DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pemerintah Aceh dalam mendorong revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Bagi DEM Aceh, revisi ini bukan hanya soal regulasi semata, melainkan momentum penting untuk mewujudkan kedaulatan Aceh atas energinya sendiri.
Saat ini, revisi UUPA telah resmi disahkan oleh DPRA dan sudah diserahkan kepada DPR RI. Draft revisi tersebut juga masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, bahkan ditempatkan sebagai prioritas pembahasan. Artinya, peluang untuk segera dibahas dan disahkan oleh pemerintah pusat semakin terbuka lebar.
Salah satu poin paling krusial dari revisi ini terletak pada Pasal 160, yang mengatur pengelolaan minyak dan gas bumi. Selama ini, aturan yang berlaku hanya memberikan ruang terbatas bagi Aceh untuk mengelola sektor migas.
“Secara normatif memang Aceh mendapat 70 persen bagi hasil, tapi dalam praktiknya Aceh lebih sering hanya menjadi penerima manfaat finansial. Kewenangan pengelolaan tetap dikendalikan pusat, mulai dari kontrak kerja sama, perizinan, hingga kebijakan strategis,” ujar Nafis Mumtaz, Ketua Divisi Pengembangan SDM DEM Aceh, kepada media dialeksis.com, Senin (15/9/2025).
Pasal 160 hasil revisi diarahkan untuk memberi kewenangan lebih luas bagi Aceh dalam mengelola migas, dengan porsi kendali dan manfaat yang lebih besar untuk daerah. Tidak hanya itu, ruang lingkupnya juga diperluas meliputi sumber daya alam lain, termasuk karbon dan aset strategis Aceh.
Menurut DEM Aceh, perubahan ini penting untuk menghapus ketimpangan yang selama ini terjadi. Revisi UUPA akan menjadi dasar agar pengelolaan energi tidak lagi tersentralisasi di Jakarta, tetapi benar-benar memberi ruang bagi Aceh untuk berdaulat. Namun demikian, Nafis mengingatkan bahwa revisi undang-undang saja tidak cukup.
“Revisi tanpa mekanisme transparansi, partisipasi publik, dan pengawasan yang ketat hanya akan menjadi teks hukum yang mati. Tantangan utama bukan sekadar memperluas aturan, tapi memastikan implementasi nyata yang adil bagi rakyat,” tegasnya.
Ia melihat revisi UUPA adalah bagian dari amanat politik MoU Helsinki 2005 yang menjadi dasar perdamaian di Aceh. MoU itu, kata Nafis, bukan sekadar dokumen damai, melainkan janji politik yang wajib diwujudkan dalam kebijakan nyata.
Karena itu, DEM Aceh mendorong agar semua unsur baik legislator Aceh di DPR RI dan DPD RI, maupun Pemerintah Aceh dan DPRA bersatu padu memperjuangkan revisi ini hingga tuntas.
"Sudah saatnya bangsa Aceh berdaulat atas energinya sendiri. Energi adalah pilar utama pembangunan, dan kedaulatan di sektor ini berarti kedaulatan bagi seluruh rakyat Aceh,” pungkasnya. [nh]