Minggu, 13 Juli 2025
Beranda / Berita / Aceh / Maraknya Pinjol dan Investasi Bodong, Dosen USK: Perempuan Jadi Target karena Faktor Psikologis

Maraknya Pinjol dan Investasi Bodong, Dosen USK: Perempuan Jadi Target karena Faktor Psikologis

Kamis, 10 Juli 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Ilustrasi ibu ibu terjebak pinjol. Foto: Foto: Amartha. 


DIALEKSIS.COM | Aceh - Maraknya penawaran produk keuangan digital yang begitu mudah diakses di era teknologi saat ini ternyata menimbulkan ancaman baru. Pinjaman online (pinjol) ilegal dan investasi bodong kembali menyasar masyarakat, terutama kalangan perempuan, sebagai target utama.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Aceh mencatat bahwa sebagian besar laporan terkait penipuan keuangan berasal dari kalangan ibu-ibu. Temuan ini disampaikan langsung oleh Kepala OJK Aceh, Daddi Peryoga, dalam diskusi dan sosialisasi keuangan ilegal yang berlangsung di Gedung OJK Banda Aceh, Selasa (8/7/2025).

“Mayoritas pelapor adalah ibu - ibu karena mereka lebih peduli dan emosional dalam merespons penawaran mencurigakan,” ungkap Daddi.

Daddi mengapresiasi keaktifan kaum perempuan dalam melaporkan aktivitas mencurigakan tersebut. Menurutnya, laporan yang cepat memungkinkan OJK bertindak lebih sigap untuk menindaklanjuti berbagai bentuk kejahatan keuangan.

“Terima kasih saya ucapkan kepada ibu-ibu, para kaum perempuan yang sudah melaporkan, sehingga kita bisa bertindak lebih cepat,” ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa modus yang paling sering ditemukan ialah pinjol ilegal dan investasi bodong berkedok high return atau imbal hasil tinggi. Para pelaku, kata Daddi, kerap menggunakan pendekatan persuasif dan manipulatif, utamanya lewat media sosial. Mereka membujuk korban dengan rayuan manis dan menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat.

“Jangan langsung menolak atau menerima tawaran pinjaman atau investasi. Gali dulu informasinya, pelajari modusnya, dan segera laporkan ke OJK,” ujar Daddi.

Ia menambahkan bahwa pelaporan semacam ini sangat penting untuk membantu OJK dalam mencatat pola kejahatan serta merumuskan langkah penanganan lebih lanjut.

Daddi juga menyampaikan bahwa alasan utama perempuan, khususnya ibu-ibu, menjadi target utama karena mereka dinilai lebih mudah tergiur oleh iming-iming keuntungan cepat. Melihat hal ini, OJK Aceh mengundang sekitar 300 ibu-ibu yang bekerja di lingkungan Pemerintah Aceh untuk mengikuti sosialisasi tentang bahaya investasi ilegal, pinjol, hingga skema money game. Kegiatan tersebut juga turut dihadiri oleh Plt Sekretaris Daerah Aceh.

“Peran perempuan sangat penting dalam menyebarluaskan informasi tentang keuangan ilegal. Harapannya, informasi ini bisa sampai ke rumah-rumah, lingkungan sosial, dan komunitas terkecil,” tegas Daddi.

Hingga kini, OJK telah menindaklanjuti laporan - laporan tersebut dengan menyampaikan informasi bahwa penawaran yang dimaksud tergolong ilegal dan menyarankan masyarakat untuk menghindarinya.

Senada dengan itu, Analis Eksekutif Senior Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Fajaruddin, mengingatkan masyarakat agar tetap rasional dalam menghadapi berbagai penawaran keuangan, terutama yang datang dari media sosial.

“Jika rasionalitas digunakan, saya yakin yang bersangkutan akan terhindar dari aktivitas keuangan ilegal. Namun, jika terbawa bujuk rayu orang tidak dikenal melalui media sosial, kecenderungannya akan menjadi korban,” ujarnya.

Menanggapi kondisi ini, Dosen Ilmu Sosiologi Universitas Syiah Kuala (USK), Firdaus Mirza Nusuary, menyebut bahwa penargetan terhadap kaum ibu dalam kejahatan keuangan digital tidak lepas dari faktor psikologis dan sosial budaya yang melekat.

“Ibu-ibu sering kali berada dalam posisi sebagai pengatur ekonomi rumah tangga, namun belum tentu memiliki literasi keuangan digital yang memadai. Ketika dihadapkan pada tawaran yang terlihat menguntungkan, apalagi disampaikan secara emosional, mereka bisa jadi lebih mudah terpengaruh,” ujar Firdaus kepada Dialeksis, Kamis (10/7/2025).

Firdaus juga menilai bahwa pelaku kejahatan memanfaatkan celah ini dengan sangat terstruktur. Mereka paham bahwa relasi sosial perempuan di komunitas, seperti arisan atau kelompok pengajian, bisa menjadi lahan subur untuk menyebarkan skema keuangan ilegal secara berantai.

“Model pemasaran dari mulut ke mulut di komunitas perempuan sering kali menjadi alat propaganda efektif bagi pelaku penipuan investasi. Ini yang membuat penyebarannya cepat dan masif,” jelasnya.

Firdaus menekankan perlunya peningkatan literasi digital dan keuangan yang merata, terutama bagi kelompok rentan seperti ibu rumah tangga. Ia menyarankan agar pendekatan sosialisasi tidak hanya dilakukan secara formal, tetapi juga lewat platform yang lebih dekat dengan keseharian mereka.

“Gunakan media sosial, pesan WhatsApp, atau komunitas lokal sebagai saluran edukasi. Pemerintah dan lembaga keuangan harus lebih aktif menyasar kelompok ibu-ibu dalam program literasi keuangan,” ujarnya. 

Firdaus juga mendorong keterlibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk menyuarakan bahaya keuangan ilegal. Menurutnya, pesan yang datang dari sosok yang dipercaya akan lebih efektif dalam membangun kesadaran kolektif.

"Dengan meningkatnya ancaman penipuan keuangan digital, masyarakat khususnya kaum ibu diminta untuk lebih waspada dan tidak ragu melaporkan jika menemukan penawaran mencurigakan. Upaya bersama dari berbagai pihak diyakini mampu membendung laju kejahatan keuangan yang makin canggih dan terselubung," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI