Beranda / Berita / Aceh / JSI Bersama PRPRK dan ADI Gelar FGD Refleksi 15 Tahun Perdamaian Aceh

JSI Bersama PRPRK dan ADI Gelar FGD Refleksi 15 Tahun Perdamaian Aceh

Kamis, 03 Desember 2020 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
[Foto: Akhyar/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Banda Aceh bersama Pusat Riset Perdamaian dan Resolusi Konflik (PRPRK) dan Analisa Demokrasi Institute (ADI) menggelar acara Forum Group Discussion (FGD).

FGD tersebut bertemakan Refleksi 15 Tahun Perdamaian Aceh "Peta Kondisi Terkini Ekososbudhamkam Pasca Perdamaian" yang berlangsung di Lambada Coffe, Banda Aceh, Kamis (3/12/2020) bertepatan sehari jelang Milad GAM ke 44.

Fasilitator acara Dr Otto Syamsuddin Ishak mengatakan, konflik, tsunami dan Covid-19 yang terjadi di Aceh menimbulkan kemiskinan.

"Masyarakat Aceh telah tiga lapis mengalami itu, bersusun-susun sehingga menyebabkan masyarakat miskin," ujar Otto saat pembukaan acara tersebut.

Kemudian, Otto juga menyatakan, permasalahan yang sedang dialami Aceh untuk saat ini ialah masalah strategi pembangunan.

"Masalah Aceh bukan masalah anggaran tetapi masalah strategi pembangunan," katanya.

Narasumber selanjutnya dari Mantan GAM Sofyan Dawood mengatakan, selama 15 tahun perdamaian Aceh, masyarakat tidak merasakan otsus, tetapi para pejabatlah yang merasakan.

"Coba kita masuk 1 sampai 2 kilometer dari jalan besar Banda Aceh, kita tanyakan masalah Otsus yang sudah 15 tahun ini, mereka akan jawab tidak tahu itu," jelas Sofyan.

"Kami di berikan pemahaman oleh Wali Naggroe Alm Muhammad Hasan Tiro dulu, pikirlah untuk Aceh, bukan untuk kelompok. Siapapun dia yang mengaku Aceh dia harus memikirkan Aceh, itu kewajiban," tambahnya.

Ia juga meminta, pemerintahan Gubernur Nova Iriansyah saat ini harusnya memanggil siapa-siapa yang perlu karena dana Otsus ini hadir dari perjuangan kekuatan GAM. Ada jasa orang di sana.

"Dana Otsus tidak dirasakan oleh masyarakat tetapi yang merasakan penguasa itulah yang terjadi. Kenapa ini bisa terjadi kerena ego kita sangat besar dan itu menjadi kelemahan bagi kita," ungkap Sofyan.

"Kekecewaan kita sangat besar karena kenyataannya memang Aceh masih miskin," tambahnya.

Narasumber yang sama dari Mantan GAM, Tgk Amni mengatakan, semua pihak harus bersama membangun Aceh, masa lalu yang sudah terjadi di Aceh dan sudah ditandatangani sebuah kesepakatan damai (MoU Helsinki).

"Bagaimana mentransformasi daripada konflik membangun Aceh dengan cara-cara damai karena tanggung jawab ini tidak seharusnya diserahkan kepada GAM, PA, TNA, ini adalah tanggung jawab kita bersama," jelas Tgk Amni.

"Permasalahan sekarang bahwa kita tidak terkonsolidasi, tidak seperti waktu masa-masa konflik dimana sejumlah aktivis dari kampus, ulama, para pejuang yang memegang senjata, para politisi bersatu, walaupun tidak pada satu tempat tapi arah tujuan yang sama yaitu bagaimana merubah Aceh ke arah lebih baik," tambahnya.

Sementara itu, Sekjen Forum LSM Aceh, Sudirman menyerukan Pemerintah Aceh mesti melibatkan mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam rencana pembangunan.

"Pemerintah Aceh harus melibatkan para petinggi GAM dan Mantan Juru Runding dalam perencanaan Pembangunan, sehingga ruh dan semangat perdamaian serta implementasi UUPA dapat berjalan sesuai harapan," ujarnya.

Narasumber selanjutnya dari Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF), Nina Noviana mempertanyakan implementasi kekhususan Aceh dalam UUPA. Menurutnya isu Pilkada yang akan dilakukan pada tahun 2024 telah menghilangkan substansi dari implementasi UUPA itu sendiri.

"Dalam UUPA ada bab khusus yang bahwasanya Pilkada itu dilakukan lima tahun sekali," jelas Novi.

Selain itu, turut juga berhadir dalam acara FGD itu Syardani (Tgk Jamaica mantan Juru Bicara GAM Wilayah Samudra Pasee), Teuku Kamaruzzaman (Mantan Juru Runding GAM), Herman RN (Akademisi Unsyiah), Wildan Sasara, Teuku Muntazar (pemilik Lambada Cofee), Fathur, Iqbal Ahmadi (Akademisi FISIP Unsyiah), Juanda Jamal (Partai Aceh), Mukhlis Mukhtar (Pengacara Senior Aceh), Zulfikar Mirza (ADI), Eka Husnul Hidayati dan Raudhah serta Firdaus Mirza (PRPRK), Zul Akhyar dan Said Yasin (Media Dialeksis), Putri Nadya (FISIP Usnyiah).

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda