Beranda / Berita / Aceh / Imam Juaini Mengaku Diusir oleh SC dalam Kegiatan Musyawarah Seniman

Imam Juaini Mengaku Diusir oleh SC dalam Kegiatan Musyawarah Seniman

Kamis, 09 Desember 2021 23:40 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana Rizki

Seniman Banda Aceh, Imam Juaini. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Terkait Musyawarah Seniman 2021 yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) pada tanggal 6-7 Desember tepatnya di Hotel Hermes diduga terjadi tumpang tindih antara Musyawarah Seniman dengan Pemilihan Ketua Dewan Kesenian Aceh (DKA).

Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan peran serta pemangku kepentingan bidang kesenian sebagai upaya pembinaan, perlindungan, dan pemanfaatan terhadap karya seni dan sumber daya manusia termasuk lembaga kesenian yang ada di Aceh.

Seniman Banda Aceh, Imam Juaini mengatakan, ia diundang atas nama Musyawarah Seniman Aceh. Jadi dari tema yang dilihat itu untuk mencari format atau konsep terhadap kesenian, tetapi di tengah perjalanan itu digiring ke Pemilihan Ketua DKA.

Ia mengungkapkan bahwa ia tidak paham kenapa hal demikian bisa terjadi. Katanya, jika dilihat dari tema itu sudah melenceng.

“Saya melihat hal tersebut belum bisa mendidik generasi yang mengedepankan etika tapi lebih kepada ke ambisi-ambisi yang tidak bisa dijadikan contoh generasi ke depan. Kita kan ada undangan dari dinas untuk hadir dan kita bisa memberikan kontribusi-kontribusi,” ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Kamis (9/12/2021).

Iman menyampaikan, ia berpegang pada Musyawarah Seniman bukan Musyawarah Dewan Kesenian, jadi sudah beda konteksnya. Seandainya itu Musyawarah Dewan Kesenian, ia mikir-mikir dulu untuk ikut kegiatan tersebut.

Ia juga menjelaskan, setelah break sudah ada aturan baru, yang tidak ada Surat Keputusan (SK) dilarang masuk oleh Steering Comittee (SC). 

"Mereka hanya mengatakan saja SK-nya. Dalam hal ini saya melihat apakah dinas membiarkan, mendukung kebijakan, atau mengalokasikan hal-hal sangat buruk untuknya (SC)? Terutama Dinas Pariwisata. Kalau memang menginginkan sebuah kelakon kesenian yang lebih bagus jangan seperti ini. Jangan berikan kepada orang-orang yang memang punya ambisi untuk penguasaan lembaga-lembaga tertentu,” ujarnya lagi.

Imam mengaku bahwa ia menjadi peninjau di kegiatan tersebut. Undangan yang ia terima dari dinas itu sendiri. Sempat juga ia diusir karena tidak memiliki SK, kemudian tiba-tiba disuruh masuk lagi oleh panitia Dinas.

“Jadi setelah masuk, belum saya duduk sudah diusir lagi oleh SC-nya. Setahu saya di mana pun kita ikut acara yang kita bawa mandat sebenarnya, tidak pernah disuruh bawa SK,” tegasnya.

“Saya rasa gaya-gaya preman ini nggak zaman lagilah. Itu zaman-zaman masa orde baru, ini sesuatu yang konyol, dan ini pola-pola lama. Pemerintah harus punya sikap, terutama Dinas Pariwisata, apakah memang ini yang diharapkan atau memang ini melenceng dari yang diharapkan, karena ini sesuatu yang harus dievaluasi, kalau tidak, ya tidak ada kewibawaan dari kesenian,” tambahnya lagi.

Ia juga mengharapkan satu konsep besar yang mengatur seperti apa konsepnya makanya ia hadir, semua kan bisa disetting, semua kan bisa diatur sesuai kehendak siapa yang pegang peran.

“Saya selaku seniman ini merasa bahwa ini sebuah pembodohan bagi kabupaten/kota karena kabupaten/kota belum mampu menjalankan visi misinya di lapangan, dalam hal ini pemerintah terutama Dinas Pariwisata harus mengambil peran apakah yang terjadi kemarin itu sah/tidak? Atau apa solusinya? Kalau tidak sampai kapanpun akan terpecah-pecah, itu akan sia-sia saja,” pungkasnya. [AU]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda