Beranda / Berita / Aceh / Junaidi: Butuh Tenaga Ahli Gizi di Setiap Perdesaan untuk Penurunan Stunting di Aceh

Junaidi: Butuh Tenaga Ahli Gizi di Setiap Perdesaan untuk Penurunan Stunting di Aceh

Rabu, 01 Februari 2023 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana

Ketua DPD persatuan Ahli Gizi Aceh, Junaidi. [Foto: for Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua DPD Persatuan Ahli Gizi Aceh, Junaidi mengatakan, Aceh butuh tenaga ahli gizi untuk merubah perilaku masyarakat dan pola makanan yang baik di perdesaan.

Menyikapi hasil survei status gizi nasional tahun 2022 yang baru dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan dua hari yang lalu bahwa penurunan angka stunting di Indonesia itu hanya menurun sebesar 2,8% dari 24,4% menjadi 21,6% pada tahun 2022, sedangkan Provinsi Aceh pada tahun 2021 sebesar 33,2% pada tahun 2022.

Maka hasil ini menunjukkan angka 31,2% dalam hal ini, Aceh hanya mampu menurunkan angka stunting sebesar 2%. Ini merupakan angka yang diharapkan. 

Dalam hal ini, ia mengatakan, program yang terlaksana selama ini belumlah maksimal, artinya belum secara optimal dapat menurunkan masalah gizi, khususnya angkat stunting.  

Lanjutnya, maka langkah yang harus diambil segera oleh pemerintah Aceh bersama seluruh komponen masyarakat yang ada di Aceh dengan melakukan evaluasi terhadap program-program yang sudah berjalan selama ini. Sehingga nantinya akan ditemukan kelebihan dari beberapa daripada program yang sudah berjalan dan kelemahan-kelemahan lapangan tersebut. 

Kemudian berbicara tentang perencanaan program penurunan stunting ini juga perlu melakukan proses yang lebih penting, yakni sistem pendataan, artinya kita harus melakukan proses pengumpulan data untuk menemukan masalah beserta penyebabnya. 

Dengan dasar pengumpulan informasi terhadap persoalan permasalahan tersebut, maka kita menyusun program intervensinya. Selama ini kita mengenal ada dua sebuah program intervensi, yaitu program sensitif dan spesifik. Apakah program-program tersebut sudah menyentuh akar penyebab masalah?

"Kita harus membuat program tersebut secara lokal, artinya disesuaikan dengan persoalan masing-masing daerah tersebut tidak bisa program tersebut disamakan di seluruh Aceh kabupaten/kecamatan atau desa," ucapnya pada Dialeksis.com, Rabu (1/2/2023).

Maka, secara konsep teori dan sub kuartal yang didapatkan beberapa hasil penelitian dan kajian adalah masih rendahnya perilaku masyarakat dalam upaya pengetesan stunting tersebut. Misalnya, rendah kualitas makanan yang dikonsumsi oleh anak, masih rendahnya kualitas makanan tambahan yang ada di posyandu, serta masih rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya gizi.

Padahal bahayanya stunting bahaya anemia dan juga ibu hamil, dimulai sejak konsepsi ibu hamil, lalu ibu menyusui, dan mengasuh makanan anaknya hingga besar. Masalah stunting terinteraksi kondisi remaja yang anemia yang nantinya akan jadi ibu hamil dan tentunya hal ini dibutuhkan upaya-upaya perubahan perilaku.

Sementara itu, merubah perilaku adalah suatu pekerjaan persoalan yang rumit, ia pun menyarankan kepada pemerintah Aceh dan seluruh stakeholder untuk menempatkan tenaga profesional dalam hal menangani gizi dan stunting tersbut. Adanya usulan tenaga ahli gizi yang ada di tingkat perdesaan, misalnya satu ahli gizi memberikan beban pekerjaan untuk merubah perilaku sebanyak 3 desa dengan sistem P3K atau kontrak.

Pemerintah daerah punya tenaga kontrak tapi mengapa kita tidak bisa mengontrak tenaga profesional seperti ahli gizi dengan standar pembayaran sesuai standar keuangan negara? Karena ahli gizi itu mulai lulusan D3, ahli madya gizi, dan lulusan sarjana sains terapan.

Memang mereka dibekali ahli gizi yg memiliki kompetensi cukup untuk menghempaskan permasalahan gizi yang ada di lapangan dan juga akan menentukan keakuratan data tentang pengukuran status gizi dengan antropometri. Juga bisa melihat gejala-gejala kekurangan gizi dan mereka juga bisa melakukan proses edukasi yg sesuai kompetensi mereka. 

"Mereka juga menyusun menu makanan yang bergizi, mau tidak mau kita butuh tenaga yang siap membantu permasalahan ini yang ada di di perdesaan terkait dengan stunting," jelasnya. 

Ia juga menyebut, sebagai otensi profesi ahli gizi ia selalu bekerja sama, siap mendukung pemerintahan Aceh mulai dari provinsi hingga tingkat perdesaan untuk membantu masyarakat, terutama dalam aspek ahli gizi dan kesehatan. Dengan adanya perubahan yang dilakukan, ia berharap anak-anak balita ke depan akan berkualitas, terbebas dari stunting, dan dapat menjadi generasi yang dapat diandalkan untuk memimpin Aceh di masa mendatang.

Ia juga menyampaikan, Allah swt. memberikan Aceh kelebihan dengan nuansa damai, aman, dan hidup dalam bingkai RI hukum syariat. Alam yang sangat luas dan kompetensi yang sangat luar biasa, sehingga pendapatan Aceh yang tinggi. Dengan begitu, diharapkan Aceh dapat melaksanakan amanah ini untuk terus mengayomi dengan baik, InshaAllah Aceh akan bisa menurunkan angka stunting pada tahap angka yang dinginkan. Misalnya pada tahun 2024 ini Aceh punya bangsa 2 tahun dapat menurunkan sebesar 5 digit ke depan. 

Ia tidak berharap terlalu tinggi sampai turun 14%, karena pengalamannya ia melihat bahwa data Aceh yang turun 3%. Maka, pada 2 tahun ini dapat turun sebesar 5 sampai 6%.

"Mari kita bantu masyarakat Aceh, kita jadikan negara bangsa Aceh ini menjadi sesuatu yang lebih baik di nusantara ini, kita bisa bangga sebagai masyarakat Aceh," pungkasnya [AU]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda