Beranda / Berita / Aceh / Didong Gayo dalam Transjakarta Jadi Kajian Budaya

Didong Gayo dalam Transjakarta Jadi Kajian Budaya

Kamis, 21 April 2022 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

[Foto: For Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Orang Gayo merupakan salah satu urbanis di Jakarta, berasal dari Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, dan berbagai tempat di Aceh.

Mereka ada yang berprofesi sebagai ASN, swasta, politisi, militer, dosen, guru, seniman, dan lain-lain, dan tergabung dalam organisasi paguyuban di Jabodetabek. Jumlah urbanis Gayo di Jabodetabek sekitar 20-30-an ribu, diantaranya di Ciputat Tangerang Selatan dan Cibubur Jakarta Timur.

Hal tersebut terungkap dalam Bincang Budaya Pusat Kajian Kebudayaan Gayo yang digelar secara daring melalui Zoom Meeting, Rabu (20/4/2022).

“Ini merupakan Bincang Budaya kedua yang digelar Pusat Kajian Kebudayaan Gayo tahun ini. Didong Gayo dalam Transjakarta ini menarik. Sebab, yang pertama digelar dalam sejarah didong sejak tahun 1930 baik di Gayo, daerah asalnya kesenian didong, maupun di daerah perantauan,” kata Yusradi Usman al-Gayoni.

Menurut Ketua Pusat Kajian Kebudayan Gayo, yang sekaligus memoderatori kegiatan Bincang Budaya ini, di Ciputat, ada kelop didong yang diinisiasi almarhum. Aris TM Yacob, Ceh Merpati, asal Tingkem, Kabupaten Bener Meriah.

Sementara itu, di Cibubur ada kelop didong Bintang Duta yang dimotori Kabri Wali dan Duski. Didong ini yang saya angkat sebagai tugas akhir S-2 yang pertunjukannya dilakukan dalam bus Transjakarta tanggal 6 Juni 2012, PG- Cililitan menuju Grogol pulang-pergi selama dua jam, mengingat busnya gandeng, bisa memuat banyak orang.

Transjakarta merupakan moda transportasi publik modern, simbol masyarakat urban, berbeda dengan moda transportasi reguler. Punya koridor khusus, memobilisasi publik. Bagaimana kita memanfaatkan ruang publik untuk berkreativas, menjadikan kota ini (Jakarta) lebih berwarna,” kata narasumber Bincang Budaya, Fikar W. Eda, penyair, jurnalis, dan alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ) 2012.

Dijelaskan Fikar, didong Gayo dalam Transjakarta, adalah Jakarta yang direspon oleh orang Gayo melalui didong. “Saya terinspirasi dari puisi, novel, dan diskusi dengan teman-teman IKJ serta dosen pembimbing.

Termasuk, Ceh Aris, Item, Udin Musara. Kenapa didong, karena didong adalah kesenian paling dekat dengan masyarakat Gayo, paling mendapat tempat di hati masyarakat Gayo. Didongnya menggunakan bahasa Indonesia, biar dipahami publik nongayo.

“Terdengar sebagai didong, walaupun berbahasa Indonesia. Regum, sarik, gelduk-nya tetap dipertahankan. Di situlah kekhasan didong. Jadi, bagaimana didong bisa diperkenalkan ke ruang yang lebih luas. Akibatnya, didong bisa dikenal sebagai khasanah kebudayaan di Indonesia. Saya teringat alm Ceh Computer, ceh utama biak Cacak, yang mengenalkan didong dalam bahasa Aceh, bahasa Jawa, bahasa Arab, dan bahasa lainnya,” tegas Fikar.

Didong, ungkapnya, sastra lisan Gayo yang memadukan seni vokal, gerak, dan puisi. “Pola rima dalam didong sangat beragam, mulai dari zig zag sampai berpola aa aa b, aa aa b. Ada juga didong jalu (didong yang dilombakan), yang dimainkan 25-30 orang, semalam suntuk, sampai pagi. “Pemainnya sekitar 60 orang, di luar penonton,” katanya.

Pada saat pertunjukan tersebut, aku Fikar, penumpang yang lain, keluar-masuk seperti biasa. “Mereka beruntung, karena ada didong jalu. Selain kelop didong dengan ceh dan penepoknya, bus Transjakarta dipenuhi kamera, dari televisi dan dokumenter.

Alhamdulillah, mendapat perhatian sangat luas dari media massa, karena ini pertunjukan tidak umum terjadi. Memang, dilarang, karena untuk kepentingan riset dan pendidikan dibolehkan, setelah Kerjasama dengan Bus Transjakarta. Tetap beli tiket. Tidak gratis. Wartawan-wartawan juga beli tiket.

Dosen penguji juga ikut, Prof. Sardono W Kusomo, Artur S Kalan, Dr. Gunawan, Hadi Artomo, Mirwan Yusuf, dan direkam langsung oleh penguji, Hadi Artomo.

Bincang Budaya Pusat Kajian Kebudayaan Gayo diikuti peserta dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya akademisi, birokrat, mahasiswa, seniman, penyair, penulis, peneliti, jurnalis, dan tokoh masyarakat.

Termasuk, Ketua Alumni S-2 IKJ Anna Sunkar, Kepala Bandara Maimun Saleh Sabang Yan Budianto, Direktur Universitas Terbuka Medan Yusrafiddin, Ketua Forum Taman Baca Bekasi, UB Malang Redy Eko, Sanggar Sastra Balai Pustaka, Jaringan Kampung Nusarantara, Forum Beru Gayo Zuliana Ibrahim, Ketua Mahasiswa Gayo Malang Fadhil, serta koreografer milenial Gayo dari Aceh Tengah (Teuku Aga Dewantona) dan Bener Meriah. *** (Baga/ rel)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda