DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Aceh, Edy Syahputra meminta petinggi Pertamina EP Rantau untuk memperhatikan kekhususan Aceh terkait keberadaan lembaga Baitul Mal sesuai Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentang perubahan atas Qanun Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal.
"Pertamina EP Rantau itu menyedot hasil Bumi Aceh dan sudah semestinya Pertamina EP Rantau juga harus memperhatikan kekhususan Aceh terkait keberadaan Baitul Mal sesuai dengan Qanun Nomor 3 Tahun 2021 yang mewajibkan setiap badan usaha yang beroperasi di Aceh wajib menyetorkan zakatnya ke Baitul Mal baik Baitul Mal Aceh maupun Baitul Mal Kabupaten," ujar Edy Syahputra, Minggu (14/9/2025).
Edy meminta kepada Field Manager PT Pertamina EP dan General Manager PHR Zona 1, Hari Widodo yang membawahi Pertamina EP Rantau untuk memperhatikan Kekhususan Aceh dengan menyetorkan zakat melalui Baitul Mal Aceh.
"General Manager PHR Zona 1 harus menginstruksikan pimpinan Pertamina EP Rantau untuk menyetorkan zakat penghasilan dan zakat lainnya ke Baitul Mal baik Baitul Mal Aceh maupun Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang," ujar Edy.
Selain meminta Pertamina RP Rantau memperhatikan kekhususan Aceh, MPC PP Aceh Tamiang kata Edy, juga mendesak pemerintah pusat, khususnya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), untuk segera menyerahkan seluruh kewenangan pengelolaan dan pengawasan kegiatan usaha hulu migas di Wilayah Kerja (WK) Rantau yang berada di Aceh Tamiang kepada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
"Langkah ini merupakan bagian dari upaya kolektif untuk mewujudkan keadilan sosial, kedaulatan energi daerah, serta penghormatan terhadap kerangka hukum dan politik khusus yang berlaku di Aceh," ujarnya.
Edy menjelaskan sesuai Pasal 160-162 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), Aceh memiliki hak eksklusif dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk minyak dan gas bumi, melalui lembaga BPMA.
"Kemudian komitmen MoU Helsinki, MoU Helsinki 2005 menegaskan pengakuan terhadap hak Aceh dalam mengelola kekayaan alamnya sebagai bagian dari penyelesaian konflik yang adil dan bermartabat," sebut Edy.
Menurutnya, selama ini, masyarakat dan pemerintah Aceh Tamiang hanya menjadi penonton dalam pengambilan keputusan migas, meskipun menanggung beban sosial dan lingkungan secara langsung.
Disamping itu juga potensi pendapatan daerah, penyerahan Wilayah Kerja Rantau ke BPMA diyakini akan menguatkan fiskal daerah dan membuka ruang pembangunan ekonomi lokal yang inklusif dan berkelanjutan.
Edy mengungkapkan, bahwa tuntutan pihaknya terkait hal tersebut yaitu, SKK Migas segera menarik seluruh kewenangan atas WK Rantau dan pemerintah pusat mendukung penuh penyerahan WK Rantau ke BPMA sebagai satu-satunya otoritas hulu migas di Aceh.
"Pertamina EP wajib menyesuaikan perizinan dan pelaporan ke BPMA, bukan ke SKK Migas," ujar Edy sembari menegaskan diperlukan transparansi penuh data produksi dan kontribusi WK Rantau terhadap pendapatan negara dan daerah serta pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang dan masyarakat lokal wajib dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan strategis migas di wilayahnya.
Sementara itu, Manager PEP Rantau Field, Tommy Wahyu Alimsyah yang dikonfirmasi, Minggu (14/9/2025) terkait pihak Pertamina EP Rantau yang belum menyetorkan zakatnya baik zakat penghasilan karyawan maupun zakat pendapatan ke Baitul Mal sesuai dengan kekhususan Aceh belum merespon konfirmasi yang diajukan Wartawan.
Sampai berita ini tayang, konfirmasi via WhatsApp yang diajukan tidak direspon hanya contreng dua. []