DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar Seminar Nasional bertema “Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Kebahasaan”, Sabtu, 18 Oktober 2025.
Acara yang digelar di Ruang Auditorium Lantai 2 FKIP USK ini berlangsung secara hybrid, menghadirkan peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, baik secara daring maupun luring.
Kegiatan ilmiah yang digagas kerja sama antara Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia dan Ikatan Alumni Magister Pendidikan Bahasa Indonesia USK ini dibuka secara resmi oleh Dekan FKIP USK, Dr. Drs. Syamsulrizal, M.Kes.
Dalam sambutannya, Syamsulrizal menegaskan pentingnya perguruan tinggi sebagai mitra strategis pemerintah dalam memperkuat kebijakan kebahasaan nasional.
“Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, melainkan simbol kedaulatan dan jati diri bangsa. Melalui kegiatan seperti ini, kita memperkuat peran akademisi dalam menjaga dan mengembangkan bahasa Indonesia agar tetap relevan dan berdaya saing di tingkat global,” ujar Syamsulrizal.
Dua narasumber utama yang hadir adalah Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia, Hafidz Muksin, S.Sos., M.Si., dan Kepala Kantor Balai Bahasa Provinsi Aceh, Dr. Umar Solikhan, M.Hum.
Dalam paparannya, Hafidz Muksin menyoroti arah kebijakan nasional dalam pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia di tengah arus globalisasi dan teknologi digital yang kian cepat.
“Kebijakan bahasa hari ini tidak hanya berbicara soal tata bahasa dan sastra, tetapi juga literasi digital, pelindungan bahasa daerah, dan diplomasi bahasa Indonesia di kancah internasional,” jelas Hafidz.
Ia mengatakan bahwa perlu memperkuat kebijakan yang memastikan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan kebanggaan nasional yang digunakan secara luas oleh generasi muda.
Sementara itu, Dr. Umar Solikhan menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam memperkuat kesadaran berbahasa yang baik dan benar. Menurutnya, bahasa Indonesia harus terus dikembangkan secara inklusif tanpa menghilangkan keberagaman bahasa daerah.
“Bahasa Indonesia tumbuh di atas fondasi bahasa-bahasa daerah. Maka kebijakan kebahasaan nasional harus mengayomi, bukan menyingkirkan,” ungkap Umar.
Dalam hal ini, katanya, Balai Bahasa Aceh terus berkomitmen mendorong literasi masyarakat dan pelestarian bahasa daerah sebagai bagian dari warisan budaya bangsa.
Koordinator Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Dr. Ramli, M.Pd., dalam sambutannya menegaskan pentingnya sinergi berkelanjutan antara lembaga pendidikan tinggi dan instansi pemerintah dalam memperkuat posisi bahasa Indonesia di tengah dinamika zaman.
“Kita ingin agar kampus menjadi pusat gagasan kebahasaan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan sosial. Sinergi antara akademisi dan pemerintah adalah kunci untuk menjaga bahasa Indonesia tetap menjadi perekat bangsa,” kata Ramli.
Sementara Ketua Ikatan Alumni Magister Pendidikan Bahasa Indonesia USK, Dr. Faisal, M.Pd., menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi wujud nyata kolaborasi alumni dan akademisi dalam memberikan kontribusi bagi kebijakan publik, khususnya dalam bidang kebahasaan nasional.
“Alumni memiliki peran penting dalam menjembatani dunia akademik dan kebijakan publik. Seminar ini menjadi momentum bagi kita semua untuk berperan aktif dalam penguatan kebijakan kebahasaan yang berorientasi pada masa depan,” ujar Faisal.
Seminar ini juga mendapat dukungan penuh dari mahasiswa aktif Magister Pendidikan Bahasa Indonesia USK yang turut menjadi panitia pelaksana. Salah satunya, Riza Amri, S.Pd., mengaku mendapatkan banyak pelajaran dari kegiatan tersebut, baik secara akademik maupun praktis.
“Melalui kegiatan ini, kami tidak hanya memahami substansi kebijakan kebahasaan, tetapi juga bagaimana sinergi antara lembaga akademik dan pemerintah dapat diwujudkan. Ini menjadi pengalaman berharga untuk berkontribusi langsung dalam kegiatan ilmiah nasional,” tutupnya.