Beranda / Berita / Aceh / Kapolri Sarankan Perkara UU ITE Kedepankan Mediasi, Advokat Sampaikan Ini

Kapolri Sarankan Perkara UU ITE Kedepankan Mediasi, Advokat Sampaikan Ini

Rabu, 17 Februari 2021 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Praktisi Hukum, Hermanto. [For Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Advokat/Praktisi Hukum, Hermanto, SH mengapresiasi pernyataan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mengatakan penyelesaian perkara yang menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) harus mengedepankan mediasi antara pelapor dan terlapor.

Apresiasi itu Hermanto sampaikan karena terdapat banyak Pasal-pasal karet yang dinilai mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (ITE) yang masih dan akan terus memakan korban.

“Upaya mediasi dan tidak dilakukan penahanan terhadap terlapor seperti yang disarankan oleh Kapolri merupakan solusi yang sangat baik, karena selama ini banyak pihak yang terkena UU ITE langsung dilakukan upaya penahanan meskipun ancaman hukuman dari Pasal 27 ayat (1),(2),(3) dan (4), UU ITE Ancamannya adalah 6 Tahun Penjara,” kata Hermanto kepada Dialeksis.com, Rabu (17/2/2021).

Adapun berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam hal:

1. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri,

2. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti

3. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana.

Dalam ilmu hukum pidana, lanjut Hermanto, ketiga hal tadi lazim disebut sebagai alasan subyektif. Sedangkan alasan obyektif diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam poin a, tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

“Jika berpedoman pada Pasal 21 Ayat (4) huruf a KUHAP memang seharusnya Terlapor Pasal 27 ayat (1),(2),(3) dan (4) UU ITE bisa ditahan karena Ancamannya adalah 6 tahun penjara, akan tetapi tindak pidana yang diancam tersebut bukan tindak pidana Extraordinary Crime (kejahatan luar biasa), jadi jangan seolah-olah kejahatan yang dilakukan oleh Terlapor UU ITE merupakan kejahatan luar biasa, jadi jangan terlalu dibesar-besarkan sampai dilakukan upaya penahanan,” jelasnya.

Paska disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kata dia, telah berpotensi mengancam demokrasi di Indonesia, sebab banyak suara-suara yang kritis yang dapat dibungkam lewat pasal-pasal UU ITE.

Hak Kebebasan Berpendapat

Hak dasar yang dimiliki oleh tiap individu dalam sebuah negara tercantum pada konstitusinya. Di Indonesia kebebasan untuk berpendapat diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai berikut.

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”

Disamping itu, perlu juga dilihat ketentuan dalam Pasal 28F UUD 1945, yang berbunyi:

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”

Selanjutnya, perihal kemerdekaan bersyarikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dalam hal ini, yang mendasari seseorang bebas untuk mengeluarkan pendapat dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) berikut:

“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan Negara.”

Terkait dengan statement presiden yang meminta warga untuk mengkritik pemerintah, Hermanto mengatakan, salah satu saluran kritik pemerintah merupakan lewat media sosial. Oleh karena itu, ia meminta presiden untuk  

“Jika Jokowi serius dengan ucapannya, maka pemerintah didesak mengajukan revisi terhadap UU ITE, jadi jangan kontradiksi pernyataan presiden Jokowi, di satu sisi orang disuruh mengkritik pemerintah, disisi lain banyak orang yang mengkritik pemerintah di proses hokum,” pungkas dia.

Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda