Senin, 29 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Geger Bobby Nasution Razia Truk Aceh, PERMAHI: Saatnya Investasi Hidup di Tanah Sendiri

Geger Bobby Nasution Razia Truk Aceh, PERMAHI: Saatnya Investasi Hidup di Tanah Sendiri

Minggu, 28 September 2025 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) DPC Aceh, Rifqi Maulana.  Dokumen untuk dialeksis.com. 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tindakan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang terekam kamera sedang menghentikan dan merazia truk berplat BL (Aceh) di salah satu ruas jalan di Medan, menuai reaksi keras dari berbagai kalangan di Aceh. 

Peristiwa itu bukan sekadar soal penegakan aturan lalu lintas, melainkan menyentuh aspek hubungan sosial-ekonomi antarwilayah yang selama ini terjalin erat antara Aceh dan Sumatera Utara.

Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) DPC Aceh, Rifqi Maulana, menilai sikap Bobby Nasution tersebut patut dikritisi. 

“Seolah-olah kendaraan dari Aceh ini dianggap tamu yang tidak diundang di Sumut. Padahal hubungan Aceh dan Sumut sudah lama saling terikat, baik dalam urusan ekonomi, sosial, hingga budaya,” ujar Rifqi kepada media dialeksis.com, Minggu (28/9/2025).

Menurut Rifqi, tindakan tersebut berpotensi memunculkan kesalahpahaman publik, bahkan bisa melukai hubungan emosional kedua daerah yang selama ini sangat dekat. 

Ia menilai bahwa kebijakan semacam ini bisa menimbulkan efek domino yang berbahaya, terutama jika kemudian memicu sikap balasan dari masyarakat Aceh.

“Kalau logikanya plat BL tidak pantas beraktivitas di Sumut, maka Aceh juga punya hak untuk memperlakukan hal yang sama terhadap kendaraan plat BK yang bebas berkeliaran di jalanan kita. Plat BK itu sepatutnya dirazia juga dan diminta balik nama menjadi BL. Prinsip keadilan harus berlaku timbal balik,” tegas Rifqi.

Namun, lebih dari sekadar persoalan kendaraan, Rifqi menilai insiden ini menjadi momentum bagi masyarakat Aceh untuk meninjau ulang orientasi ekonominya. 

Selama ini, triliunan rupiah dana masyarakat Aceh lebih banyak parkir di bank-bank di Medan dan sekitarnya. Situasi ini, menurutnya, membuat Aceh kehilangan potensi besar dalam membangun kedaulatan ekonomi.

“Kalau dana sebesar itu dialihkan ke perbankan di Aceh, maka investasi bisa hidup di tanah sendiri. Lapangan kerja terbuka, ekonomi lokal bergerak, dan kita tidak lagi tergantung pada daerah lain. Ini waktunya Aceh berdikari di bidang ekonomi,” kata Rifqi.

Ia menegaskan, martabat dan kedaulatan Aceh tidak boleh terus bergantung pada daerah tetangga. Dengan segala potensi sumber daya yang dimiliki, Aceh sudah seharusnya mengembangkan pusat-pusat ekonomi, perbankan, hingga investasi mandiri.

“Jangan sampai kita terus diperlakukan seolah-olah orang asing di negeri sendiri. Peristiwa ini harus menjadi cambuk agar Aceh segera bangkit, menata ulang strategi pembangunan ekonominya, dan berani menegakkan kedaulatan di bumi Serambi Mekah,” pungkas Rifqi.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
bpka - maulid