Upaya tersebut dilakukan dengan berpatroli bersama masyarakat untuk mengamankan habitat gajah, memperkuat koridor jelajah, dan membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi.
“Kami juga menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi gajah, termasuk membuat pembatas kawasan antara lahan budi daya dengan wilayah jelajah gajah,” ujarnya.
Menurut Ujang, pengelolaan kawasan budi daya yang berdekatan dengan jalur lintasan gajah juga menjadi faktor penting.
Masyarakat diimbau untuk tidak menanam komoditas yang menarik perhatian gajah, seperti pisang, singkong, jagung, padi, dan kelapa sawit, demi mengurangi risiko satwa ini mendekati permukiman.
BKSDA Aceh juga mengingatkan masyarakat untuk selalu menjaga jarak aman dengan kawanan gajah, tidak memprovokasi satwa liar tersebut, serta menghindari aktivitas pada malam hari di jalur lintasannya.
“Kami mengajak masyarakat melaporkan jika melihat gajah liar kepada aparat desa atau petugas konservasi terdekat. Jangan melukai gajah dengan cara apa pun, seperti memasang jerat, racun, atau menembak, karena semua itu melanggar hukum dan membahayakan keselamatan,” tegas Ujang Wisnu Barata.
Peringatan Hari Gajah Sedunia tahun ini, menurut Ujang, menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian bersama terhadap salah satu satwa karismatik yang kini berstatus kritis (critically endangered) di daftar merah IUCN.
Ia berharap kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga konservasi dapat memastikan gajah sumatra tetap menjadi bagian dari lanskap hutan Aceh di masa depan.