DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Populasi Kuda Gayo, salah satu rumpun kuda asli Indonesia yang menjadi kebanggaan masyarakat dataran tinggi Aceh, kini berada di ambang kepunahan. Hasil penelitian terbaru menunjukkan, jumlahnya tinggal sekitar 85 ekor di seluruh Aceh Tengah dan wilayah sekitarnya.
Kekhawatiran ini disampaikan oleh Ketua Pusat Riset Sapi Aceh dan Ternak Lokal Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Ir. Eka Meutia Sari, M.Sc.
Ia menyebut, penurunan populasi sudah terdeteksi sejak beberapa tahun terakhir melalui riset lapangan di empat kabupaten daerah sebaran Kuda Gayo, yakni Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara.
“Sejak 2014, sebenarnya Kuda Gayo sudah mendapat pengakuan resmi dari negara melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1054/Kpts/SR.120/D/2014. Tapi ironisnya, meski sudah diakui sebagai rumpun kuda asli Indonesia, populasinya justru terus menurun,” ujar Prof. Eka, Senin (11/8/2025).
Ia menjelaskan, di tiga kabupaten dataran tinggi mayoritas kuda dipelihara untuk pacuan. Sementara di Aceh Tenggara, Kuda Gayo juga digunakan dalam upacara adat Suku Alas, seperti pernikahan dan khitanan.
“Dulu hampir setiap rumah di kampung punya kuda, sekarang jumlahnya menyusut drastis. Minat peternak untuk memelihara kuda pacu mulai berkurang, padahal kejuaraan pacuan kuda tetap digelar setiap tahun,” tambahnya.
Menanggapi kondisi kritis ini, Kepala Dinas Peternakan Aceh, Zalsufran, menegaskan pemerintah tidak tinggal diam. Pihaknya bersama Pusat Riset Sapi Aceh dan Ternak Lokal USK akan menyiapkan rencana pelestarian jangka panjang.
“Dinas Peternakan Aceh bersama USK akan memfasilitasi upaya pelestarian plasma nutfah Kuda Gayo. Langkah konkret ini sama artinya pemerintah Aceh mengambil peran aktif. Kita akan melakukan kerja sama bersama pihak kampus dan daerah,” tegas Zalsufran saat dimintai tanggapan oleh media dialeksis, Senin, 11 Agustus 2025.
Menurutnya, pelestarian ini bukan sekadar menjaga jumlah populasi, tetapi juga memastikan kualitas genetik Kuda Gayo tetap terjaga.
Salah satu strategi utamanya adalah membangun kawasan khusus penangkaran yang akan difungsikan sebagai pusat pembiakan.
“Kuda Gayo ini kan lokal, dan ini namanya pelestarian. Kegiatan yang akan kita lakukan bertujuan agar mereka berkembang biak lebih cepat. Kita akan siapkan kawasan khusus untuk peningkatan populasi Kuda Gayo di penangkaran,” jelasnya.
Zalsufran menambahkan, kawasan tersebut nantinya akan ditetapkan di salah satu kabupaten sebaran Kuda Gayo.
“Intinya harus ada kawasan yang dijadikan plasma nutfah Kuda Gayo. Penentuan wilayahnya nanti akan dilakukan di tingkat kabupaten,” pungkasnya.