Beranda / Berita / Aceh / Pembongkaran Tiang Pondasi Masjid Taqwa Muhammadiyah, Dinilai Perbuatan Melawan Hukum

Pembongkaran Tiang Pondasi Masjid Taqwa Muhammadiyah, Dinilai Perbuatan Melawan Hukum

Senin, 16 Mei 2022 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM Pemuda Muhammadiyah Aceh, Abdul Gani Haitami. [Foto: For Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Permasalahan terhentinya pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah di Desa Sangso Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen, bukan pada aturan yang telah disahkan oleh negara, tetapi pada etika kurang baik Pemerintah Bireuen. 

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM Pemuda Muhammadiyah Aceh, Abdul Gani Haitami, SH, MH kepada Dialeksis.com, Senin (16/5/2022). 

Abdul Gani menjelaskan, mengacu pada aturan pendirian rumah ibadah dengan jelas disebutkan pada Qanun Nomor 4 Tahun 2016 tentang pedoman pemeliharaan kerukunan umat beragama dan tempat ibadah, pasal 2 menjelaskan yang bahwa pemeliharaan kerukunan beragama menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota dan umat beragama. 

“Ini menunjukkan bahwa umat beragama sejatinya menjaga toleransi dan tugas pemerintah untuk terus menjalankan keseimbangan oleh siapa saja yang diamanahkan rakyat untuk memimpin daerah tanpa diskriminasi,” jelasnya. 

Sehubungan dengan terbengkalainya rumah ibadah yang didirikan oleh Persyarikatan Muhammadiyah melalui Panitia Pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah Samalanga, ia melihat lbentuk perbuatan melawan hukum disebabkan Pemkab Bireuen tidak menjalankan Qanun Nomor 4 Tahun 2016 yang telah berlaku untuk Aceh.  

“Sejatinya Bupati Bireuen memiliki kapasitas mediator, fasilitator sekaligus regulator dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah-tengah masyarakat. Implimentasi aturan yang telah sah haruslah dijalankan dengan konsep integritas,” terangnya. 

Gani Haitamy, sebagai putra kelahiran Jeunieb Bireuen mengatakan, tindakan pembongkaran Tiang Mal Pondasi Masjid Muhammadiyah itu cukup mencederai perasaan warga Muhammadiyah, termasuk dirinya sebagai anak bangsa, Pemuda Muhammadiyah Aceh. 

Pemuda Muhammadiyah Aceh Bidang Hukum dan HAM, juga mengingatkan Pemerintah Daerah, Bupati Bireuen, bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 

Sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 3 UUD 45, maka sangat jelas dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara mesti ada landasan hukum tidak pada lake and dis lake. 

“Bupati Bireuen hendaknya mengedepankan aturan tidak dalam posisi mencari aman, secara psikologis akan memberi kesan Bapak Muzakkar menghabiskan masa jabatannya dalam kondisi tidak paham dengan aturan, sekaligus arongan Abuse of Power,” tegasnya. 

Ia sangat berharap kepada pemerintah pusat dan provinsi untuk mengambil alih penyelesaian kasus sangso ini. Pemuda muhammadiyah Aceh akan terus membuka diri untuk upaya-upaya dialog sebagai upaya preventif agar tidak mengarah ke konflik herizontal. 

Pihaknya melihat tidak ada legalitas dari tindakan Satpol PP Bireuen dalam bertugas membongkar apapun alasannya, kerena tidakan tersebut belum ada perintah pengadilan untuk proses pembongkaran ataupun tindakan lainnya dan telah melakukan tindakan melampui kewenangannya.

“Kita sangat berharap kasus ini harus diselesaikan secara bijak dan berkeadilan, bilapun ini tidak ada titik temunya akan kita upayakan proses hukum selanjutnya,” pungkasnya. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda