Selasa, 04 November 2025
Beranda / Berita / Aceh / Kasus Tewasnya Pemuda Aceh di Masjid Sibolga Tuai Kecaman, Publik Desak Keadilan

Kasus Tewasnya Pemuda Aceh di Masjid Sibolga Tuai Kecaman, Publik Desak Keadilan

Selasa, 04 November 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Ilustrasi penganiayaan. Foto: Tempo


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seorang pemuda asal Simeulue, Aceh, bernama Arjuna Tamaraya (21) meninggal dunia setelah diduga dianiaya oleh sekelompok pemuda di area Masjid Agung Kota Sibolga, Sumatera Utara. 

Peristiwa tragis yang terjadi pada Sabtu (1/11/2025) dini hari tersebut berawal ketika korban yang merupakan mahasiswa perantau hendak beristirahat di masjid. 

Tindakan kekerasan ini memicu kemarahan luas, baik dari pihak keluarga, masyarakat Aceh, hingga tokoh publik, sementara pihak kepolisian telah menangkap sejumlah pelaku dan tengah mendalami motif kasus ini.

Menurut keterangan keluarga, Arjuna saat itu menumpang tidur di Masjid Agung Sibolga karena masa sewa kosnya telah habis. Paman korban, Nata Safandi, menyebut keponakannya bahkan telah meminta izin kepada warga sekitar untuk bermalam di sana. 

Menjelang subuh, sekitar pukul 03.30 WIB, seorang pemuda lokal berinisial ZP (57) menegur Arjuna agar tidak tidur di dalam masjid. Korban yang kelelahan tetap beristirahat, sehingga memicu adu mulut. Merasa tersinggung, ZP kemudian memanggil beberapa rekannya.

Situasi berubah cepat menjadi aksi pengeroyokan brutal. Para pelaku memukuli dan menendang Arjuna di dalam masjid, lalu menyeretnya ke luar hingga kepala korban terbentur anak tangga. Bahkan salah satu pelaku melempar korban dengan buah kelapa, mengakibatkan luka parah di kepala, dan pelaku lainnya sempat mencuri uang Rp10.000 dari saku celana korban. 

Korban ditemukan dalam kondisi tak sadarkan diri di area parkir masjid oleh marbot sekitar pukul 03.30 WIB dan segera dilarikan ke RSUD Dr. F.L. Tobing Sibolga. Nyawa Arjuna tidak tertolong, ia dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu pagi sekitar pukul 05.55 WIB.

Penyelidikan Polisi

Polres Sibolga bergerak cepat menindaklanjuti kasus ini. Berdasarkan rekaman kamera CCTV masjid, polisi berhasil mengidentifikasi enam orang yang terlibat dalam penganiayaan tersebut. Kurang dari 24 jam pasca kejadian, tiga pelaku utama berhasil diringkus. 

Ketiganya berinisial ZP alias A (57), HB alias K (46), dan SS alias J (40) -- dua ditangkap di sekitar lokasi masjid, sementara satu pelaku dibekuk di jalan lintas saat mencoba melarikan diri.

“Begitu mendapat laporan dan hasil rekaman CCTV, tim langsung melakukan penyelidikan intensif. Dua pelaku utama kami amankan di hari yang sama, sementara satu pelaku lainnya ditangkap keesokan harinya saat berusaha melarikan diri,” ujar Kasat Reskrim Polres Sibolga AKP Rustam E. Silaban. Polisi masih memburu pelaku lain yang diduga turut terlibat dan berhasil melarikan diri.

AKP Rustam E. Silaban menjelaskan para tersangka akan dijerat dengan pasal berlapis. Tindak pidana para pelaku memenuhi unsur Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan serta Pasal 170 Ayat (3) KUHP tentang kekerasan bersama-sama yang mengakibatkan hilangnya nyawa.

Selain itu, pelaku SS yang mengambil uang korban dijerat tambahan Pasal 365 Ayat (3) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian. Sementara itu, Kasi Humas Polres Sibolga AKP Suyatno menegaskan bahwa korban dan pelaku saling tidak mengenal dan para pelaku bukan bagian dari pengurus masjid setempat. 

“Bukan (marbot), mereka masyarakat sekitar situ. Penganiayaan diduga dipicu karena para pelaku tidak senang korban beristirahat di masjid,” kata Suyatno, seraya mengimbau warga tidak terprovokasi isu liar.

Hingga Selasa (4/11), Polres Sibolga masih melengkapi penyelidikan dan belum memberikan keterangan resmi lengkap terkait kronologi maupun motif mendalam kasus ini. Pihak kepolisian Sumut menyatakan kasus tersebut menjadi atensi serius mengingat perbuatan keji ini terjadi di lingkungan rumah ibadah. 

Jenazah Arjuna telah dipulangkan dan dimakamkan di kampung halamannya di Simeulue, Aceh, dengan diantar keluarga serta masyarakat setempat yang berduka.

Gelombang Kecaman Publik

Kasus pengeroyokan fatal ini menuai kecaman luas. Di Sumatera Utara, Wakil Ketua DPRD Sibolga Jamil Zeb Tumori mengecam keras aksi kekerasan di rumah ibadah tersebut. 

“Ironisnya, mereka melakukan pengeroyokan kepada orang yang singgah di rumah Allah,” ujarnya, seraya meminta polisi menindak tegas para pelaku demi mencegah kejadian serupa. Gelombang reaksi yang lebih besar muncul dari Aceh, daerah asal korban. 

Masyarakat Aceh mengecam peristiwa ini sebagai tindakan biadab yang mencederai nilai kemanusiaan dan kesucian masjid.

Sejumlah tokoh Aceh turut menyampaikan suara mereka. Ketua DPRK Banda Aceh Irwansyah mengungkapkan keprihatinan mendalam atas tewasnya seorang pemuda Aceh di perantauan dan mendesak penegak hukum mengusut tuntas kasus ini secara transparan dan adil. 

Senada, tokoh pendidikan Islam Aceh Dr. H. Teuku Zulkhairi, S.Pd.I, MA mengecam keras kekerasan di dalam rumah ibadah dan menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi perilaku main hakim sendiri yang merenggut nyawa. 

Keduanya mengingatkan agar kejadian ini menjadi pelajaran penting tentang toleransi dan keamanan di tempat ibadah, serta meminta masyarakat Aceh tetap tenang sambil mempercayakan proses hukum kepada aparat terkait.

Selain itu, komunitas perantau Aceh di luar negeri juga bereaksi. Grup Aceh Bersatu (GAB) di Malaysia misalnya, menyuarakan desakan agar kasus ini ditangani dengan tegas. 

“Kami di Malaysia sangat berduka dan mengecam keras tindakan keji ini. Korban adalah anak muda Aceh yang sedang berjuang menuntut ilmu. Kami mendesak Polri mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu dan menjatuhkan hukuman maksimal bagi pelaku,” tegas Junaidi R., Ketua GAB Malaysia. 

Tokoh muda Simeulue, Zulkarnain, juga mengutuk keras tindakan brutal tersebut dan meminta polisi segera menangkap seluruh pelaku yang masih buron.

Ia bahkan telah berkoordinasi dengan anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman (Haji Uma), untuk mengawal proses hukum dan memberi dukungan advokasi kepada keluarga korban.

DPP Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) turut mengeluarkan pernyataan resmi. Organisasi ini mengutuk keras penganiayaan yang menewaskan Arjuna, menyebutnya mencoreng kemanusiaan dan mencederai kehormatan masjid sebagai tempat ibadah.

BKPRMI mendesak penegakan hukum yang tegas serta mengimbau umat untuk menjaga kondusifitas dan tidak terprovokasi aksi balasan. Sementara Presiden Pemuda Masjid Dunia, Datuk H. Said Aldi Al Idrus, menyatakan para pelaku layak diberi hukuman seberat-beratnya.

“Mereka sudah tidak menghormati kesucian masjid dengan melakukan tindak kriminal di rumah ibadah. Polres Sibolga harus segera memberikan hukuman berat, karena telah menyebabkan korban meninggal dunia,” ujarnya dari Kuala Lumpur.

Pemerintah daerah setempat juga menyampaikan belasungkawa. Wali Kota Sibolga, dalam rapat paripurna APBD, menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga almarhum Arjuna Tamaraya dan memastikan pihaknya mendukung proses hukum terhadap para pelak. 

Di Aceh, para pejabat dan masyarakat berharap kasus ini menjadi pengingat pentingnya menjaga keamanan tamu atau musafir yang singgah, dan mengajak seluruh pihak menjadikan masjid sebagai ruang aman serta ramah bagi siapa pun yang membutuhkan pertolongan.

Tragedi yang menimpa Arjuna Tamaraya bukan sekadar kisah pilu seorang perantau yang kehilangan nyawa, melainkan cermin gelap dari lunturnya empati dan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan. 

Masjid, yang semestinya menjadi tempat berlindung dan menenangkan jiwa, justru menjadi saksi bisu kekerasan yang tak seharusnya terjadi. Semoga keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, dan semoga peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk kembali menumbuhkan kasih, kepedulian, serta rasa hormat terhadap sesama manusia--di mana pun, dan dalam kondisi apa pun.[arn]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI