Jum`at, 13 Juni 2025
Beranda / Berita / Aceh / Desak Presiden Pecat Tito Karnavian, Nyak Dhien Gajah: Kemendagri Mengulangi Pengkhianatan dalam Sejarah

Desak Presiden Pecat Tito Karnavian, Nyak Dhien Gajah: Kemendagri Mengulangi Pengkhianatan dalam Sejarah

Rabu, 11 Juni 2025 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Nasruddin alias Nyak Dhien Gajah, Mantan Tapol dan Napol Aceh, melayangkan protes keras terhadap keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang memindahkan empat pulau dari wilayah Aceh Singkil ke Sumatera Utara. [Foto: HO-Pribadi]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Nasruddin alias Nyak Dhien Gajah, Mantan Tapol dan Napol Aceh, melayangkan protes keras terhadap keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang memindahkan empat pulau dari wilayah Aceh Singkil ke Sumatera Utara. 

Menurutnya, kebijakan sepihak ini bukan hanya bentuk pengabaian terhadap aspirasi rakyat Aceh, tapi juga pengkhianatan terang-terangan terhadap MoU Helsinki yang menjadi dasar perdamaian antara Aceh dan Republik Indonesia.

“Kemendagri bukan hanya menginjak-injak marwah dan martabat orang Aceh, tapi juga mengkhianati butir-butir kesepakatan MoU Helsinki. Dalam MoU, jelas disebutkan bahwa batas wilayah dan kewenangan Aceh diatur secara khusus dan harus dihormati. Ini dilanggar secara sepihak,” ujar Nyak Dhien dengan tegas, Rabu (11/6/2025).

Nyak Dhien mengingatkan bahwa keputusan ini mengulang pola pengabaian yang memicu konflik besar di masa lalu. “Saat Aceh dimasukkan ke dalam Sumatera Utara oleh pemerintah pusat di era Soekarno, rakyat Aceh bangkit melawan bersama Tgk. Daud Beureueh. Kini, sejarah itu diulang lagi oleh Tito Karnavian, dengan wajah yang lebih modern tapi semangat kolonial yang sama,” katanya.

Ia menilai langkah ini memperpanjang daftar pengkhianatan terhadap Aceh yang telah terjadi di masa pemerintahan Soekarno, Soeharto, Megawati, hingga Jokowi. 

“Rakyat Aceh tak butuh basa-basi pembangunan jika wilayah dan harga dirinya terus dirampas.” ucapnya.

Terkait respons Kemendagri yang menyarankan agar Aceh menggugat ke pengadilan, Nyak Dhien menilai pernyataan itu sebagai bentuk kesengajaan pemerintah pusat menghindar dari tanggung jawab.

“Negara seharusnya menjadi pemersatu, bukan pelepas tangan. Ketika menteri dalam negeri berkata ‘silakan gugat’, itu bukan solusi, itu provokasi. Itu bentuk pembiaran. Itu penghinaan terhadap semangat rekonsiliasi,” tegasnya.

Namun, Nyak Dhien tetap melihat harapan pada kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang dinilai mulai membangun kembali kepercayaan dengan Aceh.

“Kita lihat kedekatan Presiden Prabowo dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf sebagai sinyal rekonsiliasi nasional. Prabowo adalah mantan Komandan Kopassus, Muzakir Manaf adalah mantan Panglima GAM. Kedekatan ini tak boleh dikhianati oleh menteri-menteri yang tidak memahami akar luka Aceh,” ungkapnya.

Nyak Dhien menegaskan bahwa Presiden Prabowo harus segera turun tangan secara langsung, bukan hanya untuk membatalkan keputusan sepihak itu, tetapi juga untuk mencopot Tito Karnavian dari jabatannya.

“Jika Presiden Prabowo ingin menunjukkan bahwa ia berbeda dari pendahulunya, maka ini saatnya. Tito Karnavian telah mencederai kepercayaan Aceh dan melecehkan MoU Helsinki. Presiden harus memihak pada perdamaian, bukan pada pengkhianatan,” tutupnya. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI