DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh, Royes Ruslan, mendesak Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Banda Aceh untuk segera turun tangan menindak praktik penarikan tarif parkir yang tidak sesuai aturan.
Hal ni menyusul keluhan warga yang semakin meluas terkait pungutan parkir di luar ketentuan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2021.
Royes menyebut, banyak petugas parkir di lapangan yang tidak hanya memungut tarif lebih tinggi dari ketentuan, tetapi juga kerap tidak memberikan karcis dan tidak memiliki identitas resmi. Yang lebih parah, kata dia, ada petugas yang tidak mengembalikan uang kembalian kepada pengguna jasa parkir.
“Petugas parkir itu wajib menyediakan uang kembalian. Jangan sampai pura-pura lupa atau sengaja tidak mengembalikan. Kalau seperti ini, masyarakat punya hak untuk melapor ke Dishub. Ada nomor aduan resmi dari Dishub Banda Aceh. Silakan digunakan,” tegas Royes kepada Dialeksis.com, Sabtu (26/7/2025).
Ia menyayangkan masih maraknya parkir liar di berbagai sudut kota. “Ini parkir liar, karcis tak ada, data tak jelas. Ini sangat kita sayangkan. Kalau tidak ditindak, potensi kebocoran PAD makin besar. Maka dari itu, Dishub harus segera melakukan pembenahan secara menyeluruh,” ujarnya.
Sebelumnya, Maya (26), warga Lamdingin, mengaku sering diminta membayar Rp2.000 untuk parkir motor di minimarket, meski hanya berhenti sebentar dan tanpa karcis.
“Saya cuma beli roti dan air. Tapi tetap diminta dua ribu. Saya tanya kenapa, katanya memang begitu sekarang. Padahal qanun jelas, motor seribu rupiah,” keluh Maya kepada Dialeksis.com.
Lebih parah, kata Maya, ketika ia mencoba membayar sesuai aturan Rp1.000, uangnya ditolak oleh petugas parkir.
“Saya kasih seribu, karena itu yang tertulis di qanun. Tapi petugasnya bilang, ‘nggak bisa dek, harus dua ribu.’ Saya tunjukkan aturannya, dia tetap maksa. Mau marah juga bingung,” ujarnya.
Zahran, mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh, mengalami hal serupa. Menurutnya, tarif parkir untuk motor kini sering dipatok Rp2.000, sementara untuk mobil bisa mencapai Rp3.000 hingga Rp5.000, tanpa kejelasan dasar hukum.
“Kalau uangnya masuk ke kas daerah, ya tidak masalah. Tapi kalau tidak ada karcis, petugas tidak pakai seragam atau ID Dishub, kita jadi curiga. Jangan-jangan ini pungli,” kata Zahran.
Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2021 menetapkan bahwa tarif resmi retribusi parkir adalah sebagai berikut Tepi jalan umum: Motor: Rp1.000 dan Mobil: Rp2.000.
Lokasi tertentu (seperti area komersial atau wisata): Motor: Rp2.000 dan Mobil: Rp4.000.
Tempat insidentil/temporer (misal saat even atau hari raya): Motor: Rp2.000 dan Mobil: Rp5.000.
Namun dalam praktiknya, aturan ini tampak diabaikan. Banyak titik parkir yang tidak memiliki papan tarif resmi, petugas tak mengenakan atribut sah, dan karcis tidak pernah diberikan kepada pengguna.
Royes Ruslan menekankan bahwa pelanggaran terhadap aturan ini tidak bisa dibiarkan. Ia meminta Dishub segera memperbaiki sistem pengawasan, mempertegas identifikasi petugas resmi, serta memberlakukan mekanisme pelaporan yang mudah diakses masyarakat.
“Ini bukan sekadar soal dua ribu rupiah. Tapi soal akuntabilitas, kepercayaan publik, dan potensi kehilangan pendapatan bagi kota ini. Jangan biarkan sistem yang longgar jadi celah untuk pungli,” tandasnya.
Terakhir, Royes mengajak masyarakat untuk tidak diam jika mengalami pelanggaran di lapangan. “Laporkan saja, jangan ragu. Kita punya kanal aduan Dishub. Ini bentuk partisipasi masyarakat untuk menjaga kota kita tetap tertib dan bersih dari praktik menyimpang,” tutupnya.