Beranda / Berita / Aceh / Ini Kata Pemerhati Kebijakan Publik Tentang Polemik Anggaran Hibah

Ini Kata Pemerhati Kebijakan Publik Tentang Polemik Anggaran Hibah

Jum`at, 19 Juli 2019 20:35 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh perlu mengambil langkah verifikasi administrasi dan teknis untuk menjawab permasalahan mendasar kenapa hibah tidak terealisasi. Hal ini penting untuk menghindari masalah hukum dikemudian hari.

Hal tersebut ditegaskan Koordinator Presidium Gerak Indonesia Akhiruddin Mahjuddin yang juga pemerhati kebijakan publik kepada Dialeksis.com, Kamis, (18/7/2019).

Akhiruddin menyebutkan dalam verifikasi administrasi penting untuk memastikan kegiatan hibah didukung oleh usulan atau proposal dari masyarakat. Setelahnya, sambung dia, pastikan usulan tersebut masuk kedalam RKA-SKPA serta KUA/PPAS 2018.

"Walaupun telah didukung adanya proposal namun jika tidak masuk dalam Renja SKPA Atau Setidak-tidaknya KUA/PPAS, jika Tetap dicairkan akan berpotensi menjadi masalah hukum kemudian hari," tegas Akhiruddin.

Yang kedua, lanjutnya, melakukan daftar kegiatan hibah yang memenuhi syarat 1 dan 2 (Minimal Syarat 2 Terpenuhi) serta membentuk tim verifikasi guna memastikan kebenaran dan memastikan bahwa penerima manfaat tepat sasaran. Berikutnya, lanjut Akhiruddin membuat rekomendasi hasil verifikasi lapangan yang memuat daftar kegiatan yang dapat dibantu guna diterbitkan SK hibah oleh Gubernur.

Namun, dia mengatakan, sebelum SK hibah ditandatangani, maka setiap tim anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), kepala SKPA terkait dan tim verifikasi harus/wajib terlebih dahulu membuat surat pernyataan tanggung jawab mutlak diatas materai.

"Akan tetapi, informasi yang saya dapatkan, ternyata sebahagian besar kegiatan hibah tidak masuk dalam KUA dan PPAS," tukasnya.

Menjawab hal itu, sambungnya, Pemerintah Aceh harus menyurati Kemendagri dan BPK RI guna menemukan solusi hukum/regulasi pencairan hibah tersebut.

"Jika Kemendagri dan BPK RI menyatakan dapat dicairkan (surat Kemendagri dan BPK RI harus tertulis) yang mana surat tersebut ditembuskan kepada Kajagung, Kapolri, dan KPK," tegasnya.

Sementara itu, ditingkat provinsi, Pemerintah Aceh harus menginisiasi Forkopimda Untuk membuat kesepakatan bersama atas nama kepentingan publik sebagai Diskresi guna menyamakan persepsi untuk menghindari perbedaan sikap dan tindakan khususnya Kepolisian Daerah Aceh dan Kejaksaan Tinggi Aceh terkait masalah ini.

"Jika ternyata Kemendagri tidak mengizinkan hibah tersebut karena tidak memenuhi oersyaratan administrasi dan Prosedur legal, maka kegiatan hibah tersebut harus masuk dalam APBA-P 2019, dengan terlebih dahulu melakukan oembahasan KUA dan PPAS perubahan di DPRA, yang dilanjutkan dengan pembahasan dan pengesahan APBA-P Tahun 2019," katanya.

Pada akhir penjelasannya, Akhiruddin menegaskan, setelah memahami alur dan mekanisme diatas, yang paling bertanggungjawab atas masalah ini adalah TAPA.

"Karena telah lalai memastikan kegiatan hibah ini masuk dalam RKA-SKPA, KUA dan PPAS Tahun 2019," imbuhnya.

Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda