Rabu, 03 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pemerintah Aceh Instruksikan Pembentukan Tim Pengawasan Dayah, Antisipasi Kekerasan Santri

Pemerintah Aceh Instruksikan Pembentukan Tim Pengawasan Dayah, Antisipasi Kekerasan Santri

Selasa, 02 September 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Surat Edaran Gubernur Aceh Nomor 451.44/20931 tentang Himbauan Pembentukan Pengawasan Dayah dalam Mengantisipasi Isu Kekerasan di Dayah. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh mengeluarkan langkah tegas dalam merespons maraknya isu kekerasan yang kembali mencoreng dunia pendidikan dayah. 

Melalui Surat Edaran Nomor 451.44/20931 yang ditandatangani oleh Penjabat Gubernur Aceh saat itu, Achmad Marzuki pada tanggal 8 Desember 2022, menghimbau seluruh Bupati/Wali Kota serta pimpinan dayah untuk membentuk Tim Pengawasan Dayah. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan pendidikan agama yang aman, tenteram, dan nyaman bagi para santri.

Dilansir media dialeksis.com, Selasa, 2 September 2015, Surat edaran tersebut lahir berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Pengembangan Dayah antara Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota. 

Dalam rapat itu, pemerintah menekankan perlunya pencegahan kekerasan setelah muncul berbagai laporan dari masyarakat terkait praktik kekerasan fisik, verbal, hingga pelecehan di beberapa dayah.

Dalam surat edaran itu, pemerintah merujuk pada sejumlah regulasi penting, mulai dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, hingga Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah.

Aturan ini dipertegas dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 yang mengatur pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Dengan payung hukum yang jelas, pemerintah Aceh menegaskan tidak ada ruang bagi tindakan kekerasan di dayah.

Dalam surat edaran itu juga diuraikan secara rinci berbagai bentuk kekerasan yang kerap terjadi di lingkungan dayah. Mulai dari kekerasan fisik (memukul, menendang, mencubit, hingga mengurung dalam ruangan), kekerasan verbal (mengancam, memaki, mengejek, hingga menyebar gosip), hingga pelecehan seksual baik melalui isyarat tubuh, tulisan, gambar, maupun media elektronik.

Bahkan, cyber bullying yang dilakukan melalui media sosial juga termasuk dalam bentuk kekerasan yang menjadi perhatian serius pemerintah. Semua tindakan ini dianggap berpotensi menimbulkan rasa tidak aman, merendahkan martabat, serta mengganggu keselamatan fisik dan mental santri.

Penjabat Gubernur Achmad Marzuki melalui surat edarannya meminta para kepala daerah dan pimpinan dayah agar membentuk Tim Pengawasan Dayah dengan memperhatikan kearifan lokal. Memberikan keteladanan bagi seluruh penghuni dayah. Mewajibkan guru, tenaga kependidikan, dan santri menjaga suasana pendidikan yang bebas dari kekerasan. Melakukan sosialisasi dan internalisasi nilai anti kekerasan. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap kehidupan di dayah.

Selain itu, pimpinan dayah juga didorong untuk membangun komitmen pencegahan kekerasan, menerapkan kode etik dan disiplin secara adil, serta responsif terhadap laporan dugaan kekerasan.

“Surat edaran ini menjadi panduan agar seluruh pihak mengambil langkah nyata mencegah dan menangani kekerasan di dayah. Tidak ada toleransi untuk praktik kekerasan dalam bentuk apapun,” tulis keterangan surat edaran tersebut. 

Pemerintah Aceh juga menekankan bahwa setiap penghuni dayah, baik guru maupun santri, harus meningkatkan kesadaran diri untuk tidak menjadi pelaku atau membiarkan kekerasan. Edukasi, pengawasan, hingga pemberian sanksi yang adil akan menjadi kunci terciptanya lingkungan pendidikan yang aman.

Himbauan ini hadir di tengah sorotan publik terhadap sejumlah kasus kekerasan santri yang mencuat di Aceh dalam beberapa tahun terakhir. 

Insiden pengeroyokan hingga pelecehan di beberapa dayah memunculkan keprihatinan mendalam, mengingat dayah selama ini menjadi salah satu pilar pendidikan agama dan pembentukan karakter di Aceh.

Pemerintah berharap langkah ini bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan dayah serta memastikan para santri dapat belajar dalam suasana penuh kasih sayang, jauh dari intimidasi maupun perlakuan tidak manusiawi.

Dengan adanya tim pengawasan di setiap dayah, pemerintah optimis setiap laporan atau indikasi kekerasan dapat segera ditangani. Lebih jauh, pembentukan tim ini diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai pengawas, tetapi juga sebagai pendamping, pembina, sekaligus pelindung bagi para santri.

“Dayah adalah tempat menimba ilmu agama dan menanamkan akhlak. Karenanya, harus steril dari kekerasan dalam bentuk apapun,” bunyi penutup surat edaran tersebut.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
17 Augustus - depot
sekwan - polda
damai -esdm
bpka