Selasa, 16 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Obat Bantuan NGO Malaysia Ditahan di Aceh, Tgk. Umar Rafsanjani: Ini Darurat Kemanusiaan

Obat Bantuan NGO Malaysia Ditahan di Aceh, Tgk. Umar Rafsanjani: Ini Darurat Kemanusiaan

Senin, 15 Desember 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Tgk Umar bersama Dr. Baha NGO Haluan Malaysia di area bencana Pidie Jaya


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di tengah situasi darurat banjir yang melanda sejumlah wilayah di Aceh, bantuan kemanusiaan dari luar negeri dilaporkan mengalami kendala. Sejumlah obat-obatan yang dibawa NGO asal Malaysia bersama relawan dokter diketahui tertahan di pintu masuk Aceh, sementara para relawan medisnya diizinkan masuk.

Kondisi tersebut menuai sorotan karena bantuan medis itu sangat dibutuhkan oleh korban banjir yang kini banyak mengalami gangguan kesehatan, seperti iritasi kulit, gatal-gatal, dan infeksi akibat kontak langsung dengan lumpur banjir. Lumpur yang mengendap lama bahkan dilaporkan menimbun rumah warga dan fasilitas ibadah, sehingga berpotensi membawa bakteri berbahaya.

Informasi yang diterima Dialeksis menyebutkan, penahanan tidak hanya terjadi pada obat-obatan, tetapi juga atribut serta logo NGO Malaysia oleh pihak imigrasi dan otoritas terkait. Hal ini dinilai menghambat penyaluran bantuan yang bersifat mendesak.

Pembina Laskar Aswaja Aceh sekaligus Pimpinan Dayah Mini Aceh, Tgk. Umar Rafsanjani, menyayangkan langkah tersebut. Ia menilai kebijakan itu tidak mencerminkan sensitivitas kemanusiaan di tengah kondisi darurat bencana.

“Relawan dokternya boleh masuk, tapi obat-obatannya ditahan. Padahal korban banjir sangat membutuhkan pertolongan medis secepatnya,” ujar Tgk. Umar, Senin 15/12/2025

Menurutnya, dalam situasi darurat, negara seharusnya mengambil langkah diskresi untuk mempermudah masuknya bantuan kemanusiaan, bukan sebaliknya.

“Dalam kondisi normal tentu ada aturan yang harus dipatuhi. Tapi ini bencana. Seharusnya ada kebijakan khusus yang mengedepankan kemanusiaan,” tegasnya.

Ia menambahkan, proses pemeriksaan tetap bisa dilakukan tanpa harus menahan seluruh bantuan. Tgk. Umar juga mengungkapkan bahwa para relawan kemanusiaan harus berulang kali berupaya meminta izin agar bantuan tersebut dapat disalurkan kepada korban banjir.

“Mereka datang untuk membantu, bukan berdagang. Ini bantuan kemanusiaan, bukan aktivitas komersial,” katanya.

Peristiwa ini memunculkan kritik terhadap mekanisme dan regulasi masuknya bantuan asing saat bencana di Aceh. Sejumlah pihak mendesak pemerintah pusat dan daerah segera melakukan evaluasi serta menerapkan kebijakan darurat yang berpihak pada kepentingan korban.

Di tengah penderitaan masyarakat akibat banjir, keterlambatan bantuan dinilai berpotensi memperburuk kondisi kesehatan warga terdampak. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret agar bantuan kemanusiaan dapat tersalurkan tanpa hambatan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI