DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penangkapan enam orang pengikut ajaran Millah Abraham di Kabupaten Aceh Utara kembali membuka memori lama masyarakat Aceh tentang kemunculan aliran yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam itu.
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk. H. Faisal Ali, menegaskan bahwa Millah Abraham bukan bagian dari Islam dan sejak lama telah masuk daftar aliran sesat di Aceh.
“Ini bukan hal baru. Millah Abraham sudah kita masukkan ke dalam daftar aliran sesat. Mereka hanya sering berganti nama, tapi hakikat ajarannya sama. Kadang mereka muncul sebagai Gafatar, Abrahamisme, Kesatuan Agama, atau nama-nama lain,” kata Tgk. Faisal Ali saat dimintai tanggapannya media dialeksis.com, Jumat (8/8/2025).
Ia mengingatkan bahwa pada April 2011, sekitar seratus pengikut Millata Abraham dari berbagai daerah di Aceh pernah disyahadatkan kembali oleh para ulama di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Prosesi itu disaksikan langsung oleh Gubernur Aceh saat itu, Irwandi Yusuf, Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan, Ketua MPU Tgk. Muslim Ibrahim, dan ratusan jamaah.
Namun, meski ada yang kembali ke jalan lurus, sebagian pengikut lama ternyata tetap bertahan pada keyakinannya dan menyebarkan ajaran tersebut secara sembunyi-sembunyi di Aceh.
MPU Aceh sudah lama mengambil sikap tegas. Pada 22 Januari 2015, lembaga ini mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2015 yang menyatakan Gafatar yang dianggap metamorfosis dari Millata Abraham dan al-Qiyadah al-Islamiyah sebagai ajaran sesat dan menyesatkan.
"Dalam diktum pertama fatwa itu disebutkan, setiap pengikut ajaran Gafatar adalah murtad. Sikap simpati terhadap Gafatar adalah perbuatan munkar. Setiap pengurus, pengikut, dan simpatisan Gafatar yang tidak bertaubat agar ditindak dan dikenakan hukuman seberat-beratnya," ujarnya.
Tgk. Faisal Ali menilai ajaran ini bukan sekadar penyimpangan teologis, tetapi juga memiliki misi global yang berbahaya.
“Kalau kita telusuri, ajaran ini merupakan bagian dari proyek besar yang digagas sejak Konferensi Abrahamisme di Cordova, Spanyol, tahun 1987. Intinya ingin menghapus batas-batas agama, mempromosikan persatuan antaragama, dan pada akhirnya meruntuhkan akidah umat Islam dari dalam,” ujarnya.
Menurutnya, ciri khas ajaran ini adalah memanipulasi teks agama, menolak mukjizat para nabi, tidak mengakui kewajiban salat lima waktu, menyangkal Isra’ Mi’raj, hingga mengklaim adanya nabi atau mesias baru setelah Nabi Muhammad SAW.
Tgk. Faisal Ali mengimbau masyarakat agar waspada terhadap berbagai bentuk dakwah atau pengajian yang menyimpang dari akidah Islam.
“Mereka ini pintar berkamuflase. Kadang mengaku kelompok studi agama, kadang komunitas sosial. Padahal tujuannya jelas: merusak akidah umat,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa MPU rutin mensosialisasikan materi tentang aliran sesat, termasuk Millah Abraham, dalam pendidikan kader ulama dan program pembinaan akidah di seluruh Aceh.
“Kita harus belajar dari pengalaman. Jangan mudah percaya pada ajaran yang tidak jelas sanad dan gurunya,” ujarnya.
Penangkapan ini, menurutnya, menjadi peringatan bahwa meski telah berkali-kali dibubarkan, ajaran Millah Abraham selalu mencari cara untuk bangkit kembali.
“Mereka bisa berganti nama, tapi inti ajarannya tetap sama. Ini pekerjaan panjang, bukan hanya tugas polisi dan MPU, tapi seluruh masyarakat,” pungkas Tgk. Faisal Ali.
Sebelumnya, polisi membongkar kegiatan kelompok ini di sebuah masjid di Aceh Utara pada Kamis (25/7/2025) malam. Kapolres Aceh Utara, AKBP Tri Aprianto, menjelaskan bahwa penangkapan berawal dari laporan warga yang resah terhadap pengajian dengan materi yang menyimpang dari syariat.
Tiga orang pertama yang diamankan adalah HA bin YS (60) asal Bireuen, ES bin WS (38) dari Jakarta Barat, dan NA bin AJ (53) warga Aceh Utara. Mereka mengajarkan doktrin Millah Abraham lengkap dengan buku dan potongan ayat yang telah dimodifikasi.
Pengembangan kasus membawa polisi pada penangkapan tiga tersangka tambahan. RH bin SH (39) dan AA bin MA (48), keduanya warga Medan, ditangkap di SPBU Pulau Pisang, Pidie, pada 28 Juli 2025 malam. Sementara MC bin HA (27) asal Bireuen diringkus sehari kemudian di Gandapura.
Dari tangan mereka, polisi menyita enam ponsel, dua sepeda motor, satu mobil, enam kartu identitas, dua lembar potongan ayat, sebuah laptop, dua proyektor beserta layar, tiga buku tabungan bank syariah, 25 buku ajaran Millah Abraham, tiga modul kajian, serta catatan keagamaan lain.
Para tersangka dijerat Pasal 18 ayat (1) dan (2) jo Pasal 7 ayat (1)-(4) Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah.