Beranda / Berita / Aceh / IJTI Aceh Kecam Arogansi Anggota Polda Aceh, Insiden Tarik Kerah Baju dan Maki Jurnalis

IJTI Aceh Kecam Arogansi Anggota Polda Aceh, Insiden Tarik Kerah Baju dan Maki Jurnalis

Sabtu, 20 Februari 2021 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

IJTI Aceh mengecam keras tindakan arogansi anggota Polda Aceh. Foto/Ilustrasi


DIALEKSIS.COM | Aceh - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah (Pengda) Aceh, mengecam tindakan arogansi yang dilakukan oleh salah seorang anggota polisi yang mengaku dari Polda Aceh .

Tindakan arogansi tersebut, terjadi saat peluncuran buku karyanya Winta Widodo, yang merupakan istri dari Kapolda Aceh, di Museum Tsunami, Jumat (19/2/2021). Arogansi anggota polisi itu menimpa kontributor televisi nasional, Fadli Batubara.

"Saya menegur dia karena mic kameranya masuk ke dalam frame kamera saya, tapi pelaku yang arogan malah menepuk kamera saya," kata Fadli. Penasaran akan hal itu, Fadli memanggil pelaku usai wawancara untuk klarifikasi, namun pelaku justru memaki dan mengatakan dari Polda Aceh.

"Dia pegang kerah baju saya dan bilang dari Polda Aceh, kemudian AKP Sandi melerai kami," terang Fadli. Saksi yang berada di lokasi, Taufan mengatakan, arogansi tersebut terjadi saat proses wawancara, terdengar cek-cok antara keduanya, sehingga sempat menggangu proses wawancara.

"Ketika wawancara terdengar mereka saling bisik, hingga kamera saya ikut goyang juga, dan pelaku itu dari awal memang suka masuk dalam frame kamera, kerap mendahului, dan selesai wawancara mereka malah sempat bersitegang juga, sehingga langsung dilerai kawan-kawan," jelas Taufan, kontributor iNews TV.

Karena kejadian tersebut, Ketua IJTI Pengda Aceh, Munir Noer mengecam pelaku arogansi yang mengaku dari Polda Aceh, di mana seharusnya polisi dan wartawan dapat bermitra dengan baik, tapi justru bersikap sebaliknya. "Saya mengecam kejadian ini, pelaku harus meminta maaf kepada korban. Kita tidak akan berhenti sampai disini," katanya.

Selanjutnya Munir menegaskan, wartawan memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang layak diketahui oleh publik , tentunya dengan kode etik jurnalistik. "Jadi bila ada yang menghalangi, maka kami tidak akan tinggal diam," tegasnya.

"Kita tidak tutup mata dan tidak diam dengan kejadian ini, pelaku harus meminta maaf kepada korban, dan polisi juga harus memastikan kepada anggotanya agar kejadian serupa tidak berulang," jelas Munir Noer.

Dia menambahkan, dalam UU Pers No. 40/1999 dijelaskan, bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka pelaku dapat dikenakan hukuman selama dua tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp500 juta [Sindonews.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda