Beranda / Berita / Aceh / Miris, Rektor Unsyiah: Kualitas Pendidikan Siswa Aceh Terendah Nasional

Miris, Rektor Unsyiah: Kualitas Pendidikan Siswa Aceh Terendah Nasional

Rabu, 23 September 2020 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng Rektor Universitas Syiah Kuala


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) merilis hasil evaluasi Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UTBK SBMPTN) tahun 2020. Dalam laporan tersebut, diketahui penilaian rata-rata Tes Potensi Skolastik (TPS) siswa sekolah dari seluruh provinsi di Indonesia yang mengikuti UTBK SBMPTN. 

TPS merupakan salah satu jenis tes yang mengukur kemampuan kognitif, yaitu kemampuan penalaran dan pemahaman umum yang penting untuk keberhasilan di sekolah formal, khususnya pendidikan tinggi. Kemampuan ini meliputi empat penilaian yaitu penalaran umum, pemahaman bacaan dan menulis, pengetahuan dan pemahaman umum, dan pengetahuan kuantitatif.

“Berdasarkan keseluruhan penilaian di atas, Provinsi Aceh tercatat sebagai salah satu provinsi dengan skor TPS terendah secara nasional,” ujar Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang juga Wakil Ketua I LTMPT, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng, di Banda Aceh, Selasa (22/9/2020).

Di Pulau Sumatra, Aceh tercatat satu-satunya provinsi dengan nilai terendah. Posisi Aceh sejajar dengan provinsi di kawasan timur Indonesia, seperti Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan sebagian provinsi di Sulawesi. Di penilaian ‘Kemampuan Penalaran Umum’ dan ‘Pengetahuan dan Kemampuan Umum’, Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki nilai jauh lebih baik dari Aceh. Begitu juga di penilaian ‘Kemampuan Kuantitatif’ dan ‘Kemampuan Memahami Bacaan dan Menulis’, Aceh harus mengakui keunggulan Papua Barat. Secara keseluruhan, Aceh menduduki posisi terendah nasional dari semua penilaian TPS.

Kondisi ini menurut Prof. Samsul merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan Aceh. Terlebih lagi Aceh memiliki kucuran dana besar yang sepatutnya memberi dampak signifikan bagi pembangunan dunia pendidikan. 

“Ini adalah tamparan besar bagi kita semua. Kondisi ini seharusnya tidak perlu terjadi, ada kesalahan dalam pengelolaan pendidikan di Aceh yang harus kita benahi,” ujar Prof. Samsul.

Penilaian ini menurutnya menjadi cerminan kualitas dan kemampuan siswa SMA Aceh dalam bersaing merebut kursi masuk ke perguruan tinggi tahun 2020. Jika ini tidak diatasi dengan serius, dapat memberikan dampak besar bagi generasi Aceh ke depan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan perguruan tinggi di Aceh akan diserbu oleh siswa dari luar Aceh, dan kondisi ini telah terlihat di kampus yang dipimpinnya.

“Dalam beberapa tahun belakangan ini, peminat Unsyiah dari luar Aceh sangat tinggi. Bahkan, mereka berhasil lulus di jurusan favorit,” lanjut Prof. Samsul.

Kondisi ini lanjutnya tidak bisa dielakkan. Unsyiah sebagai kampus yang kiprahnya semakin dikenal secara nasional, tidak bisa menutup dan membatasi diri dari serbuan pendaftar luar Aceh. Terlebih lagi saat ini, sistem ujian masuk perguruan tinggi di Indonesia dibuka bebas dan dapat diikuti oleh siapa saja.

Rektor berharap kondisi ini dapat disikapi bijak oleh pemerintah Aceh. Merosotnya potensi skolastik siswa SMA Aceh harus dapat segera diatasi. Peningkatan fasilitas sekolah dan laboratorium, skill tenaga pengajar, serta akses kemudahan belajar secara merata di seluruh kabupaten kota harus menjadi prioritas. Dinas Pendidikan Aceh harus menjadi garda terdepan menjaga dan meningkatkan kualitas guru dan siswa sekolah. Peran orang tua pun lanjutnya, sangat dibutuhkan untuk membimbing dan menyadari anak-anak bahwa kompetisi dunia saat ini semakin ketat. Dibutuhkan kerja sama dan kerja keras agar dunia pendidikan di Aceh dapat bangkit dan tidak semakin terpuruk.

“Aceh tercatat sebagai salah satu provinsi yang memiliki banyak perguruan tinggi, jangan sampai anak-anak kita hanya menjadi penonton di daerah sendiri,” pungkas Prof. Samsul.

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda