Beranda / Berita / Aceh / FKRA Minta Pemko Banda Aceh Serius Implementasikan Syariat Islam

FKRA Minta Pemko Banda Aceh Serius Implementasikan Syariat Islam

Jum`at, 26 Juli 2019 21:01 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Forum Komunikasi Rakyat Aceh (FKRA) menilai implementasi Syariat Islam yang dijalankan Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh masih sebatas diatas kertas, meskipun secara UU, kewenangan tersebut telah dimiliki secara mutlak lewat status kekhususan yang dimiliki Provinsi Aceh. 

Hal tersebut diungkapkan Koordinator FKRA Reki Nyak Wang kepada Dialeksis.com, Jumat, (26/7/2019). 

Ia melanjutkan, pada dasarnya, Pemko Banda Aceh melalui Walikota Aminullah Usman telah begitu gencar melaksanakan program syiar Islam sebagai bagian dari prinsip pelaksanaan Syariat Islam. Namun, hal tersebut hanya bisa dirasakan didalam masjid, meunasah, dayah/pesantren, serta didalam pesawat dari Banda Aceh-Jakarta.

"Begitu banyaknya program yang dilakukan oleh Walikota Banda Aceh sampai zikir, kajian, di meuligoe Banda Aceh tepatnya di jalan Blang Padang setiap malam Sabtu. Begitu ramai jamaah yang datang serta pegawai negeri Pemko antusias untuk mengikuti. Namun begitu kita keluar dari ruang lingkup yang disebutkan tadi sangat bertolak belakang. Kehidupan sosial di Aceh sangat jauh dari ajaran Islam," ujar Reki.

Ia pun menamsilkan pelaksanaan Syariat Islam di Banda Aceh dengan sebuah ungkapan 'asai na' (asal ada-red) dan 'bek hana mangat' (jangan tidak enak-red). 

"Malahan ada info yang berkembang tentang bisnis prostitusi dan penjual minuman keras," ungkapnya.

Ketika didesak Dialeksis.com untuk menyebutkan tentang lokasi aktifitas yang dilarang oleh syariat itu, dia hanya tersenyum.

"Biar orang pemerintah saja yang kerja, jadi ngapain mereka digaji," tukasnya.

Menurut dia, pelaksanaan syariat Islam saat ini hanya dilakukan dalam 'ruangan'. Standar kebenaran kaum muslim itu, sebutnya, tidak hadir dalam peraturan perekonomian, pendidikan, kebudayaan, dan kehidupan sosial masyarakat Aceh.

"Bahasa prokem nya 'Peusom Salah Peulemah Shaleh' (sembunyikan salah, nunjukin saleh-red)," tegas Reki.

Reki menunjukkan contoh bisnis leasing yang mengikat masyarakat dengan sistem kredit. 

"Ketika kita hendak beli cash sepeda motor dengan warna putih misalnya, dibilang sama pramuniaga show room sepeda motor warna putih habis, begitu kita keluar dari tempat tersebut langsung agen leasing datang menawarkan sepeda motor yang kita inginkan dengan pembayaran sistem kredit," kata Reki.

Ia melihat masih banyak potensi yang bisa dimaksimalkan oleh Pemko Banda Aceh. Misalnya, sambung dia, menggandeng Dekranas adalah pilihan strategis untuk memasarkan hasil kerajinan dan budaya Aceh.

"Nah kalau untuk masalah budaya Aceh, kalau mau lihat-lihat datang aja ke Dekranas. Peluang pengembangan budaya Aceh seharusnya bisa bekerja sama dengan para pemilik hotel dengan menampilkan kerajinan dan budaya Aceh. Masih banyak peluang yang belum dimanfaatkan oleh Pemko Banda Aceh," ujarnya.

Ia mengharapkan Pemko Banda Aceh dapat merealisasikan harapan dan keinginan masyarakat mewujudkan Kota Banda Aceh yang gemilang.

"Kami masyarakat Banda Aceh sangat mengharapkan agar keistimewaan dan kekhususan Aceh serta MoU harus benar benar dirasakan oleh rakyat Aceh. Semoga bapak Walikota menjadi pemimpin yang amanah, tapi bukan jujur," harapnya.

"Karena, orang amanah sudah pasti jujur, namun, orang jujur belum tentu amanah," tambah Reki. (im)







Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda