Beranda / Berita / Aceh / Desa Rantau Panjang Dusun Bedari Masih Terisolir, Begini Tanggapan DPRK Aceh Timur

Desa Rantau Panjang Dusun Bedari Masih Terisolir, Begini Tanggapan DPRK Aceh Timur

Rabu, 10 Februari 2021 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Jalur menuju desa Rantau Panjang Dusun Bedari, Kecamatan Simpang Jernih harus naik boat [For Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Aceh Timur - Husin Saidy Sasa salah satu peserta bakti sosial dari Dema UIN Ar-Raniry. Kegiatan Baksos berlangsung dari tanggal 26 hingga 30 Januari 2021.

Husin mengatakan, sudah 75 tahun Indonesia merdeka, namun kondisi desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Jernih Kabupaten Aceh Timur masih terisolir, lantaran dibekap persoalan fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi dan kesulitan lapangan kerja.

Ia merasa pilu melihat keadaan disana. Dia menyampaikan untuk menuju desa itu harus melewati Aceh Tamiang dengan jarak tempuh sekitar delapan jam perjalanan dari Ibu Kota Banda Aceh. Setiba disana, dari Kecamatan Kota Kualasimpang, Aceh Tamiang, perjalanan berlanjut dengan mengarungi sungai Tamiang menggunakan Transportasi perahu motor hingga enam jam perjalanan.

"Saat itu kami berangkat siang hari dari Aceh Tamiang dan tiba malam hari di dusun bedari. Ketika tiba disana kami melihat lampu yang redup akibat minimnya pencahayaan dan kurangnya pasokan listrik. Kami juga menyaksikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat disana. Mulai dari masalah ekonomi, kesehatan, terbatasnya pendidikan, akses transportasi hingga jaringan komunikasi," jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Rabu (10/2/2021).

Husin Mengatakan, akses menuju Dusun Bedari meskipun berada di wilayah Aceh Timur namun harus melalui Aceh Tamiang. Bukan karena tidak ada jalur lain, karena sebenarnya masih terdapat jalan darat dari wilayah Aceh Timur menuju ke desa tersebut. Hanya saja, akses darat yang tersedia tidak memadai untuk dilintasi. Terlebih jika musim penghujan tiba, badan jalan akan berubah menjadi kubangan lumpur.

Masyarakat dusun bedari memiliki pendapatan berkisar Rp. 500 ribu hingga Rp 1 juta rupiah per bulannya, bahkan ada yang tidak sama sekali. Akibat pendapatan yang tidak menentu, sebagian warga akhirnya terpaksa melakoni pekerjaan menjadi penebang kayu.

"Perekonomian masyarakat bertumpu pada sektor pertanian seperti petani kakao, pinang, karet dan mencari ikan ke sungai. Namun, murahnya daya jual hasil tani dan serangan gajah liar menjadi masalah bagi pertanian warga setempat," ungkapnya.

Selain itu, fasilitas kesehatan juga sangat terbatas. Disana hanya ada Pondok Bersalin Desa (Polindes) dengan lima orang bidan yang status tugasnya berbeda, yakni ada PNS, tenaga kontrak daerah dan tenaga kontrak BPJS. Tidak hanya itu, pada bidan juga terkendala dengan minimnya peralatan medis. Masyarakat Dusun Bedari berharap adanya Puskesmas Pembantu (Pustu) untuk penanganan pertama jika ada orang yang mengalami luka berat atau kecelakaan kerja.

Desa Rantau Panjang hanya terdapat dua sekolah, yakni Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk beranjak ke jenjang selanjutnya, sebagian kecil anak-anak di sana memilih merantau ke Langsa, Tamiang atau Banda Aceh. Bukan karena tidak ada SMA yang terdekat dengan desa ini, tapi rute yang harus ditempuh cukup berat.

"Untuk bisa sampai ke sana bakal memakan waktu tempuh selama 45 menit. Itu pun harus menggunakan jalur sungai, yang aksesnya lancar jika cuaca bersahabat. Bahkan sebagian besar anak harus putus sekolah dan memilih mengikuti orang tuanya bertani dan menebang pohon di hutan," kata Husin.

Sementara itu, akses jaringan komunikasi juga tidak memadai yang membuat kondisi masyarakat di Dusun Bedari semakin terisolir. Hanya untuk memperoleh dua digit jaringan telepon, masyarakat harus harus mendaki bukit yang jaraknya 300 meter dari pemukiman warga.Jika ada hal penting atau ingin menghubungi sanak keluarga yang berada di luar desa, mereka harus mendaki bukit terlebih dahulu. Di bukit tersebut warga bisa memperoleh jaringan komunikasi dan jaringan internet.

Menanggapi hal itu, Anggota DPRK Aceh Timur dari partai Aceh, Kasat Arina alias Candra Lokop membenarkan kondisi jalan menuju dusun Bedari itu memang harus melewati sungai. Jalur alternatifnya bisa melewati jalan Aceh Tamiang untuk kendaraan roda 4 atau 2.

“Untuk menuju ke desa Bedari kita harus menggunakan boat, akses darat sudah disediakan. Tetapi karena sedang musim hujan tidak bisa dilalui, karena dekat pegunungan curah hujannya juga tinggi,” ujar kasat Arina saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (10/2/2021).

Sejauh ini, jika ingin menuju ke pusat kecamatan Simpang Jernih sudah ada program proyek multiyear dari pemerintah pusat.

"Kecamatan Simpang Jernih itu ada 8 desa dengan jarak tempuh satu desa ke desa lainnya memang sangat jauh sekali dengan kondisi jalan harus melewati hutan, sungai atau jalan setapak," ungkapnya.

Menurut Kasat Arina, wilayah manapun yang namanya Puskesmas itu hanya ada di pusat kecamatan. pemerintah bukannya tidak peduli akan tetapi memang seperti itu adanya.

Kemudian terkait Jaringan komunikasi, wilayah Simpang Jernih yang masuk pedalaman itu memang sangat sulit untuk mendapatkan jaringan karena jangkauan terlalu jauh.

"Kalau di pusat kecamatannya ada jaringan, namun untuk desa lainnya yang jarak tempuh memang luar biasa jauh itu sulit, tetapi bisa lah mencari-cari sinyal bocor," ucapnya.

Penduduk Kecamatan Simpang Jernih terdiri dari 8 desa dengan jumlah Kartu Keluarga diatas 100-an dan masyarakat disana juga ikut menerima bantuan sosial dari pemerintah sama dengan daerah lainnya.

Ia menyampaikan, kebutuhan masyarakat yang paling mendasar itu infrastruktur seperti pembangunan jalan yang memadai, adanya jaringan komunikasi dan akses pelayanan kesehatan yang tidak terbatas.


Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda