DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Praktisi hukum dan pengacara senior Kasibun Daulay menegaskan bahwa secara hukum, penghentian penyidikan memang diperbolehkan, tetapi harus disertai alasan yang jelas dan transparan.
“Dari sisi KUHAP, SP3 itu sah secara undang-undang. Tapi yang penting, harus ada alasan hukum yang jelas, ada keadilan, dan disampaikan secara terbuka kepada publik. Apalagi jika kasus ini menyangkut kepentingan masyarakat luas, transparansi itu wajib,” ujar Kasibun kepada Dialeksis, Kamis (14/8/2025).
Kasibun menilai, tanpa keterbukaan, keputusan penghentian perkara bisa memunculkan kecurigaan dan polemik di masyarakat. Ia mengingatkan, publik bisa saja menilai bahwa SP3 tersebut diterbitkan karena adanya faktor di luar kepentingan hukum murni.
“Kalau tidak dijelaskan secara transparan, publik bisa berprasangka buruk. Bisa saja muncul anggapan ada faktor tertentu di balik keputusan itu, bukan murni pertimbangan hukum. Dalam penegakan hukum, prosedur itu wajib dijalankan dengan benar,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kasibun menjelaskan bahwa pihak pelapor sebenarnya memiliki hak hukum untuk menguji keputusan SP3 melalui mekanisme praperadilan di pengadilan.
Menurutnya, langkah itu bisa menjadi sarana untuk memastikan apakah keputusan penyidik sudah sesuai hukum atau tidak.
“Kalau memang ada pelapornya, apalagi dari LSM atau pihak yang punya kepentingan dalam perkara ini, maka bisa diuji saja di pengadilan lewat praperadilan. Di situ akan terlihat apakah SP3 ini sah secara hukum atau justru sebaliknya,” jelasnya.
Kasibun menambahkan, mekanisme ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Ia menekankan, hukum tidak boleh berjalan di ruang gelap, melainkan harus terbuka agar masyarakat yakin bahwa setiap kebijakan penegakan hukum diambil demi keadilan, bukan karena tekanan atau kepentingan tertentu.
“Intinya, jangan sampai publik melihat penegakan hukum seperti dagelan. SP3 harus berdiri di atas hukum dan keadilan, bukan di atas intervensi atau kepentingan pihak mana pun,” tutup Kasibun.
Sebelumnya, keputusan penyidik Polda Aceh menghentikan penyelidikan laporan dugaan penipuan pangkalan gas milik PT ESA menuai kekecewaan dari sejumlah korban.
Mereka mempertanyakan dasar hukum dan alasan di balik terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang diterbitkan pada 6 Agustus 2025.
Informasi penghentian penyelidikan itu diterima korban melalui surat resmi yang dikirim oleh Kanit Polda Aceh, AKP Zulfitriadi, S.H., M.A. Surat tersebut ditandatangani langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Aceh, Kombes Pol Ilham Saparona.
Dalam isi surat, disebutkan bahwa penyidik menghentikan proses penyelidikan karena tidak menemukan adanya unsur tindak pidana. Namun, yang membuat korban terkejut, surat itu juga mengarahkan agar laporan mereka diubah dengan menunjuk Saiful Haris sebagai pihak terlapor.