Beranda / Berita / Aceh / Catatan Kritis Masyarakat Sipil Terhadap Tata Kelola Pemerintahan Aceh Tahun 2022

Catatan Kritis Masyarakat Sipil Terhadap Tata Kelola Pemerintahan Aceh Tahun 2022

Selasa, 17 Januari 2023 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Konferensi pers di Kantor MaTA, Banda Aceh, Selasa (17/1/2023). [Foto: Naufal Habibi/Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Tahun 2022 merupakan tahun penting sebagai catatan perjalanan pembangunan perdamaian Aceh

Hal ini disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Pokja Lima Masyarakat Sipil Aceh saat memaparkan sejumlah sengkarut tata kelola Pemerintah Aceh sepanjang tahun 2022. 

Adapun Pokja Lima Masyarakat Sipil Aceh terdiri dari Koordinator MaTA Alfian, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Syahrul, Direktur Katahati Institute Raihal Fajri, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Solihin, dan Direktur Eksekutif Flower Aceh Riswati. 

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menyampaikan ada dua faktor utama sebagai indikator bahwa 2022 adalah tahun penting bagi Aceh. 

Pertama merupakan tahun berakhirnya dokumen rencana pembangunan jangka menengah Aceh (RPJMA) tahun 2017-2022. Namun sayangnya, segenap pemangku kebijakan Pemerintahan Aceh sama sekali tidak menyampaikan secara terbuka, sudah sejauh mana capaian yang telah dicapai dalam periode tersebut. 

Yang Kedua, tahun 2022 adalah tahun terakhir pemerintah Aceh menerima transfer dana otsus sebesar 2% dari dana alokasi umum nasional. Mulai tahun 2023 dana otsus aceh hanya 1% dari dana alokasi umum nasional. 

"Pertanyaan mendasar adalah sudah sejauh mana efektivitas penggunaan dana otsus Aceh untuk mencapai efektivitas pembangunan dan perbaikan tata Kelola pemerintahan yang berdampak langsung dengan kesejahteraan masyarakat Aceh," ujar Alfian dalam konferensi pers di Kantor MaTA, Banda Aceh, Selasa (17/1/2023). 

Alfian menambahkan, berikut adalah beberapa catatan Masyarakat Sipil Aceh yang tergabung dalam Pokja Lima Masyarakat Sipil Aceh tentang sengkarut tata Kelola pemerintah Aceh sepanjang tahun 2022. 

Yang pertama gagalnya Pemerintah Aceh Dalam Menjamin Akses Keadilan Dalam Penegakan Hukum. Sepanjang tahun 2022 setidaknya terdapat tiga kasus penegakan hukum yang berbasis kekerasan bahkan dua diantaranya masuk dalam kategori extrajudicial killing, namun pelakunya tidak dihukum. 

"Perilaku yang demikian, hal ini memperlihatkan bahwa praktek kekerasan oleh aparat penegakan hukum masih terjadi di Aceh, dan berlangsung adanya, hal ini sangat bertentangan dengan semangat menjaga keutuhan perdamaian Aceh," ujarnya. 

Lanjutnya, Kedua, lemahnya Penegakan Pemberantasan Korupsi di Aceh. Dalam beberapa tahun terakhir vonis/putusan bebas terkesan sudah menjadi trend pengadilan tipikor Banda Aceh. Dari tahun 2021 sampai dengan awal tahun 2023 tercatat ada 9 Perkara Korupsi yang di vonis bebas, dengan rincian tahun 2021 ada 3 Perkara, 2022 ada 5 Perkara, dan awal 2023 sudah ada 1 perkara yang di putus bebas oleh pengadilan Tipikor Banda Aceh. 

"Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak yang bahwasanya penegakan hukum belum mengarah pada upaya mewujudkan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat terdampak akibat korupsi," ujarnya. 

Ketiga, lanjutnya, Langgengnya Perilaku Perampasan Lahan dan Kerusakan Lingkungan Hidup. Buruknya tata kelola lahan pada bidang pemanfaatan Sumber Daya Alam juga menjadi ancaman serius untuk jaminan ketersediaan tanah di Aceh. 

Selanjutnya »     Masalah utamanya adalah masih terlihat n...
Halaman: 1 2
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda