Beranda / Berita / Aceh / Lemahnya Pengawasan Parpol Berakibat Kepala Daerah Banyak Korupsi

Lemahnya Pengawasan Parpol Berakibat Kepala Daerah Banyak Korupsi

Senin, 06 September 2021 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Praktisi Hukum sekaligus Advokat, Erlanda Juliansyah Putra. [IST]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Praktisi Hukum Erlanda Juliansyah Putra mengatakan salah satu sebab banyaknya Kepala Daerah yang terjerat korupsi selama ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan Partai Politik (Parpol) pengusung dalam mengawasi dan mengontrol Kepala Daerah yang diusungnya.

"Padahal sejak awal seharusnya parpol bisa menghasilkan para calon kepala daerah yang berintegritas melalui proses seleksi yang ketat serta pemberian kontrol pengawasan setelah kepala daerah tersebut terpilih," ujar Erlanda dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Senin (4/09/2021).

Ia menjelaskan, kelemahan demokrasi saat ini memang terkait politik transaksional ini masih saja terjadi sehingga sulit menghadirkan calon pemimpin yang berintegritas, karena tidak dapat dipungkiri terkadang calon kepala daerah tersebut memiliki modal kapital yang kuat sehingga parpol hanya dijadikan kendaraan semata untuk mencapai tujuannya.

"Perlu upaya yang represif dalam mencegah terjadinya hal seperti itu, salah satunya misalnya dengan memberikan sanksi kepada partai politik pengusung bila kepala daerah yang diusungnya tersebut ternyata dikemudian hari terlibat permasalahan hukum," tegasnya.

Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk membubarkan partai politik akan tetapi hal tersebut susah dilaksanakan sebab Parpol yang dibubarkan hanya terkait dengan perihal pengadopsian ajaran komunis, marxis, dan lenin.

Sedangkan dewasa ini sangat sulit mengindentifikasi partai tersebut memiliki paham komunis atau marxis, sebab sejak awal pendirian partai politik di Kementrian Hukum dan Ham asas tersebut tentu tidak ditemukan, butuh pembuktian yang otentik dan sulit mengindentifikasi parpol tersebut memiliki paham yang dilarang oleh negara (Indonesia).

"Idealnya memang parpol harus diberikan sanksi, paling tidak para pembentuk undang-undang sudah seharusnya memikirkan bahwa parpol tersebut diberikan sanksi yang disebabkan oleh perbuatan kader atau kepala daerah yang diusungnya yang mengakibatkan kerugian negara, sebab Parpol itu adalah subjek hukum yang sama dengan manusia sebab ia adalah badan hukum," ungkapnya lagi.

Didalam Pasal 2 huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Pembubaran Partai Politik yang menyebutkan bahwa partai politik dapat dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi apabila kegiatan atau akibat yang dilakukan oleh partai politik tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepertinya sudah kurang ideal dan perlu perluasan seperti larangan perbuatan korupsi dimasukkan kedalamnya sehingga parpol lebih selektif kedepannya.

Klausul "akibat" yang terdapat dalam Peraturan MK tersebut seharusnya dapat disamakan dengan kegiatan korupsi yang menimbulkan kerugian negara, terlebih bila yang melakukan korupsi tersebut melibatkan pengurus/anggota partai politik yang melaksanakan kegiatan aktifitas kepartaian untuk dapat dibubarkan atau dibekukan.

Menurutnya, adanya persamaan pengertian yang ditujukan antara korporasi selaku badan hukum yang disamakan dengan pengertian partai politik selaku badan hukum dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk menarik keterlibatan partai politik melalui pengurusnya dalam melakukan tindak pidana korupsi.

"Dengan mempergunakan doktrin strict liability dan doktrin vicarious liability sebagai pertanggung jawaban mutlak pidana yang memungkinkan partai politik tersebut bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pengurus/anggota partai politik yang menjalankan aktivitas kepartaian," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda