Jum`at, 23 Mei 2025
Beranda / Berita / Aceh / FK USK Masuk Daftar Tertinggi Kasus Bullying, Dekan: Perlu Pembinaan, Bukan Tutup Prodi

FK USK Masuk Daftar Tertinggi Kasus Bullying, Dekan: Perlu Pembinaan, Bukan Tutup Prodi

Rabu, 21 Mei 2025 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Dekan FK USK, dr. Safrizal Rahman. Foto: Nora/Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin Banda Aceh dan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (FK USK) menjadi sorotan setelah disebut sebagai lokasi dengan jumlah kasus perundungan tertinggi dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) secara nasional.

Informasi tersebut berdasarkan laporan pengaduan yang diterima Kemenkes dari mahasiswa pendidikan kedokteran. FK USK menempati peringkat tertinggi di antara perguruan tinggi yang melaksanakan program PPDS, sementara RSUDZA menjadi rumah sakit daerah dengan catatan perundungan tertinggi.

Menanggapi hal tersebut, Dekan FK USK, dr. Safrizal Rahman, menegaskan bahwa perundungan tidak seharusnya terjadi dalam dunia pendidikan kedokteran. Namun, menurutnya, penanganan kasus tidak bisa dilakukan dengan gegabah, apalagi sampai menutup program studi hanya karena ulah satu oknum.

"Kalau itu terjadi, itu adalah ulah oknum dan harus diselesaikan secara profesional. Bukan karena satu orang lalu program studi ditutup. Sayang mahasiswa yang sedang bersekolah harus jadi korban,” ujar Safrizal, Rabu (21/5/2025).

Safrizal menambahkan, jika memang ada peserta didik atau pihak lain yang bermasalah, maka seharusnya yang dibina adalah individu tersebut, bukan mencabut program pendidikan secara keseluruhan. Saat ini, kata dia, tidak ada intervensi atau rencana penutupan terhadap program pendidikan dokter spesialis di USK.

Terkait ekspos laporan kasus bullying di FK USK, Safrizal menyayangkan minimnya data yang disertakan. Hal ini, menurutnya, menyulitkan pihak kampus dalam melakukan evaluasi objektif dan justru dapat memicu rasa curiga antar sesama.

"Sayangnya data-data yang ada tidak lengkap. Akibatnya, kita jadi serba salah. Bahkan ruang-ruang organisasi mahasiswa mulai kita batasi karena kekhawatiran yang berlebihan," ungkapnya.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa FK USK secara prinsip menolak segala bentuk perundungan. Pihaknya juga telah melengkapi berbagai peraturan internal untuk mencegah terjadinya praktik bullying dalam proses pendidikan.

Namun, Safrizal juga mengingatkan pentingnya membedakan antara tindakan perundungan dengan model pendidikan yang menekankan kedisiplinan tinggi yang memang diperlukan dalam profesi kedokteran.

“Kalau saya memberi perintah keras dan tegas kepada mahasiswa, itu bukan bullying. Itu bagian dari proses pendidikan agar mereka siap menghadapi tanggung jawab menyelamatkan nyawa manusia,” tegasnya.

Menurutnya, jika ada indikasi kuat terkait perundungan, pihak fakultas akan langsung mengambil langkah pembinaan, bahkan tindakan tegas jika diperlukan. Namun pendekatan utama tetap mengedepankan edukasi dan pembinaan.

“Kita kekurangan dokter saat ini. Kalau langsung dihukum berat tanpa pembinaan, itu juga berdampak pada layanan kesehatan di masyarakat. Maka kita harus bijak dan profesional dalam menangani dugaan bullying,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
hardiknas