DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penangkapan kelompok pengikut ajaran sesat Millata Abraham di Aceh menjadi sorotan berbagai kalangan, termasuk kalangan mahasiswa.
Pengurus Daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PD KAMMI) Banda Aceh, melalui Sekretaris Bidang Perempuan Cut Eka Meutia, mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa hanya dipandang dari sisi penegakan hukum semata, melainkan harus dihadapi dengan pendekatan komprehensif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
“Ini adalah ujian bagi semua pihak, mulai dari aparat penegak hukum, tokoh agama, lembaga pendidikan, hingga pemerintah daerah, untuk bersinergi menjaga keutuhan ajaran Islam,” ujar Cut Eka Meutia kepada media dialeksis.com, Minggu (10/8/2025) di Banda Aceh.
Menurutnya, tindakan hukum terhadap pelaku penyebaran ajaran sesat memang penting, tetapi pencegahan jangka panjang lebih krusial agar kejadian serupa tidak terulang.
Ia menilai, langkah preventif harus menyentuh akar masalah, antara lain melalui penyuluhan berkala di berbagai lapisan masyarakat, penguatan peran dayah dan lembaga dakwah di tingkat gampong, serta pembinaan akidah bagi masyarakat yang minim pemahaman agama.
“Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencegah penyebaran ajaran sesat. Pencegahan ini harus berjalan paralel dengan upaya hukum, sehingga keutuhan ajaran Islam tetap terjaga,” tegasnya.
Cut Eka Meutia juga menyoroti peran strategis media sosial dan platform digital. Menurutnya, perkembangan teknologi tidak boleh dibiarkan menjadi celah masuknya paham-paham menyimpang.
Sebaliknya, media digital harus dimanfaatkan untuk memperluas penyebaran dakwah Islam yang lurus, khususnya kepada generasi muda yang rentan terpapar ajaran menyimpang.
“Mari kita sama-sama menjaga akidah sebelum masalah ini menjadi lebih rumit. Aceh yang memiliki kekhususan penerapan syariat Islam punya tanggung jawab moral dan sosial untuk menjadi teladan dalam menjaga kemurnian ajaran,” ujarnya.
PD KAMMI Banda Aceh, kata Cut Eka Meutia, berharap agar semua elemen masyarakat ikut aktif dalam pengawasan, melaporkan aktivitas mencurigakan, serta menguatkan literasi agama di lingkungan masing-masing.
Ia meyakini, sinergi semua pihak akan menjadi benteng kokoh bagi Aceh dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman terhadap keutuhan ajaran Islam.
Sebelumnya, polisi membongkar kegiatan kelompok ini di sebuah masjid di Aceh Utara pada Kamis (25/7/2025) malam. Kapolres Aceh Utara, AKBP Tri Aprianto, menjelaskan bahwa penangkapan berawal dari laporan warga yang resah terhadap pengajian dengan materi yang menyimpang dari syariat.
Tiga orang pertama yang diamankan adalah HA bin YS (60) asal Bireuen, ES bin WS (38) dari Jakarta Barat, dan NA bin AJ (53) warga Aceh Utara. Mereka mengajarkan doktrin Millah Abraham lengkap dengan buku dan potongan ayat yang telah dimodifikasi.
Pengembangan kasus membawa polisi pada penangkapan tiga tersangka tambahan. RH bin SH (39) dan AA bin MA (48), keduanya warga Medan, ditangkap di SPBU Pulau Pisang, Pidie, pada 28 Juli 2025 malam. Sementara MC bin HA (27) asal Bireuen diringkus sehari kemudian di Gandapura.
Dari tangan mereka, polisi menyita enam ponsel, dua sepeda motor, satu mobil, enam kartu identitas, dua lembar potongan ayat, sebuah laptop, dua proyektor beserta layar, tiga buku tabungan bank syariah, 25 buku ajaran Millah Abraham, tiga modul kajian, serta catatan keagamaan lain.
Para tersangka dijerat Pasal 18 ayat (1) dan (2) jo Pasal 7 ayat (1)-(4) Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah.